Naskah:
Asa Jatmiko
PARA TOKOH:
- NARA
- GOLA
- WIRA
- PRANA
- IBUNYA GENDHUK
- GENDHUK
- TIGA PRIBADI
- ORANG-ORANG
BABAK 1
Scene 1
ORANG-ORANG MENGERUMUNI GOLA.
GOLA Kalian
tidak usah khawatirkan saya. Memang tidak mudah, bagi kebanyakan orang, untuk
mampu menghadapi semua teror ini. Tapi buat saya, itu hal enteng. Teror yang
dilancarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab itu, justru membuat
kewaspadaan saya meningkat. Keamanan kemudian diperketat. Bukan karena takut.
Melainkan untuk berjaga-jaga.
Mereka
salah kalau menganggap kita semakin lemah akibat teror yang mereka lancarkan.
Biarkan saja. Eksistensi yang mereka inginkan. Dan kita terlampau kuat untuk
mereka.
Kalian
bekerjalah seperti biasa. Beraktivitas normal sebagaimana biasanya. Yang
pelajar, belajar. Yang mahasiswa kembali ke kampus. Yang petani, ya kembali
menggarap sawah. Dan para nelayan, kembali melaut.
Saya
sudah terbiasa mendapat teror. Apalagi ketika saya banyak melibatkan diri dalam
pertempuran-pertempuran. Teror adalah menu wajib setiap hari. Kalau tidak ada
teror seharian saja, saya malah curiga mereka tengah merencanakan teror yang
lebih mengejutkan. Asal tidak menyangkut-nyangkut privasi saya, berarti itu
teror ringan. Tapi kalau sudah mulai masuk ke wilayah privasi, rasanya saya
akan sulit memaknainya.
Demikian
juga soal kebebasan berpendapat, saya tidak pernah mempersoalkan. Mau gambar
kepala saya ditempel di gambar kerbau, silakan. Foto-foto saya dibakar di jalan
jalan, silakan. Tidak masalah buat saya. Tapi kalau ada yang mengatakan saya
itu bukan ningrat, malah kemarin saya dengar katanya saya anak seorang pelacur,
ya itu sudah keterlaluan. Layak dan pantas untuk dibinasakan. Karena itu
menyangkut harga diri.
Sudah
kamu tangkap belum yang kemarin mengatakan kalau istri saya panuan? Baguslah.
Istri saya, dan semua istri saya, mendapat perlakuan istimewa. Mandi Susu,
luluran, perawatan tubuh, semua terpenuhi, koq aneh bisa panuan. Apalagi
panuan, keringetan saja diusahakan jangan sampai. Begitu jalan 2 menit, 30
menit istirahat. Lari pagi, setiap 10 langkah berhenti, istirahat 2 jam. Bahkan
ndak sampai keringetan. Kalau ada yang mengatakan panuan, itu hoax! Dan saya
tentu saja tersinggung. Dan dampaknya ketersinggungan itu bisa luas dan berbahaya,
lo! Jadi jangan coba coba.
Sudah,
ini semua saya berikan cuma cuma, buat kalian. Kalian tidak usah memikirkan
teror, tidak usah merasa terancam, tidak usah takut. Selagi masih ada saya,
Gola, semua OK.
OUT
KERUMUNAN MENYISAKAN
BEBERAPA ORANG SAJA. MEREKA MENGGUNJINGKAN PEMBERIANMU GOLA. ADA YANG MENDAPAT
KAIN PUTIH UKURAN 20 X 20 cm, ADA YANG DAPAT JARING IKAN, ADA YANG DAPAT MUNTHU
BATU.
ORANG 1 Kain seperti ini di
rumahku banyak. Dikasih koq kain. Kecil lagi. Buat apa? Memberi buat rakyat
kecil itu ya yang berguna, yang fungsional, yang bisa langsung dirasakan
manfaatnya. Ini? Kain..... Kere....!!
ORANG 2 Kamu dapat itu mestinya
bersyukur. La aku malah diberi jaring ikan, buat apa coba? Untuk menangkap ikan
sekarang bukan pakai jaring seperti ini, sudah ketinggalan. Pakai ini dapat nya
ya paling-paling lima ekor.
ORANG 1 Alat tangkapan ikan
suamimu, selama ini pakai apa?
ORANG 2 Bom!
ORANG 1 Huussh! Edan!! Itu
ngrusak lingkungan namanya.
ORANG 2 Tapi dapatnya ikan itu
luar biasa. Malah sinting kalau pakai jaring tradisional seperti ini. Kapan aku
bisa kaya?
ORANG 2 Kamu sendiri dapat apa?
ORANG 3 MENUNJUKKAN MUNTHU BATU KE TEMAN-TEMANNYA.
ORANG 2 Cocok itu dengan yang
kamu butuhkan...
ORANG 3 Cocok buat nothok
buathukmu!! Aku ndak mudheng ini buat apa. Tapi yang namanya pemberian, ya saya
terima saja. Nanti saya kasih etalase kaca, di sekelilingnya di kasih hiasan
bunga-bunga.
ORANG 1 Dipasang di ruang tamu!
ORANG 3 Ndak. Aku jual! Itu baru namanya meningkatkan Nilai atas
Sebuah benda. Kelihatannya biasa, tapi kalau dikemas yang baik, harganya pasti
lumayan. Apalagi nanti akan aku tulis sebagai keterangannya, "Pemberian
Special dari Gola". Langsung, pasti harganya melangit!
ORANG 2 Itu ya sinting sama
saja. Pemberian koq malah dijual.
ORANG 1 Menurutku, Gola memberi
munthu itu ada maksudnya.
ORANG 3 Maksudnya buat nothok
buathukmu?
ORANG 1 Bukan.
ORANG 2 Munthu itu secara
fungsional adalah alat untuk membuat sambal. Maka.. Munthu pemberian Gola itu
dimaksudkan untuk....
ORANG 1 Betul!!
ORANG 3 Buat nguleg sambal?
ORANG 1 Buat kamu dan istrimu
meneruskan usaha Warung Makan... Bagus to itu maknanya. Simbolik. Penuh makna,
dan di dalamnya menyiratkan dukungan Gola terhadap usahamu.
ORANG 3 Wah, keren juga kamu
mengartikannya.
ORANG 2 Itu kan tinggal
bagaimana kamu mengartikannya. Kalau kamu pengin jual, ya dijual saja. Dan itu
sah-sah saja, karena itu sudah menjadi milikmu. Bebas mau kamu gunakan buat apa
juga.
SESEORANG MASUK.
ORANG A Kalian itu sebagai
rakyat jadilah rakyat yang baik. Gola sudah baik, memberimu beragam hadiah
dalam setiap kunjungan. Masih saja dikritik. Lalu baiknya kalian sebagai rakyat
itu dimana?
ORANG 1 Betul itu. Tapi rakyat
itu juga banyak, lo. Tidak semuanya seperti mereka. Aku? Aku ndak seperti
mereka. Aku adalah contoh rakyat yang baik.
ORANG A Baikmu apa?
ORANG 1 Tidak mengkritik
penguasa. Justru tadi aku yang menjelaskan ke mereka dengan baik tentang apa
maksud pemberian Gola.
ORANG A Mengeluh?
ORANG 1 Ya... Sedikit. La saya
itu diberi kain, buat apa? Saya itu penyair. Mau saya lukis, saya ndak bisa
melukis. Mau saya jual, saya itu juga bukan bisnismen, ndak bisa soal
jual-menjual.
ORANG 3 Ya, kalau begitu
puisimu ditulis di sini. Lalu dipigura. Kalau sudah jadi, aku yang carikan
pembeli. Gitu saja repot! Penyair itu memang repot. Repot dan susah. Hal mudah
tapi dipersulit, itu ya penyair. Hal biasa tapi sok dindah-indahkan, itu ya
penyair.
ORANG A Sudah. Berarti tinggal bagaimana kalian sendiri, kan? Gola
sudah baik sama kalian. Sudah memberi yang kalian butuhkan. Suatu saat Gola
butuh sesuatu, kalian yang mesti mau bantu.
ORANG 2 Kamu itu siapa?
ORANG A Staff Khusus Kadipaten.
ORANG-ORANG TERKEJUT. MUNDUR DAN PELAHAN MENJADI TAKUT.
ORANG A Jangan takut! Yang
penting kalian mau bantu Gola. Beres!
ORANG 1 Bantu apa?
ORANG A Satu, kalian harus
menjaga kelanggengan kekuatan Gola. Karena kelangsungan kekuatan secara
terusmenerus akan menjamin proses pemakmuran seluruh wilayah. Ini sangat sangat
penting, mengingat belakangan ini teror yang semakin banyak dilancarkan adalah
salah satu upaya untuk mengganggu kinerja pemerintah. Dan kalau ini dibiarkan,
sangat berbahaya.
Yang
kedua, ini agak privasi. Kalian harus bisa tutup mulut. Begini, ada kabar
beredar, bahwa di pesisir ini ada seorang perempuan cantik.
ORANG 1 Wah, perempuan cantik
di sini memang banyak.
ORANG A Tidak hanya cantik.
Namun juga pemberani.
ORANG 2 Perempuan cantik dan
pemberani, di sini juga banyak.
ORANG 3 Dia anak orang kaya
pasti!
ORANG A Tidak jelas keturunan
siapa. Yang jelas dari kalangan rakyat biasa.
ORANG 2 Wah, ini juga ndak
begitu jelas. Ada ciri-ciri khusus? Mungkin bahunya panuan, atau ada tahi
lalatnya di paha...?
ORANG A Jangan ngawur! Kalau
omonganku terdengar telinga Gola, hilang kepalamu! Perempuan ini namanya Nara.
Kantor staff kadipaten belum memiliki informasi yang cukup mengenai perempuan
ini. Cari tahu sedetil-detilnya mengenai Nara, dan informasikan pada saya,
ya... Sekali lagi, ini rahasia.
KEMUDIAN ORANG A - OUT
ORANG 1 Tenang. Tenang. Tidak
usah bersusahpayah membantu Gola. Ujung-ujungnya kita juga yang nanti
disalahkan.
ORANG 2 Ngawur. Itu tadi Kepala
staff khusus loh, urusannya akan jadi serius!
ORANG 3 Betul, menerima
perintah orang itu, sama saja kita dapat beban berat, dan beban itu juga yang
akan membunuh kita. Sudah kita menghindar saja. Lagi pula, urusan kita apa
dengan Gola, dengan Nara....
ORANG 2 Betul juga. Toh Kepala
staff khusus tadi, aku kira belum begitu mengenal siapa kita. Kenal nama saja
belum... Aku sepakat, kita menghindar saja untuk soal-soal politik, kekuatan
dan sejenisnya.
ORANG A TIBA-TIBA MASUK
ORANG A Aku lupa untuk
menyampaikan sebelum aku pergi. Nama kalian bertiga sudah tercatat. Identitas
kalian, sudah aku kantongi. Terimakasih banyak atas bantuan kalian.
BLACKOUT
Scene 2
NARA nampak tengah berbincang dengan sosok TIGA
PRIBADI di keremangan senjakala.
NARA Penyelamatan
sudah terjadi. Kini manusia yang harus memilih dan menentukan sendiri.
Merekalah yang menguasai diri mereka.
TIGA PRIBADI Penyelamatan
itu terus berlangsung. Bergerak bergulung-gulung seperti ombak abadi. Angin
yang terus bertiup, mendesing. Mengusap, membanting dan menjadikan senyap.
NARA Maka
hentikanlah! Hentikanlah!
TIGA PRIBADI Manusia
memiliki hak untuk menjadikan hidupnya bernilai. Bagi dirinya sendiri.
NARA Mengapa
Kau tidak berbelas kasihan? Manusia telah memiliki sejarah yang panjang.
Pengalaman yang banyak. Jika karena kebodohan dan kedunguan mereka tidak juga
memahami, Engkau mestinya mengakhiri.
TIGA PRIBADI Wujudkan
itu di dalam pengalaman hidupmu. Agar orang-orang mendengar apa yang kamu
pikirkan. Agar mereka membaca kembali sejarah hidup. Agar mereka kembali
memahami bahwa jalan penderitaan adalah jalan yang harus dilewati untuk
membayar kebodohan.
NARA Mendengar
petir dan halilintar saja kakiku gemetar.
TIGA PRIBADI Maka
kamu akan dikuatkan.
NARA Bukan.
Aku mengatakan aku pasti tidak sanggup!
TIGA PRIBADI Aku
tidak meminta kesanggupan.
NARA (MENANGIS)
Scene 3
NARA tergeletak. Terdengar orang-orang memanggili
namanya.
ORANG 1 Nara!
ORANG 2 Nara!
GENDHUK Mbakyu!
IBUNYA GENDHUK Anakku!
SETELAH BEBERAPA SAAT MENCARI.
ORANG 1 Hei,
coba lihat di sini! Ini Nara, kan?!
ORANG 2 Ayo,
bawa ke tempat yang lebih lapang!
IBUNYA GENDHUK (MEMUKULI ORANG 1) Ini semua
gara-gara kamu! Sudah ibu bilang, jangan ajak Nara kalau melaut!
ORANG 1 Ibu,
kami ndak pernah ngajak. Dia yang ngeyel pengin ikut!
IBUNYA GENDHUK Ya
kamu larang! Jangan diam saja. Ngajari perempuan koq melaut! Itu pekerjaanmu,
pekerjaan laki-laki!!
ORANG 2 Nara
itu kalau sudah punya keinginan, ndak bisa dilawan. Kalau kami tinggal di
pantai, ya akan duduk di pantai terus sampai mendapati kami pulang.
IBUNYA GENDHUK Ah,
alasan kamu saja! Besok-besok ndak usah kamu ajak lagi!
GENDHUK Mbakyu
kenapa to, Bu?
IBUNYA GENDHUK Ndak
ngerti. Pingsan karena kecapekan! Kerjaan melaut itu laki-laki. Ndak bener
kalau perempuan yang pergi melaut.
ORANG 1 Wah,
ini jadi salah to, Bu. Tadi kami lihat Nara itu baik-baik saja. Cekikian.
Tiba-tiba dia itu nyebur ke laut. Katanya kepengin berenang. Nah, sejak itu
kami kehilangan Nara.
IBUNYA GENDHUK Kamu
itu ngerti to, Nara itu masih remaja. Dia penasaran akan banyak hal itu lumrah.
Kalian saja yang sudah dewasa, ndak ngerti cara ngemong anak dengan baik. Ini
kalau Nara sampai ndak ketemu, atau sampai mati, kalian yang harus
tanggungjawab.
GENDHUK Mbakyu...
Sadar, Mbakyu...
ORANG 2 Lah,
Ibu ini seperti Nara itu siapa. Dia ya orang biasa. Perempuan desa yang tidak
beda dengan Gendhuk, dan yang lainnya. Apalagi, Nara itu bukan anak kandungmu
to?
IBUNYA GENDHUK Wong
edan! Jaga mulutmu! Siapapun dia, sudah aku anggap anakku sendiri!
TIBA-TIBA NARA SIUMAN. ORANG-ORANG KEMUDIAN BERSIKAP
BERPURA-PURA SEOLAH TIDAK TERJADI APA-APA.
IBUNYA GENDHUK Nyalakan
dian! Taruh di halaman depan.
KEMUDIAN MUSIK MENGANTAR NYANYIAN. BEBERAPA TEMBANG.
NARA TIDURAN DI PANGKUAN IBUNYA GENDHUK.
NARA Ibu.
Ibu dari mana saja?
IBUNYA GENDHUK Ibu
tidak dari mana-mana. Ibu sejak tadi di sini. Bersamamu, Nara.
NARA Ya.
Tapi, kenapa serasa sepi sekali. Tidak seperti biasanya, ada kehangatan setiap
menjumpai Ibu dan teman-teman.
IBUNYA GENDHUK Apa
yang tengah kamu pikirkan?
NARA (DIAM.
PANDANGAN MATANYA KOSONG)
IBUNYA GENDHUK Nara
sakit?
NARA Tidak.
Entahlah, Bu...
GENDHUK Ada
apa to, Mbakyu? Tadi itu Mbakyu sempat pingsan. Kami melihat Mbakyu tak
sadarkan diri di bawah akar pandan di sebelah sana.
IBUNYA GENDHUK Ssst!
NARA Ya,
aku terperosok. Dan terseret arus bawah laut.
IBUNYA GENDHUK Sudah.
Yang penting sekarang kamu sudah kembali. Ada bersama kami lagi. Pikiranmu ndak
usah nglambrang kemana-mana.
NARA Hatiku
tidak tenang rasanya.
Ibu,
Gendhuk dan mereka semua mengasihiku. Aku mengerti. Aku merasakannya. Aku tidak
tahu mengapa memperlakukanku seperti itu.
Tetapi
sungguh, aku tidak mau dikasihani. Aku tidak mau dianggap perempuan yang tidak
berdaya. Aku ya aku. Seperti ini.
IBUNYA GENDHUK Sudah,
mendekatlah kemari. Ibu akan memelukmu.
NARA (MENDEKAT
DAN MEMELUK IBUNYA)
LALU MEREKA KEMUDIAN NAMPAK MULAI CERIA.
Scene 4
DI TENGAH-TENGAH
KEGEMBIRAAN, TIBA-TIBA MASUKLAH GOLA DAN KAWAN-KAWANNYA. LALU TANPA BABIBU
MERUSAK SUASANA KEGEMBIRAAN ORANG-ORANG.
ORANG 1 Apa
ini?
ORANG 2 Wah,
datang tanpa permisi, langsung kegembiraan kami dihabisi.
GOLA Tidak
usah banyak cakap. Aku mendengar di sini ada perempuan cantik.
GENDUK Perempuan
di sini memang cantik-cantik. Terus maumu apa?
IBUNYA GENDHUK Gendhuk,
ssstt...! Kamu jangan cerewet. Diam!
GOLA Sebagai
penguasa pesisir ini, aku ingin mengangkat derajatnya menjadi lebih tinggi.
ORANG 1 Wah,
ini sebuah anugrah untuk desa kita.
ORANG 2 Iya.
Tentu. Silakan. Tapi, siapa perempuan yang dimaksud?
GOLA Nara
IBUNYA GENDHUK Waduh...!!
Mbok jangan Nara. Dia hanya perempuan biasa. Percayalah dengan ucapan saya, dia
hanya perempuan biasa.
KAWAN GOLA 1 Jangan
ngeyel! Diam!
KAWAN GOLA 2 Itu
orangnya, Tuan.
GOLA Owh...
Itu?! Ckckck.... Ini pas ya, kalau aku jadikan istri.
KAWAN GOLA 2 Pas!
Mantap!
GOLA Bawa!!
KAWAN-KAWAN GOLA MEMBAWA
NARA. ORANG-ORANG BERUSAHA MELAWANNYA. TAPI KEMUDIAN TIDAK BERHASIL. HANYA
SAJA, GENDUK DAN IBUNYA BISA MENGIKUTSERTA ROMBONGAN GOLA.
KAWAN GOLA 1 Kamu
ndak usah ikut. Sudah tua. Tidak akan berguna.
IBUNYA GENDHUK Aku
ibunya dan ini Gendhuk, adiknya. Kalau kamu bawa Nara, mohon bawa serta kami
juga. Aku ingin memastikan Nara selalu baik-baik saja.
GOLA Bawa
serta!
BABAK 2
Scene 5
GENDHUK Ini
baru namanya kehidupan. Semua serba ada. Semua serba terpenuhi. Semua serba
dipenuhi keindahan. Betapa beruntungnya aku ini. Tidak kusangka hidupku akan
berubah seperti sekarang ini.
IBUNYA GENDHUK Kamu
itu selalu berpikir untuk dirimu sendiri.
GENDHUK Ya,
ndak. Justru aku memikirkan Ibu. Coba bayangkan, sore begini di kampung kita.
Sudah sepi. Nyenyet. Ndak ada orang lewat depan rumah. Yang ada cuma suara
ombak yang semakin malam semakin keras terdengar. Di sini, sore masih ramai.
Lampu lampu menyala, gemerlapan di tiap sudut. Dari jauh terdengar musik, lalu
orang bernyanyi dan tertawa. Duh, mendengar saja aku itu sudah seneng. Apalagi
kalau...
IBUNYA GENDHUK Kalau
apa, teruskan.... Apalagi kalau kamu juga ada di sana, bernyanyi dan tertawa di
sana, begitu? Bukankah omonganmu sendiri yang menunjukkan kalau kamu memikirkan
dirimu sendiri?
GENDHUK Ah,
Ibu... Ya ndak segitunya. Gendhuk tetap memikirkan Ibu. Gendhuk tadi bilang,
keberuntungan ini keberuntunganku, karena melihat Ibu juga beruntung.
IBUNYA GENDHUK Ah,
semakin ngelantur bicaramu. Semakin mbingungi untuk dipahami. Mbulet.
GENDHUK Singkat
nya begini, keberuntungan itu adalah Ibu ndak perlu bersusahpayah mencari
nafkah untuk makan sehari hari. Semua kebutuhan sudah ada di sini. Bahkan,
ketika Ibu menginginkan sesuatu, sesuatu itu sudah ada sebelum Ibu
mengatakannya. Dan itu hanya ada di sini. Di kampung kita, di rumah kita, ndak
ada.
IBUNYA GENDHUK Jadi
maksudku kamu tinggal duduk ongkang-ongkang kaki begitu? Bagaimana mungkin
sesuatu sudah ada bahkan ketika Ibu sedang menginginkannya? Dari tadi Ibu ingin
kamu pijitin, tapi ndak terbukti itu?!
GENDHUK Ah,
Ibu ini.... (SAMBIL TERTAWA MANJA, KEMUDIAN BERANJAK MEMIJATI BAHU IBUNYA)
NARA Ke
mana perginya?
GENDHUK Siapa
yang pergi? Ndak ada siapapun yang pergi. Mbakyu..
NARA Gola.
Tapi sudahlah. Buat apa memusingkannya... Ibu, bagaimana keadaanmu? Kau sakit?
IBUNYA GENDHUK Ndak
apa-apa. Ibu tidak sakit.
GENDHUK Sudah
biasa, umur..... Haha....
NARA Huush...
!
IBUNYA GENDHUK Ibu
justru memikirkan kamu. Kamu banyak mengurung diri di kamar. Ibu tidak pernah
melihatmu jalan jalan keluar menikmati pemandangan.
NARA Ah,
pemandangan apa to, Bu? Tidak ada yang menarik.
IBUNYA GENDHUK Kamu
bisa lihat lihat tonil di alun-alun. Ibu dengar kisahnya menarik. Aktor-aktornya piawai memainkan romansa,
aktris-aktrisnya lincah kalau menari. Mereka sering membawakan lakon perang
yang mereka alami sendiri. (TERTAWA SENDIRI) Tapi kamu tak perlu larut sedih
kalau di akhirnya selalu tragedi. Jarang mereka mengakhiri pertunjukannya
dengan happy ending..
GENDHUK Ehm..
kalau Mbakyu Nara disuruh nonton, kalau aku dilarang!
IBUNYA GENDHUK Kalau
Nara pergi, itu untuk menghibur hati, syukur syukur dengan melihat lihat di
luar, bisa untuk mengobati sakit hati. Kalau kamu? Ke sana malah cari penyakit
nanti!
GENDHUK Ah,
Ibu. Aku yo ndak segitunya... Nek sampai segitunya, berarti Gen nya memang
begitu... Sudah turunan....
IBUNYA GENDHUK Apa
kamu bilang? Kurangajar!
NARA (TERTAWA
MELIHAT MELIHAT MEREKA) Aku tidak perlu jalan jalan keluar kalau hanya untuk
mencari hiburan. Melihat kalian saja sudah hiburan buatku..
GENDHUK Eh,
Mbakyu ..,aku boleh tanya? Kenapa kamu ndak betah di sini? Bukan nya malah
merasa beruntung karena nasib kita sudah di ubah menjadi lebih baik seperti
ini?
NARA Beruntung?
Lebih baik, katamu?
GENDHUK (MENGANGGUK)
Keadaan di sini amat berbeda dengan di rumah kita, kan? Kamu tentu merasakannya
...
NARA Tidak.
Aku lebih suka di kampung kita. Kalian tahu, setiap sore telingaku selalu
mendengar suara ombak. Seperti memanggil-manggil namaku. Aku merindukannya.
GENDUK Mbakyu
bisa ke sana setiap waktu Mbakyu kepengin, kan? Aku mau menemani, kalau Mbakyu
akan ke sana.
IBUNYA GENDHUK Iya.
Tapi apa boleh?
NARA Di
sini terlalu banyak aturan. Harus ini, harus itu. Begini salah. Begitu salah.
Semua diatur. Semua dikendalikan. Lantas aku ini siapa? Kapan aku menjadi
diriku sendiri, yang bebas menentukan kapan aku berdandan kapan awut-awutan?
Kapan aku bisa berbicara menuruti kata hatiku?
IBUNYA GENDHUK Anakku…
NARA Ibu…
Apakah Ibu menikmati tinggal di sini?
IBUNYA GENDHUK Kenapa
kamu bertanya begitu?
GENDHUK Kalau
aku, Mbakyu, aku sangat menikmatinya…
IBUNYA GENDHUK Ssstt!!
NARA Entahlah….
Aku merasa tidak nyaman hidup di lingkungan seperti ini.
IBUNYA GENDHUK Ehm….
NARA Ibu
betah?
IBUNYA GENDHUK Ibu
juga tidak tahu. Kalau hatimu tak nyaman di sini, lantas apa alasan Ibu untuk
bisa merasa nyaman di sini. Karena alasan utama Ibu di sini, hanya karena kamu.
NARA Aku
mengerti. Tetapi aku juga ingin Ibu merasa nyaman, meskipun alasannya bukan
karena aku.
IBUNYA GENDHUK Ada
apa sebenarnya dengan kamu, Nara? Apa yang menjadi beban pikiranmu?
GENDHUK Iya,
mbakyu… Kalau aku jadi mbakyu, wuah seneng mbakyu. Tidak sembarang perempuan
diboyong ke istana seperti mbakyu.
NARA Betul,
Gendhuk. Pada awalnya, aku pun berpikiran begitu. di sini wawasanku bertambah.
Menjadi lebih mengerti apa itu tatakrama. Menjadi mengerti semua hal protokoler
yang basa-basi.
GENDHUK Tapi?
NARA Tapi
aku menjadi semakin berjarak dengan orang-orang yang aku cintai. Aku tidak
merasa bebas lagi untuk bisa bertemu dengan mereka. Di sini, aku harus melihat
orang marah-marah setiap hari. Harus melihat Ibu kena damprat Gola hanya
gara-gara terlambat memberi makan kuda. Harus mengaku salah, meskipun tidak
salah. Harus mengalah, demi menghormati suatu kedudukan orang lain.
Apa
kamu tidak mendengar orang-orang di sini juga menggunjingkan kamu, sebagai
orang pinggiran yang tidak tahu tata krama? Apa kamu tidak ingat ketika kamu
disuruh kerja siang malam di dapur, dan hanya diberi makan makanan sisa, seolah
kita ini anjing? Bahkan kukira anjing saja tidak sampai diperlakukan seperti
itu. Mereka itu siapa sehingga merasa berhak menilai kita serendah itu?
IBUNYA GENDHUK Nara,
kamu ingin pulang ke rumah?
NARA Iya…
Aku ingin bisa kembali pergi ke laut. Memandang keluasan langit yang
memungkinkan kebebasan. Menantang ombak dan badai yang memungkinkan kita
menjadi orang-orang tangguh, yang tidak cengeng, yang tidak serba ketakutan
ketika ingin berbuat apapun.
IBUNYA GENDHUK Itulah
yang sesungguh-sungguhnya hidup.
GENDHUK Tapi
mustahil, mbakyu…
NARA Kenapa?
GENDHUK Gola
menginginkanmu di sini. Tidak akan mudah bagi kita untuk menerobos keluar.
Penjagaan sangat ketat.
NARA Kamu
takut?
GENDHUK Maksud
mbakyu..?
NARA Kamu
takut? Apa yang kamu takutkan?
GENDHUK Takut
si tidak. Tapi menurutku, jangan sampai mati konyol.
NARA Mati konyol? Apa maksudmu?
Buatku
ini penjara, dan ketika aku memperjuangkan untuk mendobrak jeruji penjara, kamu
bilang aku konyol? Perjuangan mana yang tidak konyol? Ha?! Jadi kamu juga akan
bilang, semua teman-teman kita yang sekarang dipenjara, disuruh kerjapaksa,
karena membela kita saat Gola membawa kita dari kampung, mereka melakukan hal
konyol? Ha?!
GENDHUK Bukan,
mbakyu… bukan begitu maksudku…
IBUNYA GENDHUK Makanya
hati-hati kalau ngomong….jangan asal njeplak! Sudah Nara, biarkan dia bicara
dulu…
GENDHUK Kita
butuh strategi, mbakyu. Itu maksudku.
GOLA MASUK
GOLA Strategi?
GENDHUK Waduh…laini…mati konyol
beneran!
Eh,
enggak, ini lo Mbakyu Nara. Dia selalu kalah kalau main dakon sama saya. Lalu
dia nanya, untuk bisa menang bagaimana? Ya saya jawab, untuk memang itu butuh
strategi. Kalau tidak ada strategi, ya kalah terus. Akhirnya apa, mati konyol.
GOLA Strategi
memang diperlukan. Karena strategi akan menentukan keberhasilan.
NARA Sehingga
kamu hampir selalu berhasil menaklukkan musuh-musuhmu?
GOLA Benar
sekali!
GENDHUK Termasuk
menaklukkan hati para wanita?
GOLA (MARAH)
Apa kamu bilang?!! (LALU TIBA-TIBA TERTAWA) Dengan kedudukanku, apakah aku
perlu strategi untuk menaklukan mereka? Mereka yang mengejarku…haha…
IBUNYA GENDHUK Tidak
semua…
GOLA (KEPADA
NARA) Hanya kamu saja yang belum….
NARA Sangkamu
aku ini perempuan murahan?
GOLA Justru
karena kamu bukan perempuan murahan. Hanya soal waktu saja….
NARA Sekali
tidak. Selamanya tidak.
MASUK ORANG A
ORANG A Maaf….
GOLA Ada
apa?
ORANG A Maaf,
hanya mau bertanya, apakah perlu saya batalkan jadwal latihan perang hari ini?
GOLA Oo..ada jadwal latihan, ya?
Nara,
ikutlah ke tempat latihan. Aku ingin kamu belajar naik kuda, berlatih perang.
Suatu hari kelak, aku ingin panglima perangnya adalah perempuan. Dan itu kamu!
GENDHUK Saya
boleh ikut?
GOLA Tidak
boleh!
ORANG A Kamu
itu koq selalu mau ikut-ikutan. Sudah di sini saja, temani ibumu!
NARA Biarkan
Gendhuk ikut. Aku membutuhkannya.
GOLA Ya
sudah. Berangkat sekarang!
TIBA-TIBA DARI BAGIAN
BELAKANG PANGGUNG NAMPAK API BERKOBAR-KOBAR. SILUET ORANG-ORANG YANG BERLARIAN
KALANGKABUT, TERIAKAN-TERIAKAN MINTA TOLONG, BERSAHUT-SAHUTAN DENGAN TERIAKAN
PARA PEMBAKAR.
GOLA Perbuatan
siapa itu?
ORANG A Gawat!
Itu orang-orang pengikut Wira! Kita diserang!!
GOLA Bangsat!
Siapkan orang-orang kita. Hadapi mereka!!
ORANG A BALIK KANAN BERGEGAS PERGI.
IBUNYA GENDHUK Nara,
lekas kita bersembunyi. Kobaran api itu seperti amarah yang tak tertahankan
lagi.
NARA Wira
itu siapa, Bu?
IBUNYA GENDHUK Musuh
bebuyutan Gola. Sudah berulangkali serangan mereka bisa dipatahkan. Wira sangat
bernafsu untuk menguasai wilayah ini. Tapi kali ini, entahlah…
GENDHUK Ayo
mbakyu…
NARA Kenapa
kita harus bersembunyi?
GENDHUK MENARIK TANGAN NARA MENYINGKIR MENGIKUTI
IBUNYA. SEMENTARA NARA MASIH BELUM MENGERTI, KENAPA IA HARUS BERSEMBUNYI.
Scene 6
DI DEPAN KAWAN-KAWANNYA,
WIRA TENGAH MENGHADAPI SEORANG YANG DIANGGAP TELAH MEMBERONTAK.
WIRA Sekarang
katakan.
GOLA (DIAM)
WIRA Nyalimu
cukup besar juga, ya? Kamu cuma berkata satu kata “me –nye – rah”, dan itu
mudah sekali kamu lakukan. Kenapa kamu memilih tidak mengatakannya?
GOLA (DIAM)
WIRA Apa
sebenarnya yang kamu pertahankan dari tutup mulutmu? Kamu tidak tahu, semua
sudah bertekuklutut kepadaku. Dan dengan rela hati mereka menyerahkan segala
yang aku perlukan! Aku heran, masih ada orang seperti kamu yang ngeyelan
seperti ini.
Kamu
tahu bukan, cita-cita kami sebagai bangsa adalah mengusir mereka semua yang
merampas milik kita. Penjajahan, penjarahan. Kenapa kamu tidak turut ambil
bagian? Malah kepadaku kamu mengadakan perlawanan?!
LALU DENGAN TAK TERDUGA, WIRA MENUSUKKAN SENJATA KE PERUT
GOLA. MATILAH IA.
WIRA Nikmati
kemerdekaanmu!
Aku
tak habis pikir, kenapa ada orang yang menghindari kejayaan dan kemenangan. Aku
melakukan perjalanan-perjalanan jauh, untuk menjadikan mereka masyarakat
taklukan.
Karena
kemenangan dan kejayaan adalah cita-cita setiap bangsa. Dengan begitu, kita
akan hidup makmur berkelimpahan, tanpa bersusahpayah.
Kepada
semua yang gugur di medan laga, aku berbangga. Kalian adalah para pahlawan bagi
bangsa. Perjuangan dan nyawa yang kalian berikan, tidak akan sia-sia.
Lihatlah
aku bersyukur dan bergembira atas pengorbanan kalian. Sambil kukenang kalian,
akan kujaga setiap jengkal tanah yang pernah kita taklukan dengan segenap jiwa
raga.
Kalau
sampai waktuku, aku akan bersama-sama dengan kalian kembali. (TIBA-TIBA
MENANGIS)
Aku
sudah merasa lelah. Capek. Rasanya ingin kutaruh semua pergulatan ini ke atas
tanah, hingga pundak terasa ringan berjalan. Setiap pulang membawa kemenangan,
soraksorai di jalanan, tak demikian dengan apa yang ada di dalam hati. Sepi.
KAWAN WIRA 1 Mungkin
butuh istirahat barang sebentar.
KAWAN WIRA 2 Atau
mungkin kita sesekali perlu humor, agar sedikit kendor urat syaraf pikiran.
KAWAN WIRA 3 Perlu
kami panggilkan biduan?
KAWAN WIRA 2 Para
penari barangkali?
KAWAN WIRA 1 Bagaimana?
WIRA Tidak
butuh apa-apa. Aku mungkin hanya butuh kawan bicara.
KAWAN WIRA 2 Menurutku,
kita butuh cinta.
WIRA Maksudmu?
Maksudmu istri-istriku kurang memberi cinta kepadaku?
KAWAN WIRA 1 Bukan.
Bukan itu maksudnya. Dia hanya bermaksud mengatakan, kita perlu banyak variasi.
Iya, begitu kan?
WIRA Ah,
sama saja. Otakmu kotor semua. Aku tidak membutuhkan variasi apapun. Aku sudah
menikmatinya. Sekarang, kalian siapkan saja peralatan dan perbekalan untuk
kembali melanjutkan perjalanan. Penaklukan demi penaklukan harus terus kita
lakukan.
KAWAN WIRA 3 Ya,
siapa tahu di daerah yang akan kita taklukan nanti, kita mendapatkan pula harta
yang berharga.
WIRA Tapi
ngomong-ngomong, selain istri-istrinya, aku dengar Gola juga punya piaraan
istimewa.
KAWAN WIRA 2 Perempuan?
WIRA Ah,
sama saja. Siapa namanya?
KAWAN WIRA 2 Nara
WIRA Apa
keistimewaannya?
KAWAN WIRA 1 Menurut
saya wajahnya cantik. Pantaslah kalau Gola menginginkannya sebagai istri. Gola
bahkan mengangkat derajatnya menjadi sekelas ningrat.
WIRA Hanya
itu keistimewaannya? Hanya karena cantik, lalu diangkatnya menjadi ningrat?
KAWAN WIRA 3 Karena
memang sebelumnya tidak ada orang yang mengetahui persis asal-usulnya. Yang
saya dengar, ia selalu menarik dan menjadi bahan pembicaraan setiap orang,
tidak hanya laki-laki namun juga perempuan. Semua membicarakannya. Menurut
desas-desus yang saya dengar, ia memang tidak seperti perempuan kebanyakan,
terutama soal keberaniannya.
WIRA Ehm…
KAWAN WIRA 2 Tindakannya
dianggap selalu melawan kebiasaan. Pemikiran-pemikirannya out of the box.
WIRA Sebentar…
apa maksudmu “melawan kebiasaan” dan “out of the box”?
KAWAN WIRA 2 Saya
ndak tahu, cuma copy paste apa yang dikatakan orang-orang…
WIRA Hoax!!
KAWAN WIRA 1 Tapi
memang betul. Mereka mengatakan apa yang mereka lihat. Mana ada perempuan yang
suka melaut, kalau bukan dia! Dia suka sekali pergi ke laut, mencari ikan
bersama lelaki nelayan. Di sini, perempuan harus bisa bersikap santun dan
mengalah terhadap laki-laki. Dia, bahkan sering mendamprat orang yang
menurutnya salah. Mungkin perlu ditambahkan, ia tidak hanya seorang pemberani,
tetapi juga seorang yang cerdas!
WIRA Ehm…
KAWAN WIRA 1 Beberapa
waktu terakhir, ketika Gola hanya mampu membangun kekuatan pasukannya, ia
bahkan telah mampu menjalin kerjasama dan komunikasi yang baik dengan
saudagar-saudagar dari luar daerahnya. Bahkan kita melihatnya sendiri di
pelabuhan kemarin, banyak kapal-kapal manca berlabuh di sana. Ia benar-benar
seorang yang brilian, perempuan yang mampu ambil bagian membangun perekonomian
bangsa. La di sini? Perempuan-perempuan hanya dijejali doktrin untuk mengatur
persoalan sumur, dapur dan kasur.
WIRA Bawa
dia kemari! (KEPADA KAWAN WIRA 2)
KEMUDIAN KAWAN WIRA 2 KELUAR.
KAWAN WIRA 3 Adat
kita memang begitu. Tidak pantas kamu mengkritik apa yang telah berkembang di
sini. Perempuan itu harus lembut sikapnya, halus tutur bahasanya, manut dengan
apa yang menjadi takdirnya. Tidak pethakilan kayak perempuan pesisir itu!
WIRA Orang
pesisir... ehm…
KAWAN WIRA 2 MASUK DENGAN NARA.
WIRA (TEPUK
TANGAN) Na..ra… aku dengar penggemarmu di sini semakin banyak…. Banyak orang di
sini mulai tertarik dengan pemikiran-pemikiranmu… Mereka berkata kamu adalah
wanita yang cerdas…. wanita pemberani….
NARA Terimakasih.
WIRA Dan
nampaknya kamu mulai menikmatinya?
NARA Aku
tidak sempat memikirkan hal itu.
WIRA Tapi
menurutmu, benar apa yang mereka katakan tentangmu?
NARA Aku
tidak tahu.
WIRA Tidak
tahu? Lalu apa yang selama ini kamu pikirkan?
NARA Orang-orang
selalu menganggap diri orang lain lebih besar, lebih mampu, lebih dalam hal
apapun yang di dalam dirinya sendiri tidak punya. Sementara aku menganggap sama
saja.
WIRA Sama
saja? Siapa yang kamu maksud? Kamu dengan mereka? Dengan aku?
NARA Dengan
siapa yang kamu maksudkan.
WIRA (TERTAWA,
LALU TEPUK TANGAN LAGI). Aku suka dengan cara bicaramu yang spontan seperti
ini. Dan aku kira, bukan karena kamu cerdas atau berani, tapi karena cara
bicaramu yang spontan.
Sekarang
aku kasih tahu, kamu ada di sini di depan mataku, bukan karena hal besar apapun
yang kamu pikirkan. Murni, kamu bisa berdiri di sini adalah karena belas
kasihanku. Kamu adalah salah satu harta rampasan perang, dan karenanya hidupmu
bergantung kepada ucapanku. Maka dengan iba, aku memberimu hidup, memberimu
kesempatan untuk berdiri sama tinggi di sini, di hadapanku!
NARA Kamu
pikir kamu siapa?
WIRA Ha?!
Apa?! (TERTAWA) Lalu kamu pikir aku ini siapa?
NARA Kamu
adalah seorang penguasa? Seorang yang duduk di puncak tampuk kekuasaan?
WIRA Yaaa,
tentu saja! Kamu tahu rupanya. Dan siapa kamu sehingga berani lantang bicara di
depanku?!
NARA Aku
bukan siapa-siapa.
Hanya
sebutir pasir, yang penuh semangat
Hanya
rampasan perang, yang pantang tunduk
Hanya
sampah, yang berkobar membakar istana
WIRA Cukup!!
Aku mencium pemberontakan dari mulutmu. Baik. Baiklah. Baiklah jika itu maumu.
Sama sekali tak tahu diuntung!
Mulai
sekarang kamu akan membayar pajak kepadaku. Setiap bulan, setiap minggu, atau
kapanpun sesukaku, orang-orangku akan datang menemuimu dan menagih berapa yang
harus kamu bayarkan. Sampai kamu akan benar-benar mengerti siapa aku, Sampai
kamu sungguh-sungguh tahu bagaimana kamu harus bersikap dan berpikir.
Bawa
pergi dari hadapanku, dan jangan sampai aku melihatnya ada di lingkungan
istana. Awasi gerak-geriknya!
KAWAN WIRA 3 Baik.
Dua perempuan lain yang bersamanya, bagaimana?
NARA Biarkan
Ibu dan Gendhuk bersamaku, kemanapun aku pergi.
WIRA Terserah!
NARA DIGELANDANG KELUAR. BLACK OUT.
BABAK 3
Scene 7
PANGGUNG NAMPAK TERANG. TERLIHAT ORANG-ORANG, NAMPAK
GEMBIRA. MUSIK RIANG.
Suara suara dari mulut berbusa
Mulai bergemuruh di tiap
sudut kota
Suara suara berdengung di cakrawala
Tak jelas siapa yang
sebenarnya mereka bela
Sayup sayup menidurkan hati nurani
Hanya fatamorgana dan
penuh arogansi
Ombak api
Bergulung hingga ke tepi
Ombak api
Bangunkan hati dan jiwa
Ombak api
Berani hidup tak takut
mati
GENDHUK Nah,
seperti yang sudah saudara-saudari duga, malam ini kita berkumpul di sini tidak
lain dan tidak bukan adalah untuk selebrasi kecil-kecilan. Tasyakuran. Karena
betapa pun, kita semua telah bersusahpayah mendapatkan keberhasilan, paling
tidak sampai saat ini. Segala kewajiban pajak yang harus kami bayar, kami bisa
penuhi tanpa kurang suatu apa. Bahkan usaha yang kita bangun, semakin
berkembang.
Betul
begitu to, Mbakyu? Dan Mbakyu Nara dalam kesempatan ini juga menyampaikan rasa
terimakasih yang setinggi-tingginya kepada semua rekan bisnis atas kepercayaan
yang selama ini terbangun.
Tentu,
tentu selebrasi ini akan diteruskan nanti dengan berbagai hiburan di panggung,
dan sajian-sajian istimewa di meja meja makan. Saudara-saudari diundang untuk
menikmati itu semua.
(TARI
KRETEK)
Dengan
bangga Gendhuk mempersilakan Mbakyu Nara untuk berbicara untuk kita semua.
PANGGUNG SEBENTAR GELAP,
KEMUDIAN CAHAYA SEMBURAT DARI BELAKANG NARA YANG SECARA PERLAHAN-LAHAN MUNCUL.
PANGGUNG PELAHAN MULAI BENDERANG, DAN NAMPAK NARA SEBENTAR MENGHELA NAFAS
SERAYA MEMPERHATIKAN SELURUH ISI RUANGAN.
NARA Kehidupan
ini pasti akan berangsur-angsur semakin menjadi lebih baik. Namun akan ada
banyak rasa sakit, korban dan pengorbanan. Seperti bayi yang menangis saat
mendapatkan nafas pertamanya. Karena kehidupan ini sulit dan pahit.
Malam
ini bukanlah sebuah malam hingarbingar atas kemenangan. Malam ini adalah malam
dimana aku ingin mengecam kalian semua. Jika kamu hidup sebagai pekerja, kamu
bukanlah pekerja. Jika hidup sebagai prajurit, kamu bukanlah prajurit. Jika
hidupmu seorang nelayan, kamu bukanlah nelayan. Jika hidupmu habis untuk apa
yang kamu kerjakan, lalu siapa kamu sebenarnya?
ORANG Ya,
lalu menurutmu kita ini siapa?
NARA Butiran
pasir yang menggelora bersama angin.
Jamur
yang tumbuh di bongkar Kayu tua atau kota kuda, yang dipenuhi cahaya hidup.
Kita
adalah sampah! Sampah yang memiliki semangat hidup menandingi kematian!
SONTAK SEMUA ORANG BERTEPUK
TANGAN. KEMUDIAN NARA BERMAKSUD KEMBALI KELUAR, NAMUN TERTAHAN, SESEORANG
MEMANGGIL-MANGGIL NAMANYA.
PRANA Nara!
Nara!! Hebat sekali! Kata-katamu menggugah semangat orang-orang di sini.
NARA Kamu...
PRANA Ya,
Prana. Kamu lupa?
NARA Tidak.
Ada apa kamu di sini?
PRANA Aku
sudah beberapa kali ke sini, untuk urusan bisnis. Mengirim kain kain Batik. Aku
melanjutkan apa yang sudah dirintis Ibu, menjadi pengusaha.
NARA Ya,
Ibumu memang seorang yang luar biasa. Menjadi perempuan pengusaha yang sukses,
menjadi nahkoda kapal dan memimpin sendiri pelayaran-pelayarannya. Dan
sekarang, menurun rupanya..
PRANA Iya.
Ehm... Terus terang aku kehilangan berita tentangmu, semenjak Gola dihancurkan
Wira. Ternyata kamu ada di sini.
NARA Wira
membawaku ke sini. Sebagai harta rampasan perang.
PRANA Apa?
Maksudmu? Kamu dijadikan selirnya?
NARA Dia
mungkin berharap begitu.
PRANA Tapi?
NARA Aku
tidak mau. Dan karenanya aku diwajibkan setor uang sebagai pajak.
PRANA Aku
benar-benar belum mengerti.... Tapi, Nara... (BELUM SELESAI BERBICARA,
TERDENGAR ORANG-ORANG WIRA BERTERIAK-TERIAK DAN MASUK)
KAWAN-KAWAN WIRA MASUK,
MEMPORAKPORANDAKAN APA YANG ADA. SIKAPNYA MENANTANGNYA KE SETIAP ORANG.
SEHINGGA, SATU PERSATU ORANG-ORANG ITU BERLARIAN KE LUAR. DAN TINGGALLAH PRANA,
NARA, GENDHUK DAN IBUNYA.
KAWAN WIRA 2 Atas
instruksi yang terhormat Wira, hari ini Nara diwajibkan memenuhi kewajiban
membayar pajak.
GENDHUK Bukankah
baru kemarin saya melunasi kewajiban bayar pajak? Apa-apaan ini?!
IBUNYA GENDHUK Coba
kamu cek lagi. Siapa tahu kamu lupa mencatat dalam pembukuanmu.
KAWAN WIRA 2 Sudah.
Semua sudah tercatat. Instruksi ini baru saja dikeluarkan. Kalian harus
menyerahkan uang pajak sekarang juga.
PRANA Sebentar,
apa mau kalian sebenarnya? Memungut pajak seenakmu sendiri. Nara sudah melunasi
kewajibannya. Dan kamu akan memungut uang lagi? Pemerintah macam apa!
KAWAN WIRA 1 Kamu
jangan ikut campur. Apalagi menyinggung-nyinggung soal pemerintah. Kamu tidak
ada hak!
PRANA Sepanjang
ada keadilan, silakan itu urusanmu! Tapi tindakanmu mengada-ada!
Menginjak-injak keadilan! Apa maumu sebenarnya?
KAWAN WIRA 1 Hati-hati
kamu bicara! Salah ucap, lidahmu bisa hilang selamanya! Sebaiknya kamu diam
saja.
NARA Sudah,
Prana. Biarkan saja mereka semaunya.
Kalian
kembali ke tuanmu, katakan sama tuanmu: aku akan membayarnya!
LAMPU MEREMANG, ORANG-ORANG PERGI, MENYISAKAN CAHAYA
KE NARA DAN PRANA.
Scene 8
PRANA Nara,
kamu menyanggupi untuk membayar? Ah, mereka ini sudah keterlaluan terhadapmu.
Sudah melebihi batas.
NARA Menurutmu,
apa yang bisa aku lakukan selain menyanggupi?
PRANA Negosiasi.
Ya, negosiasi.
Mencari
jalan tengah, untuk sama-sama menang.
NARA Misalnya?
PRANA Kita
mesti menemui Wira, untuk membicarakan hal ini. Ada rembug dirembug, mestinya
kan begitu. Tidak main grudak-gruduk seperti tadi.
Ya
kalau memang benar Wira menyuruh menarik pajak lagi, kalau ternyata tidak?
Berarti kan hanya permainan oknum para bawahannya yang memanfaatkan situasimu.
Alih-alih membayar pajak, uang yang disetorkan malah ternyata dikorupsi, gimana
coba?
NARA Aku
tidak berpikiran sampai ke situ. Yang aku tahu, orang-orang yang disuruh Wira
itu orang-orang ABS, Asal Bapak Senang. Orang-orang cuma pinternya cari muka.
Orang-orang yang bekerja tidak berdasarkan hati, tapi nuruti perut. Mana
mungkin mereka berani macam-macam begitu.
PRANA Tapi
kamu kan belum tahu yang sebenarnya. Kita akan tahu kebenarannya, kalau kita
menceritakan ini kepada Wira.
Lagipula
aku dengar-dengar, Wira kan seorang panglima. Mestinya tindak-tanduknya juga
layaknya seorang ksatria. Seorang yang berpegang teguh pada komitmen, berani,
tapi juga pantang bersikap rendah. Apa yang dilakukan orang-orang Wira tadi,
sama sekali tidak menunjukan sikap seorang Wira.
Kecuali...
NARA Kecuali
apa?
PRANA Kecuali
ia sudah bukan seorang ksatria.
NARA Dia
masih seorang penglima perang.
PRANA Jabatannya.
La hati dan jiwanya?
Seorang
ksatria sejati, justru seorang yang menjunjung tinggi harga diri orang lain.
Yang kulihat itu dari seorang Wira, kecuali kalau dia ada pamrih kepadamu. Ada
maksud tertentu kepadamu.
NARA Dia
memang menginginkanku.
PRANA Nah,
ini akar masalahnya. Sudah terjawab. Wira menginginkanmu.
NARA Tapi
aku menolaknya.
PRANA Kenapa
kamu menolaknya?
NARA Kenapa
aku harus menuruti kemauannya?
KEDUANYA TERDIAM
PRANA Artinya,
sudah tidak perlu lagi negosiasi. Tapi, akan sampai kapan dibiarkan seperti
ini. Tindakannya memungut pajak tinggi dan sewenang-wenang sama kamu. Kamu akan
terus-terusan dinjak-injak seperti ini.
NARA Bukankah
lebih baik begini, daripada batinku tersiksa dengan menjadi selirnya?
PRANA Iya,
Nara.
NARA Aku
tidak ingin mengisi hidupku dengan sia-sia. Meskipun ia hanya butiran pasir.
Meskipun dunia melihatnya sebagai sampah. Aku percaya, hidup setiap manusia,
diberikan untuk perjuangan, untuk menyelesaikan setiap perkara, dan untuk
sebuah kemenangan dan kemuliaan yang dicita-citakan.
Jika
hidup adalah sesuatu yang telah selesai, maka untuk apa ada?
Apalagi
hanya sebagai perhiasan istana, hanya pemuas nafsu belaka, hanya sebagai simbol
atas kekalahan suatu bangsa.
PRANA Ya
Nara, aku setuju. Kalau begitu, apa rencanamu?
NARA Aku
ingin membuat hidup tidak sekedar hidup, Prana. Lepas dari belenggu apapun.
Merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya, dimana aku mengerti dan berdaya.
Seringkali
aku berpikir, apa yang harus aku bela atas diriku? Karena aku merasa sudah
habis. Orangtua, pantai dan ombak, angin dan tanah, kampung dan bangsa….semua
sudah terenggut, tak ada lagi padaku.
Aku
dilahirkan tanpa tahu siapa ayah ibu kandungku yang sesungguhnya. Aku diseret
ke kotapraja oleh Gola, meninggalkan pantai dan ombak sumber keceriaanku. Di
kotapraja aku dijauhkan dengan orang-orang tercinta yang sebelumnya aku miliki,
mencium aroma angin dan tanah yang tak ramah. Dan dari sana, Wira membawaku
sebagai rampasan perang. Ia sudah meluluhlantakkan kampungku, menghancurkan
mimpi dan cita-cita setiap orang di kampungku, dan sekarang aku harus
melanjutkan hidupku di sini seolah semua baik-baik saja? Orangtuaku, pantai dan
ombakku, kampung dan bangsaku sudah tak ada, tapi bukan berarti mereka tak ada,
bukan? Mereka terus hidup dan bersuara di sini.
Maka
aku bangun usaha apapun di sini, bersama orang-orang yang mengerti. Meskipun
aku terus ditekan untuk selalu mampu membayar apa yang mereka sebut sebagai
pajak.
Benar
apa yang kamu katakan, akan sampai kapan? Karena mau tidak mau, penindasan ini
harus dihentikan.
PRANA Nara,
aku ingin membantumu. Aku memang mendengar kamu tengah merencanakan sesuatu di
sini, selain bisnis.
NARA Pemberontakan.
PRANA Ya,
itu! Aku sendiri hanya seorang pengusaha, tidak tahu bagaimana harus berkelahi
dan berperang sebagaimana seorang prajurit. Tapi, kukira aku akan tetap
membantumu, dalam bentuk apapun itu. Percayalah.
IBU DAN GENDHUK MASUK
GENDHUK Hem...
hem...!!
IBUNYA GENDHUK Eh,
masih ada tamu rupanya. Sudah larut begini.
PRANA Iya, Bu. Maaf.
Saya
akan segera pamit.
GENDHUK Lah...nanti
saja, ndak usah tergesa-gesa. Kamu teman Mbakyu Nara?
NARA Dulu.
Sudah lama sekali.
GENDHUK Sekarang?
PRANA Sekarang,
masih teman juga.
GENDHUK Teman
apa teman?
IBUNYA GENDHUK Gendhuk...!
GENDHUK Ada
apa to, Bu? Aku cuma tanya koq...
IBUNYA GENDHUK Kamu
itu nek dibilangi ngeyel. Itu, resletingmu mbuka itu, mbok ditutup.
GENDHUK Mana?
Gendhuk ndak punya resleting....
IBUNYA GENDHUK (KE
MULUTNYA) Ininya itu mbok ditutup. Sudah, jangan banyak omong.
Prana,
maafkan Gendhuk. Ndak usah diambil hati.
PRANA Ndak apa-apa, Bu.
Ohya,
saya membawa kain-kain batik khas pesisir. Ada batik Kudus, ada batik
Pekalongan... Saya bisa memberikan untuk Ibu, Gendhuk dan Nara sebagai tanda
mata.
IBUNYA GENDHUK Aduuh,
terimakasih banyak.
GENDHUK Boleh
ambil dua?
NARA Prana
ini memang seorang pengusaha. Dan mulai sekarang, kita berkerjasama dengan dia.
Prana akan membuka galeri batik di sini.
GENDHUK Wah,
bagus sekali. Nanti aku juga pengin bisa membatik. (KE PRANA) Kamu mau ngajari,
kan?
PRANA Boleh.
NARA Asal
jangan sampai lupa waktu.
IBUNYA GENDHUK Kamu
sendiri kan sudah banyak kerjaan, to? Aneh-aneh saja belajar mbatik. Mbatik
bibirmu itu saja, biar meleleh ndak banyak ngomong lagi....
PRANA Ya
sudah. Saya pamit dulu.
IBUNYA GENDHUK Iya,
maaf ya. Nanti kalau kemalaman masih di sini, dan ada orang lain tahu, malah
jadi masalah. Besok lagi ya...
PRANA Benar.
Nara, aku pamit dulu... Ohya, jangan takut, aku ingin membantumu. Apapun yang
kamu rencanakan, aku dukung dan akan kubantu.
NARA Ya,
Prana. Terimakasih.
BLACK OUT
Scene 9
SUASANA
SEPERTI DI ALUN-ALUN KOTAPRAJA. DI SITU ORANG-ORANG MEMBICARAKAN KEBERHASILAN
BISNIS NARA, JUGA DESAS-DESUS MIRING YANG BEREDAR DI TENGAH MASYARAKAT.
SUASANA
DI TENGAH KERAMAIAN, SEPERTI PASAR, ATAU BISA JUGA ALUN-ALUN. DIMANA NAMPAK
ORANG-ORANG BERSLIWERAN, KEMUDIAN ADA YANG MENJAJAKAN DAGANGAN, MELAYANI
PEMBELIAN, DAN SEBAGAINYA.
MEREKA
SEMUA AKTIF DAN DALAM SUASANA RIANG. SESEKALI TERDENGAR ADA YANG TAWAR-MENAWAR
HARGA. ADA JUGA YANG MENGUMPAT KARENA HARGANYA YANG TIDAK LUMRAH. DEMIKIAN JUGA
ADA YANG CEKIKIKAN TERTAHAN MENGGODA PENJUAL YANG CANTIK. DAN BEBERAPA WANITA
PUN DI SEBERANG LAINNYA JUSTRU YANG SEPERTINYA TENGAH MENGGODA BEBERAPA LELAKI
HIDUNG BELANG.
SEMENTARA
ITU, SESEKALI MELINTASI SEORANG KAWAN WIRA, YANG SEPERTINYA TENGAH MENELISIK.
PANDANGANNYA MENCARI-CARI SESEORANG, MESKIPUN IA SEPERTI SANGAT BERUSAHA TAK
NAMPAK TERBACA BEGITU. KEMUDIAN IA KELUAR PANGGUNG. ORANG-ORANG YANG BERPAPASAN
DENGANNYA PUN ADA YANG MENUNDUK, ATAU MINGGIR ATAU KEMUDIAN TIBA-TIBA TERDIAM
DARI BICARANYA. SETELAH TAK NAMPAK, SUASANA KEMBALI SEPERTI SEMUA.
LALU
TAK LAMA KEMUDIAN, DARI ARAH YANG LAIN DATANG KAWAN WIRA YANG LAIN. HAMPIR SAMA
RESPON WARGA. NAMUN KALI INI KAWAN WIRA NAMPAKNYA LEBIH BANYAK DITERIMA, SEBAB
IA PUN MURAH SENYUMMU KEPADA SIAPAPUN. BAHKAN BEBERAPA ORANG DENGAN TAK SUNGKAN
MENGAJAKNYA UNTUK MAMPIR DAN NGOBROL BERSAMA. DENGAN HALUS, IA MENOLAKNYA. SATU
HAL YANG MENJADI KELEMAHANNYA, MULUTNYA SERING KELEPASAN OMONG HAL-HAL YANG
SEHARUSNYA RAHASIA.
ORANG Wah, mas ini masih muda sudah
berani memilih hidup menjadi abdi negara. Saya salut, mas. Eh mas, sini lo,
istirahat sebentar. Mau minum apa? Kopi? Susu? Kopi Susu?
KAWAN WIRA Ah, terimakasih banyak.
ORANG Sudah, tinggal pilih saja, mas-nya
suka minum apa?
(KE TEMANNYA) Wine, mungkin....
(KE TEMANNYA) Wine, mungkin....
KAWAN WIRA Ah, tidak usah repot-repot. Saya sedang
bertugas, jadi tidak boleh saya berlama-lama di sini.
ORANG Cuma sebentar saja, koq. Kopi?
Susu? Kopi Susu?
KAWAN WIRA Teh saja.
ORANG Oh, cuma teh? (KEPADA TEMANNYA
MENYURUH MEMESANKAN TEH)
ORANG Ada apa to, mas? Hari hari ini
sepertinya penjagaan lebih ketat, ya?
KAWAN WIRA Ndak ada apa-apa. Tugas kami ya memang
seperti itu, kan?
ORANG Betul juga. Mas ini kayaknya
orang jujur, ya?
KAWAN WIRA Aku orang yang paling tidak suka
kebohongan. Kita harus berani hidup jujur, apapun resikonya. Dalam hidup ini,
jujur adalah yang terpenting.
ORANG Iya, betul kan kata saya? Memang
kelihatan, orang jujur itu kayak mas-nya ini. Wajahnya kelihatan cerah, itu
menandakan punya aura positif.
Tapi ngomong ngomong, ini mas-nya baru dipindah-tugaskan di sini, ya? Soalnya kami baru ini lihat mas-nya...
Tapi ngomong ngomong, ini mas-nya baru dipindah-tugaskan di sini, ya? Soalnya kami baru ini lihat mas-nya...
KAWAN WIRA Baru pertama ini ditugaskan di luar
istana.
ORANG Sebelumnya?
KAWAN WIRA Di dalam istana.
ORANG Ooo.... Cuma dari dalam terus ke
luar, gitu tok to?
KAWAN WIRA Ya, karena ada keadaan yang mendesak, dan
membutuhkan tambahan penjagaan.
ORANG Ada apa to sebenarnya?
KAWAN WIRA Ndak ada apa-apa.
ORANG Ah, jangan bohong. Kami ndak
percaya. Belum ada semenit yang lalu, Kawan mas juga berkeliling di sini.
Seperti mencari seseorang...
KAWAN WIRA Iya
ORANG Siapa yang lagi jadi buron?
KAWAN WIRA Eh, ndak. Ndak ada. Kalian tenang saja,
ndak ada apa-apa. Selama kalian hidup wajar, tidak aneh-aneh apalagi mengganggu
orang lain, tidak perlu ada yang kalian khawatirkan.
ORANG Yang dicari itu satu orang atau
sekelompok orang, to mas?
KAWAN WIRA Hanya satu orang
ORANG Oo... Namanya?
KAWAN WIRA Eh, bukan. Saya salah ngomong. Aduh,
kalian ini. Jangan pancing-pancing saya, to...
(HENDAK BERGEGAS PERGI)
(HENDAK BERGEGAS PERGI)
ORANG (MENAHANNYA) Sebentar to...
Buronan itu namanya siapa?
Buronan itu namanya siapa?
KAWAN WIRA Prana.
Ah, sudah.... Ini rahasia! Kenapa kamu nanya-nanya terus?
Ah, sudah.... Ini rahasia! Kenapa kamu nanya-nanya terus?
ORANG Karena mas-nya orang jujur... !!
KAWAN WIRA Awas ya, jangan bilang kepada siapapun
soal ini. Aku bisa tidak dipercaya nanti. (PERGI)
DI
SUDUT YANG LAIN
ORANG Betul itu yang kamu katakan?
ORANG Aku bohong itu ya gunanya buat apa? Kalau
kamu ndak percaya, tanya sama ini. (KE TEMAN DI SEBELAHNYA). Dia ini malah tahu
sendiri, bahkan pernah mencicipi sendiri.
ORANG Bener?
DAN
SESEORANG, YAKNI PRANA, TIBA-TIBA TELAH ADA BERSAMA MEREKA.
ORANG Hei kamu jangan asal mangap!
ORANG Loh, kemarin kamu sendiri yang cerita,
kan?
ORANG Kemarin memang aku crita soal bisnis yang
dijalankan Nara, bisnis esek-esek. Tapi kamu ndak dengar waktu aku bilang ada
catatan kakinya.
ORANG Catatan kaki? Maksudmu?
ORANG Catatan kaki, bahwa crita ku itu juga
katanya katanya katanya ...
ORANG Tapi kalau betul apa yang kamu dengar,
ini berarti sudah ndak bener. Warga di sini itu baik-baik. Warga di sini itu
baik-baik dan taat beribadah. Kalau nanti jadi rusak, ya berarti Nara itu musuh
warga yang harus disingkirkan.
PRANA Mbok sebaiknya jangan berprasangka buruk
dulu. Tidak baik. Ya, kalau benar. Kalau salah? Jadi fitnah.
ORANG Kamu itu siapa, koq tiba-tiba ikut
nimbrung?
PRANA Saya orang biasa. Hanya seorang penjual
kain batik. Ini kain -kain batiknya, kalian mau beli? Satu dua potong boleh
lah, buat penglaris.... Silakan dipilih sendiri yang kalian suka. Murah koq...
ORANG Lagi ndak mood untuk beli batik, nanti
saja. Ini lagi membahas soal hot, malah ditawari batik ...
ORANG Tapi agak benar juga pendapatnya loh ...
Nara itu selalu bisa membayar pajak yang dibebankan oleh Wira, bahkan kita
lihat sendiri, namanya semakin terkenal dan dia semakin kaya. Memang
mencurigakan, usaha-usaha yang dilakukan itu apakah benar-benar legal atau
tidak. Tapi kita tetap jangan berprasangka jelek dulu ...
ORANG Legal ndak legal, yang pasti
mencurigakan, kan?
ORANG Betul juga. Sebentar, atau mungkin Nara
itu punya Jimat penglaris.
ORANG Misalnya?
ORANG Misalnya, dia pakai susuk di mulutnya
agar apa yang dikatakannya mudah dipercaya orang. Atau pasang susuk di sini, dengan
tujuan agar jalan pikirannya selalu masuk akal bagi orang lain yang
mendengarkannya. Atau, bisa juga dipasang di sini, biar ...
ORANG Kamu kepencut? Makin ndak nggenah
omonganmu.
PRANA Sudahlah, urusan orang lain itu biar
diurus mereka sendiri. Kalian mikir urusanmu sendiri saja. Sudah sini, beli
kain batik saja ... Ini karya seni kita yang sudah diakui dunia lo ...
ORANG Beli itu buat apa? Paling enak di dunia
ini, ya membicarakan orang lain, ya to ...?
ORANG Lambemu ...
PRANA Kalau kalian ndak suka, ya beli buat
istri to ... Sesekali menyenangkan hati istri, itu malah dapat pahala ... bener
ndak?
TIBA-TIBA
NARA DATANG
PRANA Nara, ada apa?
Kamu seperti tergesa-gesa.
Kamu seperti tergesa-gesa.
NARA Gawat. Orang-orang Wira datang ke
tempatku, dan mencarimu.
PRANA Mereka mencari aku? Memangnya ada apa?
NARA Aku tidak tahu. Yang pasti, aku ingin
kamu segera meninggalkan wilayah ini. Aku tidak ingin terjadi apa-apa denganmu.
PRANA Nara ... Hei, kamu kelihatan seperti
ketakutan begitu? Bukan, ini bukan Nara yang aku kenal. Nara tidak pernah takut
menghadapi sesuatu apapun, bukan?
NARA Aku tidak takut. Tidak pernah.
Tapi untuk kali ini, aku benar benar merasa khawatir mereka akan mencelakai kamu. Aku benar-benar tidak mampu untuk menghentikan lariku, dan mencari-carimu. Prana, dengarkan aku, segeralah pergi. Tinggalkan tempat ini.
Tapi untuk kali ini, aku benar benar merasa khawatir mereka akan mencelakai kamu. Aku benar-benar tidak mampu untuk menghentikan lariku, dan mencari-carimu. Prana, dengarkan aku, segeralah pergi. Tinggalkan tempat ini.
PRANA Tidak Nara ...
NARA Prana, kamu mau dengar aku bukan?
Mereka mencarimu, dan aku melihat wajah mereka garang, blingsatan, seperti harimau yang haus darah. Ini jelas pertanda tak baik.
Mereka mencarimu, dan aku melihat wajah mereka garang, blingsatan, seperti harimau yang haus darah. Ini jelas pertanda tak baik.
PRANA Nara, kamu juga mau dengarkan aku,
bukan?
Dengar, aku tidak takut kepada siapapun. Kepada hidup maupun kepada mati, aku tidak takut. Apalagi kalau untuk alasan yang dapat membuatku bahagia.
Lagi pula kenapa aku harus pergi, sementara aku tidak tahu apa alasanku pergi, Nara.
Dengar, aku tidak takut kepada siapapun. Kepada hidup maupun kepada mati, aku tidak takut. Apalagi kalau untuk alasan yang dapat membuatku bahagia.
Lagi pula kenapa aku harus pergi, sementara aku tidak tahu apa alasanku pergi, Nara.
NARA Aku tidak tahu kenapa mereka mencari
kamu. Tetapi perasaanku mengatakan lain. Mereka mencarimu untuk maksud yang
jahat.
PRANA Iya, itu hanya perasaanmu. Maka tidak
usah kuatir. Aku akan baik-baik saja. Percayalah.
NARA Mengapa kamu tidak mau mendengarkan
aku ...
Aku juga ingin kamu baikbaik saja.
Aku juga ingin kamu baikbaik saja.
TIBA-TIBA
DATANG WIRA DAN KAWAN-KAWANNYA
Scene 10
TIBA-TIBA WIRA
DAN KAWAN-KAWANNYA DATANG
NARA Prana, cepatlah kamu pergi
dari sini.
PRANA Tidak, aku akan tetap di
sini. Aku ingin tahu apa mau mereka sebenarnya.
WIRA Bagus!
KAWAN WIRA 1 Langsung saja kita tangkap!
WIRA (KEPADA KAWAN WIRA)
Sebentar ... Benar ini yang bernama Prana?
KAWAN WIRA 2 Benar. Orang ini yang ternyata selama ini
ada di balik pejuangan Nara. Terang saja Nara selalu bisa membayar pajak, karena
orang ini selalu membantunya.
NARA Jangan
asal bicara!
PRANA Kalian
salah! Aku tidak memberikan bantuan apapun ke Nara. Dia mampu membayar pajak
atas usaha-usahanya sendiri. Aku hanya rekan bisnisnya, tidak lebih.
WIRA Awalnya
begitu, tapi lama kelamaan? Hubungan kalian semakin akrab, kan? Bahkan melebihi
dari apa yang dilihat orang-orang.
PRANA Mana
buktinya?
WIRA Buktinya?
Buktinya kalian ada di sini, berduaan. Itu bukan bukti? Kalian membahas bisnis
di sini? (TERTAWA) Tidak mungkin!!
Tapi sudahlah, aku tidak apa-apa. Kalian memiliki kebebasan. Aku sendiri sudah menyatakan kamu boleh beraktivitas apapun, asal pajak kamu lunasi.
Tapi sudahlah, aku tidak apa-apa. Kalian memiliki kebebasan. Aku sendiri sudah menyatakan kamu boleh beraktivitas apapun, asal pajak kamu lunasi.
PRANA Nah,
kamu sendiri mengatakan demikian. Lalu kenapa kamu mencari cari aku?
WIRA Persoalannya
semakin rumit. Tidak sesederhana yang kamu pikirkan. (KEPADA NARA) Dan
kerumitan ini berawal dari sikapmu. Semua yang selama ini aku hadapi selalu
mudah, tetapi kamu membuat persoalan ini menjadi rumit.
Tidak pernah aku menjumpai orang yang
begitu getol mempertahankan harga diri. Mereka semua selalu tunduk dan mau
mengerti keinginan-keinginanku. Tetapi kamu, tidak sama sekali!
NARA Aku
sudah membayar pajak, dan itu memenuhi keinginanmu, bukan?
WIRA Baiklah
kalau kamu belum paham dengan keinginanku sesungguhnya. Itu terserah kamu saja!
Demikian pun apa yang akan menjadi keputusanku, adalah terserah kehendakku.
Sebagai harta rampasan, sebaiknya kamu tidak
bersikap seperti itu. Karena kamu dan bangsamu sudah dikalahkan. Bahkan untuk
berbicara saja semestinya kamu meminta ijin terlihat dahulu, bukan malah
bersikap melawan seperti ini.
Aku ingin kamu segera menyadari hal ini. Agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak kamu inginkan.
Kembalilah ke istana, dan hidup damai bersamaku.
Niscaya kita akan menyaksikan dan merasakan hal-hal menyenangkan di sana. Kamu
tidak akan berusaha hidup seperti selama ini.
NARA Cuh!
WIRA (TERTAWA)
Sekali lagi kamu menolaknya.
PRANA Jangan
paksa Nara menuruti keinginanmu, kalau dia tidak mau. Dan sebaiknya kamu mulai
belajar untuk mendengar suara warga masyarakat. Bukan selalu mendengarkan
nafsu-nafsumu semata!
WIRA (TERTAWA)
Kamu mengajari aku?
PRANA Aku
mengingatkanmu. Kamu seorang pimpinan. Orang-orang di sini menggantungkan
harapan kehidupan yang lebih baik kepadamu. Tapi kalau kamu tidak mendengarkan
mereka, jangan salahkan juga mereka akan bergerak sendiri. Mereka akan
melawanmu!
WIRA Cukup!
Tangkap dia!
Tangkap juga siapapun yang melawan perintahku!
Tangkap juga siapapun yang melawan perintahku!
KAWAN-KAWAN WIRA MENANGKAP PRANA DAN MEMBAWANYA
PERGI.
WIRA Nara,
cepat atau lambat kamu akan menerima tawaran baikku. Aku memberimu sedikit
waktu dan kesempatan memikirkan itu lagi.
NARA Aku
sudah memikirkannya. Tidak usah memberiku waktu, seolah kamu baik kepadaku.
WIRA Kita
lihat saja nanti ...
LALU WIRA PERGI MENINGGALKAN NARA.
TAK BERAPA LAMA BEBERAPA ORANG
TERGOPOH-GOPOH DATANG.
ORANG Nara
...
ORANG Nara
...
NARA Ada
apa?
ORANG Rumah
tempat usahamu dibakar orang ...
NARA Apa?
Ibu dan Gendhuk?
ORANG Ibumu
dan Gendhuk juga tidak kami temukan. Mungkin mereka dibawa Wira dan kawan-kawannya.
NAMPAK DI BAGIAN
BELAKANG CAHAYA DARI API KEMERAHAN BERKOBAR-KOBAR. ORANG-ORANG BERLARIAN
TUNGGANGLANGGANG, KACAU. UNTUK BEBERAPA SAAT. LALU TIBA-TIBA SENYAP. GELAP.
BLACK OUT.
Scene 11
DI BAGIAN BELAKANG
PANGGUNG KINI NAMPAK 3 ORANG YANG TELAH MATI, TERGANTUNGGANTUNG PADA TALI, DAN
MASIH DALAM KEADAAN TERBELENGGU. GENDHUK, IBUNYA GENDHUK DAN PRANA. MUSIK
INSTRUMENTAL MOKSA.
PERLAHAN NARA
JUGA NAMPAK DI PANGGUNG. MATANYA MERAH SEMBAB, NAMUN MENYALA.
NARA Mengapa
kalian pergi meninggalkan aku? Mengapa?
Tidakkah kalian lihat, perjuangan ini belum selesai. Kemerdekaan yang kita cita-citakan belum tercapai.
Tidakkah kalian lihat, perjuangan ini belum selesai. Kemerdekaan yang kita cita-citakan belum tercapai.
TIGA PRIBADI Ialah Gendhuk. Melihatnya adalah melihat keceriaan bocah yang
tak pernah mengenal lelah. Tawa dan keberanianmu bicara jujur, adalah kerinduan
manusia hari ini. Karena setiap dari mereka saat ini dikuasai
ketakutan-ketakutan. Terlebih takut untuk menjumpai diri mereka sendiri yang
rapuh. Tapi dia tidak. Dia adalah keceriaan dan kejujuran itu sendiri.
NARA Aku
akan sepi tanpanya, tak ubahnya berjalan di tengah malam yang tanpa ujung.
TIGA PRIBADI Ibu, kasihnya seperti langit di kehidupan ini. Ia merengkuh dan
memeluk semua yang tumbuh dari dalam diriku. Segala hal baik dan buruk yang ada
padamu, ia pahami dengan sepenuh cinta. Bahkan di saat hujan badai dan
kesulitan hidupmu bertubi-tubi, ia setia di sini bersamamu. Turut serta
merasakan apa yang kamu rasakan. Dia adalah rahim kebajikan-kebajikan.
NARA Di
mana aku akan mencari pedoman, jika kamu pun tiada.
TIGA PRIBADI Prana, adalah makna kehadiran. Dari tiada kembali tiada, tetapi
dia telah hadir dan memberi makna. Ialah untuk apa hidup ini dianugrahkan.
Ialah tujuan mengapa ada. Namun kita juga harus menyadari bahwa setelahnya,
kembali tiada. Untuk itulah namanya diciptakan, namanya ditulis, dan namanya
terukir di hatimu.
NARA Kamu
adalah ingatan akan sebuah makna kehadiran.
TIGA PRIBADI Nara, kamulah api yang menyala. Kamulah jiwa yang dipenuhi
gairah hidup, sebagaimana api yang menyala.
Sucikan kembali hatimu. Dan lanjutkan apa yang
telah dimulai. Selesaikan apa yang harus kamu selesaikan. Nyala api di dalam
jiwamu, dibutuhkan setiap manusia, di seluruh bangsa-bangsa.
KEMUDIAN PANGGUNG
TERANG, DAN HANYA MENYISAKAN NARA BERDIRI DI TENGAH PANGGUNG.
NARA MERENTANGKAN
KEDUA TANGANNYA.
NARA Terjadilah....
LAMAT-LAMAT
TERDENGAR NYANYIAN MOKSA.
Di hadapanmu, aku terpaku
Lembayung senja redupkan mata
Tak kucemaskan lagi kali ini
Sesuatu yang datang pasti akan pergi
Tetaplah engkau berteguh hati
Di hadapanmu, engkau pesona
Leleh egoku luluh angkuhku
Habis kata habis suara tinggal rasa
Melambung di langit kedamaian
Yakinlah kita selalu bersama
Di hadapanmu, aku terpaku
Lembayung senja redupkan mata
Tak kucemaskan lagi kali ini
Sesuatu yang datang pasti akan pergi
Tetaplah engkau berteguh hati
Di hadapanmu, engkau pesona
Leleh egoku luluh angkuhku
Habis kata habis suara tinggal rasa
Melambung di langit kedamaian
Yakinlah kita selalu bersama
BLACKOUT
LAGU PENUTUP
SEMESTA SAHABAT
Sungguh damailah rasanya
saat pandang langit biru
Burungburung pun beterbangan melintasi matahari
Lalu angin berhembus di antara rumputan
Menyejukkan suasana, mengisi ruang jiwa
Selayang kuingat dirimu
Saat semua tlah berlalu
Kita kuat jika bersama melewati suka duka
Lari dan terbang tinggi tak peduli onak duri
Kita bergandeng tangan, kita saling kuatkan
SEMESTA SAHABAT
Sungguh damailah rasanya
saat pandang langit biru
Burungburung pun beterbangan melintasi matahari
Lalu angin berhembus di antara rumputan
Menyejukkan suasana, mengisi ruang jiwa
Selayang kuingat dirimu
Saat semua tlah berlalu
Kita kuat jika bersama melewati suka duka
Lari dan terbang tinggi tak peduli onak duri
Kita bergandeng tangan, kita saling kuatkan