27/12/11

Unik, Meriahkan Pernikahan dengan Pentas Budaya

Jepara - Prosesi akad nikah pasangan Asyari Muhammad dan Yuliana Khoirun Nisa telah usai dan berjalan lancar, Sabtu (29/10) kemarin. Senin malam (31/10) untuk memeriahkan pesta perkawinan, di rumahnya Jl. Kauman I RT.03 RW.02 Margoyoso Kalinyamatan Jepara disemarakkan dengan Pesta Budaya.

Selepas maghrib, kediaman penyair ternama ini sudah dipadati oleh tamu yang datang dari berbagai penjuru. Sejak pukul 18.00-20.00 WIB rumahnya tidak ada spesial kecuali hanya hiruk-pikuk tamu undangan serta suara tembang-tembang yang keluar dari CD Player maupun MP3. Namun saat jarum jam telah menujukkan pukul 20.05 WIB suasana berubah. Berubah menjadi panggung pertunjukan untuk menghibur pasangan mempelai serta hadirin yang datang.

Ya, begitulah Pentas Budaya yang membahana dari gang I desa Margoyoso. Tampil dalam kesempatan itu Firda n Friends menghentakan organnya. Ada juga pembacaan puisi dari MM Bhoernomo (Kudus), Ullyl Ch (Kudus), Catur (Pekalongan) dan Mustaqim Umar (Jepara). Dua teater pelajar Jepara, Bosas (SMKN 3 Jepara) serta Tekad Kap (SMAN 1 Mayong) mempertontonkan aksi panggungnya. Selain itu beberapa grup band juga ikut tampil; Fos, Jam Station, Kopi Ireng, Cupu-cupu dan Blucious.


Kado Pernikahan

Bersamaan dengan pesta perkawinannya mereka memberikan kado pernikahan untuk hadirin berupa Kumpulan Puisi Sebatang Rusuk Untukmu. Buku puisi setebal 87 itu ditulis oleh puluhan penyair diantaranya; Budhi Setyawan, Sosiawan Leak, Hendro Martojo, Asa Jatmiko, Galih Pandu, Hadi Lempe, Nurani Mettawati, Sunardi KS, Apito Lahire, Seruni, Budi Ismanto, Dian Hartati dan masih banyak lagi.

Asyari Muhammad kepada Wartawan mengatakan Kumpulan Puisi memang sengaja dibuat semacam buku saku agar bisa dibawa kemana-kemana. "Kado pernikahan memang kami sengaja dibuat simpel agar bisa ditenteng kemana-kemana," katanya disela-sela menjamu tamu undangan.

Antologi puisi itu, ungkapnya di cetak dengan jumlah terbatas. "Karena buku kami cetak dengan sangat terbatas maka buku kami bagikan untuk para penulis maupun teman-teman yang berkecimpung di dunia sastra," tambahnya.

Dengan keterbatasan yang ada, ia meminta maaf kepada sahabat-sahabat yang kebetulan belum kebagian kado pernikahannya. "Sekali lagi kami meminta kepada teman-teman saya yang belum kebagian buku. Hal itu karena keterbatasan yang kami miliki," tuturnya. (Syaiful Mustaqim/ FM) diambil dari INDONESIA TODAY

Artefak Cinta


Sudah tertulis di atas batu,
Hanya cinta sehebat waktu.
Akulah rakai pikatan yang membangun ini candi.
Seluruh kekuatan dan perhatian tercurah di sini.
Engkaulah prameswara,
Yang datang dan membaca relief dan artefaknya.
Dan kau akan tahu,
Yang terbaca di puncaknya adalah cinta.
Prasasti bagi ruang dan waktu yang rapuh.
Pegangan bagi hati kita sering terjatuh.

Di tabir malam kau bernyanyi di taman lumbini.
Suara bening yang mengambar dari lubuk hati.
Engkau putuskan memilihku sebagai jalan tengah.
Antara bumi dan hati: menyatu dan takkan belah.
Menjelmakan sungai.
Melayarkan perahu kita.
Ke samudra penuh cinta.

Aku membiarkanmu mencium keningku,
Karena apalah dayaku melawan kuatnya cintamu.
Engkau adalah kepercayaan
Tempatku menggantungkan harapan
Dian untuk menyusuri kehidupan.


Kudus, 2007

21/12/11

Camo 102, Summer Hills

Dago. Kemegahan yang sunyi.
Dan dia pergi.
Gerimis. Lalu bersisakan rintih anak gadis.
Di ujung rambut yang 12 tahun, menyisir trotoar.

Ada sih kerlip mata.
Tetapi risih.
Tetes gerimis kental meramu cerita.
Mereka ketemu di satu prahara.

Dia bertatto Dago.
Hal hujan, dan kelilingan perbukitan.
“cinta mesti dibasuh di sini.”
Kubangan untuk berendam-diri.
Agar tak menjauh dari suhu alam.

Dia telah pergi. Ke dasar kubangan.
Di Camo aku mengenangnya;
Menjadi puisi, yang kini kau baca.
“perih,
tapi penuh cinta.”

Trotoar Dago, Bandung - 11/11/11.

19/12/11

Djarum Sumbangsih Sosial - Operasi Katarak Mata II


"Ini merupakan operasi kedua," kata Masiran, 70, salah seorang peserta operasi katarak mata persembahan dari Djarum Sumbangsih Sosial. Dua bulan sebelumnya, di acara yang sama, Masiran telah menjalani operasi katarak untuk mata sebelah kiri. Dan pada 17 dan 18 Desember yang lalu, menjalani operasi untuk mata sebelah kanan. Akhirnya semakin lengkaplah, terang dunia kembali dirasakan oleh kedua matanya yang selama ini terselubung kabut katarak.


"Saya sungguh bersyukur. Operasi ini terlaksana atas bantuan Djarum," lanjut Masiran. Saya mendoakan semoga orang Indonesia merokok Djarum semuanya, kata Masiran penuh syukur. Begitulah luapan kegembiraan Masiran, sebagaimana disampaikannya kepada WKD sesaat sebelum meninggalkan RS Mardi Rahayu.


Operasi Katarak Mata tahap kedua telah berlangsung. Ada 46 saudara yang telah berhasil doperasi, 2 orang dinyatakan gagal karena alasan kesehatan, sementara 4 orang lainnya yang direncanakan ikut, akhirnya tidak datang sampai pelaksanaan operasi berakhir.



Pada kesempatan tersebut tampak hadir FX Supanji, Senior Manager HRD berada di tengah-tengah kegiatan berlangsungnya operasi katarak mata tahap kedua ini, bersama Budi Darmawan, Corcomm Manager. Kemudian terlihat pula Petrus Eko Singgih dari HRD, didampingi Elyta Handayani dari Public Affair dan Fransisca Berty dari EHS PT. Djarum. Ditambah rekan-rekan medis, seperti; Tatik, Yati, Lina dan Sri Mukti. Semua melayani dengan sepenuh hati, saudara-saudara dari keluarga Djarum yang menjalani operasi.




Pada kesempatan tersebut, Budi Darmawan juga menyampaikan selamat kepada seluruh peserta operasi katarak tahap kedua. "Pada kesempatan berikutnya, kami juga ingin keluarga Djarum mengajak tidak hanya saudara tetapi mungkin juga tetangganya yang menderita katarak, yang kebetulan kurang mampu, dapat kita bantu menjalani operasi katarak ini." Semoga.***

Liputan: Asa Jatmiko

09/12/11

Asah Pena Jurnalis WKD

----------------------------------------------------
Pengantar: Pada sebuah penerbangan dari Semarang ke Jakarta untuk mengikuti pelatihan jurnalistik koresponden WKD (Warta Keluarga Djarum), sambil menunggu boarding, sebagaimana para penumpang lain yang sibuk membaca, seolah saya terpanggil juga untuk ikut sibuk membaca. Akhirnya saya ambil saja satu majalah yang terselip di belakang kursi penumpang di depan saya. Sebuah media internal milik sebuah BUMN. Media tersebut tersaji dalam dwi bahasa, Indonesia – Inggris. Keren. Tutur bahasa tulisnya baik, penataan foto dan gambar-gambar ilustrasinya menarik. Dan ketika saya membaca Bali pada salah satu halamannya, saya lupa sedang terbang di atas Pulau Jawa.
----------------------------------------------------


Bertempat di Summer Hills, Bandung, para jurnalis WKD yang selama ini aktif dan konsisten menjadi koresponden WKD dari seluruh site Djarum di Indonesia, berkumpul untuk pelatihan jurnalistik, 9 – 11 November 2011. Inilah pertemuan pertama semenjak lahirnya WKD 9 tahun ini, setelah melihat bagaimana meniscayakan WKD sebagai media komunikasi internal keluarga Djarum yang lebih baik dan lebih menarik ke depan.

Rudijanto Gunawan selaku pemimpin redaksi menuliskan tagline pada saat pembukaan acara “Pelatihan Jurnalistik Pertama WKD”. Pelatihan ini, harapan Rudijanto Gunawan dalam sambutannya di depan 27 peserta, akan menambah kemampuan jurnalis kita di WKD. Kata “pertama” yang dimaksudkan adalah konsistensi kita semua untuk terus mengembangkan WKD ini, berikutnya dan terus-menerus. Dari selorohan Warta Karepe Dhewe menjadi Warta keluarga Djarum yang benar-benar lebih baik. Syukur-syukur menjadi Warta Keluarga Dunia, ujarnya disambut tepuk tangan antusias peserta pelatihan. Itulah sekelumit perwujudan semangat untuk memajukan media kita tercinta.

Ruang Konferensi di Summer Hills Hotel pada malam pertama sungguh telah menampakkan gairahnya, ketika pelatihan sesi pertama dimulai. Tampil sebagai narasumber adalah Rudy Novriyanto, seorang wartawan senior Majalah TEMPO. Ia memaparkan bagaimana sebuah media internal bisa dibangun dan dikembangkan secara maksimal.

Bertolak dari pengalamannya di TEMPO, Rudy Novriyanto banyak menjelaskan tentang bagaimana sistem keredaksian disusun, peranan dan fungsi dewan redaksi, reporter hingga tahap yang paling krusial dan menentukan, yakni ketika redaksi mulai membuat perencanaan materi sampai pilihan-pilihan rubrikasi yang sesuai dengan potensi yang dimiliki keluarga Djarum.
Rekan-rekan yang datang dari penjuru Indonesia, secara antusias dan menggebu merespon setiap sesi diskusi. Bahkan, acapkali pertanyaan yang diajukan oleh peserta meluas dari topik pembicaraan, seperti soal teknik menulis dan ragam gaya penyajian berita, misalnya. Padahal sesi mengenai hal itu baru akan digelar besoknya.

Sekali lagi, peran serta aktif seluruh peserta telah membuktikan, bahwa memang ada kerinduan yang kuat untuk segera memperbaiki WKD. Baik dari tampilan, lay-out hingga kualitas penyampaian berita sehingga di tangan pembaca WKD juga akan menjadi media yang dinantikan kehadirannya. Tidak hanya sekedar hadir, sesaat dibaca kemudian ditinggalkan tergeletak di atas meja atau rak buku. WKD bisa menjadi sebuah media yang berisi jalinan komunikasi yang indah, informatif sekaligus manusiawi. Layaknya kita menantikan kedatangan suami atau istri kita setiap sore sehabis bekerja, dinantikan karena kehangatan dan keakrabannya, untuk kemudian bersama-sama membicarakan berbagai hal - merangkai masa depan lebih baik.


Ayo Menulis!

Semakin lengkaplah pelatihan jurnalistik koresponden WKD, dengan dihadirkannya Sigit Rahardjo, seorang wartawan Tabloid KONTAN dari Gramedia Group, sebagai narasumber pada keesokan harinya. Sigit Rahardjo banyak menguraikan lebih banyak mengenai teknik menulis, bagaimana memulai, mengusir ‘hantu-hantu’ yang membelenggu pikiran saat sedang menulis hingga ragam gaya penulisan dan praktek reportase kemudian menyajikannya ke dalam sebuah tulisan liputan.
Siapkan alat tulis apa saja, kertas, mesin tik, komputer, laptop atau tablet, dan jangan tunggu apa-apa lagi. Jangan berpikir terlalu lama ketika hendak menulis. Terlalu lama berpikir hanya akan memberi kesempatan pada Tuan Penyensor di dalam diri kita untuk menghakimi keinginan menulis.

Tak satu pun dari kita yang tidak bisa menulis, kata Sigit Rahardjo. Oleh karena itu, siapapun yang bisa menulis sebenarnya bisa menjadi seorang penulis. Menulis apa saja, mulai dari menulis surat, sms bahkan sekedar menulis pesan di secarik kertas. Mari kita buktikan, ajaknya. Lalu Sigit Rahardjo memberi tugas ringan untuk seluruh peserta, setiap peserta membuat sms ajakan makan malam kepada rekan di sebelah kirinya, dan kirimkan. Semua peserta melakukannya, karena menulis sms memang sudah menjadi kebutuhan dan kebiasaan kita semua selama ini. “Gampang, kan? Ternyata semua memang bisa menulis,” tegasnya.

Lebih dalam Sigit menjelaskan bagaimana teknik menulis yang baik dan enak dibaca. Susunan kalimat yang idealnya memenuhi unsur SPOK (Subyek – Predikat – Obyek – Keterangan), kecermatan penulisan kata dan kalimat dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Serta bagaimana sebuah berita dibangun dan dituangkan secara lengkap dengan memiliki unsur-unsur Apa – Siapa – Kapan – Dimana – Mengapa – Bagaimana atau lebih dikenal sebagai 5W + 1H.


WKD dan Pelatihan Jurnalistik

Pelatihan jurnalistik untuk para koresponden WKD ini diikuti oleh 27 peserta yang berasal dari Kantor HQ Jakarta (Andrianto Wibowo Nuswanto, Budi Erianto, Dhanny Winata Hoeniarto, Fredric Wijaya dan Vivi), Kudus (Soejatno, Endar Mardian Utama, Muh. Sholihin, Jumari HS dan Asa Jatmiko), DSO Pekanbaru (Singgih Wahyu Dewantoro), DSO Tangerang (Wawan Dwi Santosa), DSO Subang (Erick Riyanto), DSO Cirebon (Fransiskus Adityas), DSO Bandung Kabupaten (Rickardo Siagian), DSO Tasikmalaya (Willy Andriansyah), RSO Bandung (Yudhi Artanto dan Bambang Laksana), DSO Banjar (Yudi Syarif), DSO Purwokerto (Andrejas Barkah Sanjoto), DSO Tegal (Fahmi B. Kurniawan), RSO Semarang (Antonius Yudo Prihartono), DSO Jogjakarta (Haris Fujiari), DSO Malang (Eko Sulistiyo), DSO Palu (Pratiwindya Dewangga Putra), DSO Denpasar (I Putu Parnata), dan dari RSO Surabaya (Martan Arlianto).

Seakan menjawab apa yang selama ini dirindukan oleh semua peserta yang selama ini aktif mengisi lembaran WKD, bahwa pelatihan jurnalistik tersebut sangat penting bagi peningkatan kemampuan menulis untuk media dengan baik. Selain itu, dengan pertemuan tersebut juga akan memberikan gambaran lebih jelas tentang bagaimana WKD akan bergerak dan berkembang ke depan, menyatukan visi-misi dan konsep pengembangan media WKD sehingga langkahnya bisa berderap bersama dan berirama.

Kemampuan menulis memang memerlukan banyak latihan dan praktek. Sedikit ketrampilan saja, tetapi dibarengi dengan kemauan yang kuat untuk selalu berlatih, mengasah kepekaan dan kejelian dalam mengamati peristiwa, tetap akan banyak membantu keberhasilan untuk menuliskan berita dengan baik. Tidak harus menjadi “ahli”, karena tugas utama rekan-rekan tetaplah pekerjaan masing-masing di bagiannya, tetapi paling tidak para jurnalis WKD paham dan nantinya mampu menulis dengan kaidah jurnalistik yang baik.

Maka tak ubahnya ladang gersang, program pelatihan ini telah menjadi air hujan bagi WKD; menyegarkan kembali semangat menulis, menumbuhkan tunas-tunas kecintaan menulis dan diharapkan nantinya subur bersemi dan berbuah. WKD yang hadir dengan tulisan-tulisan bernas, berwawasan tetapi juga menarik akan dirindukan kehadirannya. Dari sinilah, WKD tidak hanya terbit untuk kemudian diletakkan begitu saja setelah membolak-balik halamannya sebentar, melainkan akan menjadi bahan pengembangan, pendokumentasian, sarana saling mengenal dan menyatukan, media yang berisi tulisan saling berbagi semangat, dan akhirnya WKD menjadi media yang mampu berkontribusi bagi Djarum. Sebagaimana diamini oleh para peserta pelatihan, seperti Soejatno dan A. Yudo Prihartono bahwa WKD juga niscaya dapat menjadi agen perubahan yang penting bagi kemajuan Djarum.


Fotografi Berperan Penting

Potensi dunia fotografi di kalangan karyawan Djarum selama tiga tahun terakhir menunjukan perkembangan yang sangat tajam. Dunia fotografi sudah bukan barang langka, bahkan sudah sangat akrab, ditandai dengan adanya wadah Djarum Photography Club (DPC), misalnya. Memang pada kenyataannya pula, makin banyak rekan-rekan Djarum yang sekarang sudah memiliki sendiri peralatan fotografi dari model lama dan termurah hingga model kamera yang digital, canggih dan berharga tinggi. Dari kamera pocket hingga DSLR. Hal ini menunjukan hobby dan kecintaan terhadap fotografi telah mewabah dan bahkan telah menjadi trend.
Bukankah ini juga merupakan potensi? Potensi inilah yang seyogyanya ditangkap oleh WKD, sebagai media ekspresi, pengembangan pengetahuan serta tidak kalah penting adalah mengkomunikasikan berbagai pernik dan perkembangan Djarum melalui gambar/foto.

Tetapi, menyitir kata-kata seorang fotografer senior Indonesia Arbain Rambey, bahwa tidak pernah ada kamera yang terbaik, yang ada hanya fotografer terbaik. Yang penting adalah manusianya, bukan alatnya. Maka pelatihan juga menghadirkan Hendra Suhara, seorang fotografer yang juga bekerja di KONTAN. Foto yang baik adalah foto yang jelas dan mudah dipahami oleh semua orang yang melihatnya, kata fotografer Hendra Suhara. Dengan demikian, foto seharusnya mampu ‘berbicara’ sendiri meskipun tidak disertai keterangan foto atau dijelaskan oleh fotografernya.

Pada foto jurnalistik, kaidah 5W + 1H tetap merupakan hal wajib dalam setiap melakukan pemotretan, tambahnya. Lalu lebih jauh Hendra menjelaskan banyak tentang teori fotografi serta tips-tips pemotretan agar menghasilkan foto yang baik. Dari sini kita semua bisa berharap, WKD ke depan akan tampil penuh warna dan menarik. Berita akan disajikan dengan bahasa yang enak dibaca, sementara foto-foto akan tampil dengan gambar yang tidak hanya indah, juga mampu ‘berbicara’ dan mudah dimengerti.


WKD ke Depan

Pada salah satu kesempatan penutupan acara, Rudy Lewono selaku Dewan Redaksi WKD mengatakan bahwa sekarang yang paling penting kita lakukan setelah pelatihan ini adalah menulis dan menulis, agar tulisan kita semakin baik. Tunjukan dan buktikan dulu kemampuan kita semua itu. Angkatlah semua peristiwa dan potensi membangun yang ada di Djarum ini.
Rudy Lewono juga berharap pada waktu selanjutnya para penulis WKD tidak hanya 27 orang ini. Semakin banyak dan semakin menjangkau seluruh bagian dan DSO, sehingga semakin lengkap isinya. Sementara itu, Budi Darmawan juga mengatakan optimismenya jika WKD ke depan bisa terbit dua bulan sekali. “Melihat potensi dan banyaknya rekan-rekan bergabung untuk menulis di WKD, terbit dua bulan sekali bukan hal yang mustahil. Stock tulisan pasti akan lebih terjamin,” jelasnya.

----------------------------------------------------
Penutup: Pada penerbangan dari Jakarta ke Semarang setelah mengikuti pelatihan jurnalistik koresponden WKD, sebagaimana biasanya para penumpang lain yang sibuk membaca, tapi kali ini saya tidak ingin melakukannya. Karena tangan imajinasi saya telah membuka-buka halaman WKD. Tutur bahasa tulisnya baik, penataan foto dan gambar-gambar ilustrasinya menarik. Dan ketika saya membaca salah satu feature yang ditulis rekan dari DSO Palu pada salah satu halamannya, tiba-tiba saya rindu berkarya penuh semangat esok pagi di Djarum. Eh, saya lupa kalau saya sedang terbang di atas Pulau Jawa. Semoga.
----------------------------------------------------

Ditulis oleh:
Asa Jatmiko

Habis Gelap Terbitlah Terang!

“Ancaman katarak adalah kebutaan permanen. Padahal, katarak bisa disembuhkan!”


------------------------------------------

“Harapan kami, nanti Bapak dan Ibu akan kembali melihat indahnya dunia,” kata Budi Darmawan, Corcomm Manager, kepada seluruh peserta operasi katarak. Lalu lanjutnya, “Bapak dan Ibu dapat kembali melihat Jupe (Julia Perez –red) dan Saiful Jamil, ya?” Pertanyaan itu disambut tawa penuh haru oleh semua yang ada di lantai 2 dan lantai 3 bangsal istirahat peserta operasi. “Singkatnya, kami sungguh berharap bapak dan Ibu dapat merasakan kembali terangnya dunia. Dapat kembali beraktivitas tanpa terganggu oleh katarak.”

-----------------------------------------

Sulasih, karyawan borong SKT Megawon II menyatakan rasa syukurnya kepada Tuhan, bahwa suaminya kini dapat melihat dengan normal kembali setelah beberapa tahun terserang katarak. Suaminya merupakan salah satu peserta operasi katarak mata gratis yang diadakan oleh Djarum Sumbangsih Sosial. “Operasi berjalan baik dan lancar kemarin,” katanya, “hari ini tinggal menunggu dokter melepas perban, dan diperbolehkan pulang.” Suaminya yang berbaring di sebelahnya tersenyum dan mengangguk-angguk. “Matur nuwun PT. Djarum,” ucapnya kepada WKD sembari mengajak WKD berjabat tangan.

Satu langkah nyata nan bermanfaat telah ditorehkan oleh Djarum Foundation melalui Djarum Sumbangsih Sosial bekerjasama dengan Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), yakni digelarnya kegiatan operasi katarak mata gratis bagi para penderita katarak. Pelaksanaan kegiatan tersebut untuk tahap pertama telah dilaksanakan pada 24 September 2011 di Rumah Sakit Mardi Rahayu - Kudus, kepada 54 orang penderita katarak dari lingkungan keluarga karyawan Djarum.

Pada Sabtu pagi yang cerah itu, satu persatu para peserta operasi katarak yang telah terdaftar, datang ke RS Mardi Rahayu. Dibantu para pengantar, dari keluarga masing-masing, mereka menempati kursi-kursi di ruang tunggu yang telah disediakan oleh rekan-rekan Djarum Sumbangsih Sosial. Tampak hadir Direktur Utama RS Mardi Rahayu, Dr. Pujianto, M.Kes., Ketua Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) Cabang Jateng Dr. Fifian Luthfia Rahmi, Ms, SpM, Rudi Djauhari, kemudian Seno Djojo dan FX Supanji dari Djarum Kudus, serta Budi Darmawan dari Corcomm Jakarta. Sebanyak 54 orang peserta operasi katarak tersebut telah melewati tahap screaning sebelumnya. Screaning dilakukan terutama untuk menentukan apakah peserta memang positif katarak, kemudian pengukuran kenormalan tekanan darah dan kadar gula darah.


Katarak, Apakah Itu?

Menurut data dari Rumah Sakit Mata Dr. Yap di Solo menyebutkan bahwa prevalensi kebutaan katarak di Indonesia sebesar 1,47% pada tahun 1994, dan yang terbesar adalah katarak senilis/karena faktor usia tua. Sementara menurut badan kesehatan dunia WHO, katarak yang terjadi akibat usia lanjut bertanggungjawab atas 48% kebutaan yang terjadi di dunia, itu berarti mewakili 18 juta jiwa terancam menderita kebutaan permanen bila tidak segera disembuhkan.

Di Indonesia sendiri, meskipun layanan operasi mata katarak telah ada di hampir setiap rumah sakit – rumah sakit, akan tetapi masih ada kendala untuk menekan angka kebutaan yang diakibatkan katarak. Diantaranya adalah minimnya informasi dan sosialisasi mengenai penyakit katarak sebagai salah satu cara preventif, hingga persoalan keterbatasan biaya untuk operasi katarak mata itu sendiri, yang bagi sebagian besar masyarakat kita masih mahal.

Operasi katarak mata sendiri, menurut Direktur Umum RS Mardi Rahayu, Dr. Pujianto, MKes, sebenarnya termasuk kategori operasi ringan. Artinya, faktor keberhasilan operasi bisa dikatakan 99,99%. Oleh karena itu, upaya untuk melakukan kegiatan sosial berupa operasi katarak mata gratis ini sangat penting. Di sisi lain, dengan operasi ini acaman kebutaan permanen bisa semakin diperkecil. Pada kegiatan bersama Djarum Sumbangsih Sosial ini, RS Mardi Rahayu berupaya memberikan pelayanan semaksimal mungkin. Karena kami mengerti, lanjut Dr. Pujianto, MKes ketika ditemui WKD disela-sela acara, bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat dan penting. Oleh karenanya kami juga pernah melakukan operasi katarak mata gratis beberapa waktu lalu. Pada kesempatan tahap berikutnya, apabila memerlukan ruang operasi lebih banyak lagi dari sekarang maupun juga kebutuhan tenaga dokter, imbuhnya, RS Mardi Rahayu siap memenuhinya.

Lalu apa sebenarnya katarak itu sendiri? Katarak adalah proses kekeruhan lensa mata karena terganggunya metabolisme lensa. Katarak biasanya berlangsung perlahan-lahan. Katarak dapat menimbulkan kebutaan, tetapi kebutaan oleh katarak dapat ditanggulangi. Kondisi ini biasanya memengaruhi kedua mata, tapi hampir selalu satu mata dipengaruhi lebih awal dari yang lain.


Pengobatan Katarak dan Pengaruh Sosial

Pengobatan atau penyembuhan katarak satu-satunya adalah dengan cara pembedahan. Yaitu mengangkat lensa yang telah keruh, kemudian sekaligus ditanam lensa intra-okuler, sehingga pasca operasi tidak perlu lagi memakai kaca mata khusus (kaca mata aphakia).

Rata-rata para peserta operasi katarak mata ini sudah berusia lanjut dan sekitar 40% di antaranya masih termasuk usia produktif. Seseorang yang menderita katarak, sebagian besar pola kehidupannya akan berubah, menjadi kurang produktif. Serta di sisi lain, apabila kataraknya bertambah parah akan menjadi beban bagi keluarganya, karena ia menjadi tidak bisa melihat dengan jelas. Maka satu orang penderita katarak akan menyebabkan satu orang lagi yang harus menjadi pendamping/penuntun. Seandainya ada 100 orang, maka paling tidak ada 200 orang yang akan menjadi terganggu atau berkurang produktivitasnya. Inilah pentingnya kita menyelamatkan mereka, dalam tahap pertama ini diperuntukkan untuk kelurga karyawan Djarum, dari katarak yang dapat menyebabkan kebutaan permanen itu.

Itulah mengapa Djarum Sumbahsih Sosial dalam kegiatan ini mengangkat katarak, seperti diakui oleh Petrus Eko Singgih sebagai salah satu koordinator pelaksanaan kegiatan operasi katarak mata gratis ini. Lebih lanjut Petrus Eko Singgih dalam sebuah wawancara khusus dengan WKD mengatakan bahwa kegiatan ini terlebih diperuntukkan bagi rekan-rekan kita yang kurang mampu untuk operasi secara swadana. Hari ini, kita akan melakukan operasi kepada 54 orang. Tetapi tentu saja, kita akan melakukan cek terakhir sebelum dilakukan operasi, karena ada beberapa kendala yang menyebabkan operasi bisa dibatalkan. Di antaranya adalah tekanan darah dan kadar gula. Apabila dua hal ini mengindikasikan di atas normal, maka sebaiknya operasinya ditunda sampai pada kondisi fit yang sebenarnya. Bisa di tahap kedua nantinya. Karena dua hal ini memang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah operasi katarak mata.

Ketika ditanya, kenapa pilihannya adalah katarak, Petrus Eko Singgih mengungkapkan, sebetulnya memang banyak pilihan, seperti: vaksin atau operasi bibir sumbing. Tetapi kita juga perlu melihat, apa yang paling dekat dengan kita dahulu, dan paling membutuhkan untuk kita bantu. Departemen Kesehatan sendiri telah memiliki program vaksinasi nasional, misalnya. Namun, pada intinya adalah kita ingin membantu sesama dan itu langsung bisa dirasakan manfaatnya. Djarum Sumbangsih Sosial pada kegiatannya kali ini memang memfokuskan diri pada kegiatan operasi katarak mata terlebih dahulu. Karena operasi katarak mata bagi sebagian orang masih terlalu mahal, di sisi lain keberhasilannya sangat dibutuhkan.

Seperti diungkapkan pula oleh Ketua PERDAMI Cabang Jawa Tengah, Dr. Fifian Luthfia Rahmi, Ms, SpM, bahwa operasi katarak mata gratis ini merupakan langkah penting dan bermanfaat bagi banyak orang. Selain PERDAMI sendiri memiliki tugas dan tanggungjawab khusus untuk penanganan masalah katarak di Indonesia, dengan bantuan dari DJARUM SUMBANGSIH ini tugas dan tanggungjawab tersebut terasa menjadi milik bersama. Saya berharap kegiatan mulia ini tidak berhenti hanya di sini saja, kata Dr. Fifian dalam sambutannya, tetapi berlanjut terus.

Sebuah katarak senilis, yang terjadi pada usia lanjut, pertama kali akan terjadi keburaman dalam lensa, kemudian pembengkakan lensa dan penyusutan akhir dengan kehilangan transparasi seluruhnya. Selain itu, seiring waktu lapisan luar katarak akan mencair dan membentuk cairan putih susu, yang dapat menyebabkan peradangan berat jika pecah kapsul lensa dan terjadi kebocoran, bila tidak diobati, katarak dapat menyebabkan glaukoma.

Para peserta operasi katarak mata tahap I ini merupakan penderita katarak kisaran 8 tahun hingga 1 tahun terakhir. Sehingga dapat dibayangkan betapa rasa bahagianya ketika pada suatu hari, setelah 1 tahun atau 8 tahun lamanya melihat sekelilingnya buram dan gelap, dapat kembali melihat dengan jelas dan terang-benderang. Seperti tersirat pada makna yang terkandung pada judul buku karangan RA Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang. Akhirnya dapat kembali melihat betapa lucu cucu-cucunya, kata Elyta Handayani dari Public Affairs. “Pak Rusdi, gimana Pak?” tanya Elyta dari atas podium saat membawakan acara pelepasan peserta operasi katarak. “Kata Pak Rusdi, bersyukur akhirnya bisa melihat dengan terang benderang, betapa cantiknya istriku....” ujar Elyta disambut tepuk tangan di seluruh ruangan.


Mengenali Penyebabnya

Katarak terjadi dan kemudian berkembang karena berbagai sebab, seperti kontak dalam waktu lama dengan cahaya ultra violet, radiasi, efek sekunder dari penyakit seperti diabetes dan hipertensi, usia lanjut atau trauma (dapat terjadi lebih awal). Mereka biasanya akibat denaturasi dari lensa protein.

Katarak dapat juga diakibatkan oleh cedera pada mata atau trauma fisik. Sebuah studi menunjukan katarak berkembang di antara pilot-pilot komersial tiga kali lebih besar daripada orang-orang dengan pekerjaan selain pilot. Hal ini diduga disebabkan oleh radiasi berlebihan yang berasal dari luar angkasa. Katarak juga biasanya sering terjadi pada orang yang terkena radiasi inframerah, seperti; tukang (meniup) kaca yang menderita indrom pengelupasan”. Eksposur terhadap radiasi gelombang mikro juga dapat menyebabkan katarak. Kondisi atopik atau alergi yang juga dikenal untuk mempercepat perkembangan katarak, terutama pada anak-anak.

Sebagai upaya pemeliharaan kesehatan mata, disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banya mengandung vitamin C, A dan E, seperti: buah segar, wortel, mentimun, sayuran hijau, tomat, bayam, daging ayam, dan susu.
Beberapa Pembagian Katarak:
• Katarak Senilis/Ketuaan, yaitu katarak yang tibul setelah umur 40 tahun, proses pasti belum diketahui, diduga karena ketuaan/degenaasi.
• Katarak Kongenital, yaitu katarak yang timbul sejak dalam kandungan atau timbul setelah dilahirkan, umumnya disebabkan karena adanya infeksi, dan kelainan metabolisme pada saat pembentukan janin. Katarak Kongenital yang sering timbul karena infeksi saat ibu mengandung, terutama kehamilan 3 bulan pertama. Penyakit yang dapat menyebabkan katarak: Toksoplasmosis, dan Rubella / German Measle.
• Katarak Traumatika, yaitu katarak yang dapat menyerang semua umur, biasanya pasca trauma, baik tajam maupun tumpul pada mata terutama mengenai lensa.
• Katarak Komplikata, adalah katarak yang timbul pasca infeksi mata.


Kembali Dapat Melihat Dunia

Setelah semalam menginap di bangsal istirahat lantai 2 dan 3 Rumah Sakit Mardi Rahayu, pada pagi harinya para peserta melakukan cek terakhir setelah lepas perban. Cek terakhir tersebut adalah visus, tes hitung jari dan membaca abjad, dipandu dan didamping oleh tim dari PERDAMI Cabang Jateng.

Pada kesempatan itu, Budi Darmawan kembali mengajak kita semua bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa operasi sudah berjalan dengan baik dan lancar. Dia juga berpesan untuk peduli terhadap kesehatan mata kita. Ia menambahkan, “jangan lupa, selain kita sekarang bisa melihat anak-cucu yang lucu-lucu, istri kita yang cantik atau suami kita yang ganteng, setelah kita sembuh harapan kami, kita juga dapat melihat lebih jelas lagi bagaimana bentuk dan warna logo Djarum itu, ya Pak.” Tentu saja ini sebuah tersirat bagi kita semua, bahwa bertambah besarnya Djarum bertambah juga manfaatnya bagi sesama dan lingkungan sekitar.

Management PT. Djarum sendiri sangat mengharapkan kegiatan ini dapat berhasil baik dan bermanfaat bagi banyak orang. Hal ini, seperti diungkapkan FX Supanji dalam sambutannya mewakili management, mudah-mudahan pula menjadi kegiatan yang berkelanjutan, sebagaimana yang diharapkan oleh PERDAMI, dan kita semua. ***

--------------------
Liputan: Asa Jatmiko

Tetap Jadi 'Pemain' Penting bagi Indonesia

“Ayam Den Lapeh” bergema membuka acara. Lagu adat dari Sumatra Barat ini mengumandang dan membaur pas dengan panggung yang berlatar-belakang Rumah Gadang, yang berdiri gagah. Rumah Gadang atau Rumah Godang adalah nama untuk rumah adat Minangkabau yang merupakan rumah tradisional dan banyak dijumpai di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjung.

Tentu bukan kebetulan jika panitia memilih Rumah Gadang sebagai setting utama pada panggung PMK pada 08 Desember 2011 ini. Pada Rumah Gadang, ada tiga nilai fungsi yang seiring dengan pelaksanaan PMK menurut masyarakat adat Minangkabau. Pertama, ia adalah tempat tinggal bersama. Kedua, ia difungsikan juga sebagai tempat penyimpanan padi / lumbung. Dan ketiga, sebagai tempat penobatan kepala adat.

Seluruh keluarga Djarum pun menyadari bahwa Djarum telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia telah menjadi tempat tinggal bersama, di dalam memperjuangkan cita-cita bersama. Menjadi besar dan akan selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari kemajuan Indonesia. Sebagaimana disampaikan Victor R. Hartono dalam sambutannya, bahwa kerja keras seluruh keluarga Djarum telah membawa Djarum menjadi besar seperti sekarang ini. Telah banyak yang kita perbuat untuk membantu negara ini. Dan ini akan terus kita lakukan sampai kapan pun.

Djarum tetap akan menjadi salah satu ‘pemain’ penting dalam ikut memajukan Indonesia ke depan. Victor R. Hartono pun meyakini bahwa ke depan Indonesia akan menjadi negara adikuasa setara Amerika. Djarum, lanjutnya, akan tetap ikut berperan aktif menjadi salah satu pemain penting di dalam kemajuannya. “Dan untuk itu saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak-bapak, telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk kemajuan Djarum. Juga saya ingin berterimakasih kepada para ibu-ibu, atas pengertiannya selama ini menyertai dan mendukung suami berkarya di Djarum.”

Di sini pemaknaan Rumah Gadang sebagai lumbung padi, diwujudkan dalam berbagai bentuk kemajuan yang diperoleh Djarum. Sebuah investasi besar bagi masa depan dan kejayaan kita bersama sebagai masyarakat Indonesia, sebagaimana dinyatakan oleh Victor R. Hartono. Bahkan ditegaskannya, bahwa Djarum tidak hanya menjadi salah satu kekayaan Indonesia, tetapi juga menjadi ‘pemain penting’ dalam memajukan Indonesia tercinta ini. “Kita akan bisa menyamai Amerika, Cina dan negara-negara maju lainnya di dunia,” tegasnya.


Kental Nuansa Nusantara

Acara yang digelar di luar ruangan (outdoor) di Graha Padma Semarang ini, langsung diterangi sinar bulan yang menambah keakraban suasana. Sebagaimana penobatan kepala adat di tanah Minangkabau, malam itu Rumah Gadang dimaknai sebagai penobatan para keluarga Djarum yang telah berkarya selama 25 tahun di Djarum, yakni penerimaan penghargaan 25 Tahun dari Djarum.

Bagus Tiba sebagai Ketua Panitia PMK tahun 2011 ini menjelaskan bahwa acara tersebut telah dipersiapkan selama 4 bulan. Tema acara Penghargaan Masa Kerja (PMK) 25 Tahun tahun ini memang sengaja mengangkat kebudayaan nusantara. Seluruh ornamen, aksesoris dan stand-stand yang ada kental berwarna nusantara. Paling tidak ada 4 jenis masakan dan minuman khas dari Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Jawa. Ditambah lagi satu stand khusus menghadirkan demo membatik dari batik khas Kudus.

Tidak hanya itu, seluruh panitia malam itu mengenakan pakaian adat dari seluruh nusantara. Indonesia yang memiliki variasi pakaian tradisional diangkat sebagai ‘pakaian wajib’ para panitia. Dari adat Jawa ada yang mengenakan blangkon, kebaya, dan dodotan. Ada juga yang berpakaian punakawan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong yang merupakan tokoh di dunia pewayangan. Dari adat Sumatera ada yang memakai baju kurung, minang roki, ulos. Dari adat Sulawesi ada baju bodo, kondi limanan, kalando limanan, wuyang, pasalongan rinegetan, baju kurai, baju banjang, hingga Tonaas Wangko. Ada juga yang mengenakan pakaian adat khas Nusa Tenggara, seperti dikenakan oleh Endar Mardian Utama, salah satu panitia.

“Kita berusaha mengemas acara ini semenarik mungkin,” jelas Bagus Tiba. Oleh karena kita ingin secara sungguh-sungguh menghargai kerja keras dan kesetiaan karyawan Djarum yang telah bekerja selama 25 tahun. Kami ingin melayani para penerima PMK dengan sebaik mungkin, sebagaimana prestasi yang baik telah mereka torehkan buat kemajuan Djarum. Mereka adalah putra-putra terbaik yang kita miliki, ungkapnya.

Dimana-mana saya merasa bahwa kita diikatkan perasaan yang kuat, yakni one family, kata Yoppy Rosimin saat berbincang dengan WKD. Itu ikatan rasa yang baik dan sangat bernilai. Bapak-bapak pendiri Djarum telah dengan tepat menyematkan nilai tersebut di dalam organisasi kita. Oleh karena itu, setiap tugas dimanapun, saya tidak merasa asing karena saya merasa semua yang ada di sekitar saya adalah keluarga saya, lanjutnya.

Ada 107 karyawan penerima PMK malam itu, yang terdiri dari para manager 9 orang, dari Business Development 3 orang, Supply Chain Management 7 orang, Sekretariat HQ 1 orang, ada 16 orang dari HRD Departement, 15 orang dari Production Departement. Kemudian dari Marketing Departement: dari site Jakarta ada 13 orang, Semarang 4 orang, Surabaya 8 orang. Dari bagian Finance ada 3 orang, R & D Departement 1 orang, yakni Edhie Harjono Widodo, dan ada 6 orang dari Purchasing Departement.


Kesan Pertama dan Prestasi 988

Sutariyono, yang saat ini bertugas di RSO Semarang mulai bergabung di Djarum sejak 25 tahun silam sebagai seorang petugas pemadam kebakaran. Malam ini saya merasa bahagia sekali, katanya. Berkat Djarum, saya memiliki rumah, menghidupi anak-istri secara layak. “Dan alhamdulillah sekarang saya dan keluarga kalau mau kemana-mana tidak takut kehujanan. Berkat Djarum, saya sudah punya mobil,” lanjutnya disambut tepuk tangan selurh hadirin.
Perjalanannya selama 25 tahun di Djarum ia jalani sesuai dengan pesan orangtuanya. Sebagaimana diungkapkannya, orangtuanya dulu berpesan bahwa kalau bekerja harus jujur, disiplin, tekun dan sabar. “Itulah yang membuat saya dapat bertahan di Djarum sampai hari ini,” kata pehobi badminton ini.

Sampai saat ini Sutariyono yang juga aktif sebagai vokalis di LA Band milik RSO Semarang tersebut, terus berusaha untuk memberikan yang terbaik di dalam pekerjaannya di Djarum. Ia kini bertugas sebagai operator telepon, dan apa yang selalu ingin diupayakan adalah pelayanan yang terbaik. Menurutnya, saya menjadi orang terdepan ketika para relasi menghubungi kantor lewat telepon. Oleh karena itu, saya merasa bertanggungjawab untuk memberikan citra “kesan pertama” yang baik. Ini memotivasi saya dari waktu ke waktu.

Pergeseran dan perubahan selama 25 tahun di Djarum, seperti mutasi atau rotasi, merupakan hal yang biasa. Beberapa orang mungkin menyikapi hal ini sebagai momok, tetapi bagi Yoppy Rosimin, tidak sama sekali. Justru menganggapnya sebagai tantangan baru, area belajar lagi mengenai hal-hal baru. Dan pada akhirnya, kita menjadi berkembang karenanya.

Yoppy Rosimin yang saat ini menjadi Head of Badminton di Djarum Foundation, mengungkapkan rasa bangga dan kebahagiaannya telah 25 tahun bergabung dengan Djarum. Satu hal yang ia suka di Djarum adalah selalu ada tantangan-tantangan baru, katanya. Seperti yang ia alami ketika ditugasi untuk membawa tim bulutangkis Djarum maju. Setelah prestasi 988 (maksudnya pada kejuaraan di sirkuit Jakarta berhasil merebut 9 gelar juara, 8 runner up dan 8 semifinalis), kemudian keberhasilan menjuarai ganda campuran world junior di Taipeh beberapa saat lalu, dimana sebelumnya belum pernah tercapai, saat ini kita masih punya mimpi untuk menjuarai bulutangkis di kejuaraan dunia Olympic.

Dalam kesempatan memberikan kesan dan pesan di podium malam itu, Yoppy Rosimin juga berpesan kepada rekan-rekan seangkatannya, bahwa ini adalah saatnya kita melakukan persiapan-persiapan menjelang akhir masa kerja kita. Ia juga berterimakasih kepada panitia dan management, atas jerih payah penyelenggaraan acara malam penghargaan masa kerja 25 tahun ini.***

-------------------
Asa Jatmiko, Kudus.

40 Tahun Teater Mandiri Pentaskan “Aduh”

Auditorium Universitas Muria Kudus telah berjubel penonton. Tidak kurang dari 500-an penikmat teater dari Kudus dan sekitarnya menjadi saksi atas aksi Teater Mandiri yang tahun ini menembus usis ke-40. Tampil hampir sepanjang 2 jam, Teater Mandiri memuaskan kerinduan penonton.

Teater Mandiri kembali mempersembahkan pergelaran berkelas dengan menghadirkan lakon “Aduh”. Setelah pada 15-16 Juli 2011 mereka mementaskan lakon tersebut di Graha Bhakti – Taman Ismail Marzuki Jakarta, pada 05 November 2011 Djarum Foundation Bakti Budaya mengusung Teater Mandiri ke Kudus.

Mengangkat lakon Ah, Teater Djarum menjadi tuan rumah pergelaran Aduh Teater Mandiri di Kudus sekaligus tampil sebagai pembuka. Penampilan Teater Djarum didukung oleh sekitar 15 pemain, di bawah arahan sutradara Eko Kodok, sementara konsep naskah disusun oleh Jumari HS. Tampilan berdurasi 10 menit Teater Djarum memikat penonton yang sudah mulai memenuhi auditorium Universitas Muria Kudus, dengan konsep panggung teater arena.


40 Tahun Teater Mandiri
Putu Wijaya, selain juga sebagai penulis naskah dan sutaradara Teater Mandiri, pada kesempatan kehadirannya di Kudus sekaligus menghadirkan pementasan monolog berjudul Sejarah kemudian mengakhiri seluruh pergelaran malam itu dengan monolog berjudul Bom. Limabelas awak Teater Mandiri yang rata-rata telah berumur, terlihat masih sigap dan cekatan memainkan Aduh, lakon pertama yang mereka mainkan pada tahun 1973 lalu.

Anggota Teater Mandiri yang pada awalnya adalah karyawan TEMPO dan TIM pada tahun 1971 tersebut, antara lain: Yanto Kribo, Alung Seroja, Ucok Hutagaol, Wendy Nasution, Gandung Bondowoso, Buddy Setiawan, Fien Herman, Cak Winarso, Chandra, Bung Kardi, Bei Alias, Bambang Ismantoro, Agung Anom Wibisono, Sulasmoro, Eno Bening Suara, Fahmi Alatas, Taksu Wijaya, Dewi Pramunawati.


Semangat Teater Mandiri
Semangat kreatif Teater Mandiri yang telah puluhan tahun hidup dan menghidupi teater modern Indonesia telah menginspirasi banyak kelompok-kelompok teater. Keterbatasan, kemiskinan, ketakberdayaan, mereka terima sebagai sebuah kenyataan dan modal kerja. Dengan mulai menerima apa adanya itu, tak pernah merasa dibatasi oleh apapun. Langkah selanjutnya adalah mengerahkan daya kreatif untuk mengoptimalkan apa yang ada, agar mencapai apa yang diinginkan. Pengalaman kerja ini kemudian mengantar mereka kepada konsep kerja Bertolak dari yang Ada yang sampai usia ke-40 ini tetap menjadi senjata mereka untuk melawan apa saja yang menghalangi, menjegal dan mencoba memasung langkah-langkah kreatif.

Menjalani proses kreatif, menurut teater Mandiri, mengandaikan sebagai hantu yang tak terlihat, karenanya juga mungkin tidak akan bisa menikmati kemuliaan yang disediakan industri kesenian, tetapi sebagai bonusnya mereka tak pernah dibatasi oleh apapun. Dalam keadaan tak terlihat, tak ada yang tak bisa kami lakukan. Di situ kemiskinan menjadi indah.

Teater Mandiri menciptakan apa yang mereka sebut sebagai Teror Mental. Sebuah kebangkitan di dalam batin, untuk keluar dan mempertimbangkan sekali lagi apa yang sudah menjadi kesimpulan. Bukan untuk mengkhianati keputusan, tetapi untuk kembali mempertanyakan setiap titik, setiap detik, sehingga proses kelahiran terus terjadi secara berkesinambungan, agar jiwa-jiwa senantiasa segar, baru dan tak menyalahi keseimbangan/harmoni. Kearifan lokal menyebut inti kebijakan ini sebagai desa-kala-patra (tempat-waktu-keadaan).

Semoga bermanfaat.***


-------------------------------------------------------------------
Asa Jatmiko, penggagas acara dan penikmat teater

30/11/11

Bebas Ekspresikan Gagasan

Bekal Sineas Lokal Produksi Film Indie
Sumber: Radar Kudus

FILM indie memang berbeda dengan film yang selama ini dikenal dengan film yang di putar di bioskop. Meski secara prinsip pembuatan film indie dengan film lain tidak jauh berbeda, namun kesan bebas berekspesi jauh melekat di film indie garapan sineas lokal.

---

BERBICARA mengenai film indie, seorang pemerhati film dari Universitas Muria Kudus (UMK), Fajar Kartika mencoba menjelaskan terlebih dahulu, apa yang dimaksud dengan film indie. Apakah film yang berdurasi pendek? Atau film yang digarap dengan alat yang sederhana?

Mengutip pernyataannya Slamet Raharjo, Fajar mengatakan yang dimaksud film indie bukan film yang berdurasi pendek, atau yang menggunakan peralatan sederhana. Tapi film yang penggarapannya tanpa ada campur tangan kapitalis.

"Tidak menutup kemungkinan, film indie penggarapannya lebih bagus daripada film mainstream. Juga bukan berarti, film indie itu menafikan uang," katanya.

Dia mencontohkan, film itu tidak bisa dikatakan film indie, karena pada proses penggarapannya, ada pihak tertentu yang mencampuri. Karena pihak tersebut yang mendanai, maka hasilnya harus sesuai dengan keinginan pihak yang mendanai.

Contoh lain yang jelas terlihat pada film Warkop yang dibintangi Dono, Kasino dan Indro. Karena waktu itu belum ada larangan iklan rokok, maka pada film itu, ketika mengeluarkan rokok, bungkusnya harus diperlihatkan pas di depan fokus kamera.

"Nah kalau seperti itu, kan tidak bisa lagi disebut film indie. Karena ada pihak tertentu yang mengintervensi, agar film itu menampakkan produk tertentu," jelas dia.

Kalau film pendek, atau yang menggunakan peralatan sederhana, tapi masih ada pihak tertentu yang ikut campur, dia lebih suka menyebutnya dengan film pendek atau amatir. Karena bagi Fajar, film indie itu penggarapannya tanpa ada campur tangan pihak tertentu, berikut proses distribusinya, tidak melalui jaringan kapital.

"Jaringan itu seperti perusahaan rekaman, atau toko-toko yang menjualkan produk-produk film. Film indie itu, proses distribusinya lebih pada komunitas. Semakin banyak komunitas yang dijaring, maka semakin lancar distribusinya," ujar dosen FKIP UMK ini.

Kalaupun ada film indie di rental-rental VCD lanjutnya, itu bukan karena keinginan produser untuk memasukkannya. Tapi karena keaktifan sang pemilik rental tersebut, yang ingin memasarkan film tersebut.

Berbicara mengenai film indie, secara prinsip pembuatan filmnya tak jauh berbeda dengan film pada umumnya yang sudah dikenal masyarakat luas. Namun yang paling kentara adalah kesan bebas berekspesi jauh melekat di dalam garapan film indie. Hal itu pula yang mendasari pembuatan film indie di Jepara.

Kebebasan yang dimaksud dalam kata indie itu sendiri dimaksudkan bahwa film jenis ini memberikan ruang kebebasan bagi para pembuatnya dalam mewujudkan konsep atau gagasan yang ada dibenak pembuatnya. Tidak ada embel-embel yang berupa titipan ataupun tuntutan pihak lain. Misalnya titipan produser ataupun atasan, tuntutan pasar dan lain-lain. Karya film yang hadir benar-benar menampilkan keaslian pembuatnya.

Gaung film indie di Jepara sendiri tidak terlepas dari efek film indie dari kota-kota besar. Itu semua diawali pada tahun 2001. Saat itu, Jepara kedatangan tokoh film indie yaitu Arya Kusumadewa dengan film indie yang berjudul Bed.

"Kami saat itu terprovokasi oleh Arya agar di Jepara juga bisa menghasilkan film-film indie. Menurut Arya, Jepara punya potensi besar mengembangkan film indie," ujar Noengverro salah seorang sutradara film indie kepada Radar Kudus.

Film indie buatan sineas-sineas muda Jepara mulai muncul setahun kemudian pasca pemutaran Bed. Diawali film berdurasi pendek 'Freedom' yang bermakna kebebasan. Film ini menceritakan kisah seorang PSK yang berusaha keluar dari kungkungan lokalisasi.

"Kisah ini menceritakan seorang PSK yang ingin insyaf dan kembali ke jalan benar. Itu bagian dari upaya untuk mendapatkan kebebasan," jelas Nung.

Selepas film itu, pelan tapi pasti bermunculan berbagai film indie lain. Eksplorasi ide yang makin berani. Bukan hanya sebatas keberanian untuk tampil beda. Kesan bebas makin terasa.

Tidak kurang puluhan judul film sempat muncul ke permukaan. Dilihat dari kuantitas dan kualitas film indie produksi Jepara, memang belum mampu menyamai flm indie karya sineas kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta dan Jogyakarta.

Namun semangat para sineas muda Jepara, jangan ditanya. Dengan modal pas-pasan bahkan harus tekor, mereka tidak patah arang. "Tidak ada rotan akar pun jadi," ungkap Ali Masudi Dec salah satu sutradara film indie terkemuka di Jepara.

Pemilik Joglo Film Jepara (JFJ) ini mengaku terus tertantang membuat film indie. Sudah sekitar tujuh film indie telah dibuatnya. Karya-karyanya antara lain; Dibalik Toilet, Logika Terbalik, 173 Kilogram, Perang Obor, Tenun Ikat Troso, Double Casting, dan Sedekah Apem Sukodono. Jumlah ini termasuk produktif. Dengan keterbatasan dana dan fasilitas, Dec mampu mewujudkan impiannya membuat film sesuai dengan keinginannya.

"Saya terobsesi untuk terus melahirkan karya-karya film indie. Ada kepuasan tersendiri usai membuat film meski dengan segala keterbatasan dana," ungkapnya.

Di sisi lain, Asa Jatmiko yang aktif membuat film indie di Kudus mengungkapkan film indie tidak bergantung pada bagaimana pasar, bagaimana modal, dan bagaimaana efek keartisannya. Indie mengalir dari sebuah pemikiran dan kreatifitas cerita.

Sehingga, film indie jauh sangat memuaskan. Tidak terpengaruh atas keribetan dalam proses. "Film indie itu sederhana. Misalkan lighting, tidak melulu lux seperti di sinetron," ujar ayah Onnasandevi Ratuwangi dan Yobellakama Innocensi.

Bahkan, sewaktu membuat karya keduanya, Sketsa Gelisah Api peralatan yang digunakan hanya handycame. Maka, sangat mustahil manakala ada yang mengatakan film indie mahal.

Ia malah merasakan, film indie sangat murah. Namun biaya yang murah dengan jaminan kebebasan berkarya, ternyata belum banyak yang menyentuhnya. Terutama di wilayah Kabupaten Kudus. "Kondisinya berbeda dengan Jepara dan Pati, di mana masyarakat di sana antusias menggarap film indie," ujar aktivis teater ini. (zis/nas/hil)Sumber: Radar Kudus, 21 Des 2008

Sesuatu tentang Spirit Kerja

Jabatan, menurut Mahfud MD, Ketua MK, "tidak perlu diburu, tapi juga jangan dihindari".
Aku terhenyak ketika mendengar ungkapan Pak Mahfud MD pada sebuah wawancara khusus News Maker edisi Mei di METROTV tersebut, tapi sekaligus juga merasa seperti menerima kesejukan. Setelah 4 hari tidak masuk kerja karena banyak hal yang membuatku kecewa, hari ini aku menyegarkan diriku kembali dengan petuah itu. Dan mencoba bangkit kembali, dengan menerima semua kenyataan yang ada.

Seperti selama ini kita rasakan, bahwa semua yang kita perbuat seakan-akan merupakan perbuatan besar, kerja keras yang melelahkan, dan menumpukan pada satu harapan: orang akan menghargai jerih payahku dengan menghadiahiku kenaikan gaji atau jabatan.

Tetapi, kiranya hal itulah yang telah membuat kita lemah. Semangat yang bertumpu kepada harapan semu, yang kita ciptakan sendiri karena merasa lebih, telah menggerogoti semangat yang sesungguhnya, yakni melakukan semua pekerjaan dengan senang hati.

Ketika aku melakukan pekerjaan-pekerjaan yang aku anggap besar sehingga seolah-olah merasa pantas mendapatkan hadiah/reward, maka apa yang aku dapat setelah itu tiada lain kecuali kekecewaan yang akhirnya berujung pada pemberontakan diri. Dan itulah yang aku alami dan rasakan. Ketenangan dan semangat yang relatif stabil terjaga, menjadi sebuah fatamorgana yang sulit aku alami lagi.

Masih ingatkah, pada saat kita mendapat panggilan kerja dan masuk kerja pertama kali? Apa yang ada dalam benak kita hanyalah satu: bekerja dengan sebaik-baiknya, dan dengan suasana hati yang riang. Seperti itulah seharusnya kita menjalani pekerjaan kita, bahkan yang rutin sekalipun. Dan apa sebetulnya yang membuat pikiran baik dan hati riang itu muncul, tidak lain tidak bukan adalah ketulusan, tidak ada pamrih kecuali berusaha melakukan yang terbaik dari yang kita bisa lakukan. Apakah di saat ini, pikiran dan hati sudah tak bisa diarahkan kepada motivasi seperti itu?

Kita akan bisa melakukannya kembali, karena kita pernah bisa melakukannya. Sekarang persoalannya adalah apakah kita mau dengan rela meninggalkan pikiran-pikiran akan harapan, pamrih dan reward, sementara kita tetap melakukan pekerjaan dengan usaha terbaik kita? Karena, dengarlah apa kata Pak Mahfud yang menyejukkan ini, "tidak perlu diburu, tapi juga tidak perlu dihindari." Sebuah penerimaan diri yang pas dalam kondisi apapun. Sebuah pengungkapan diri yang anggun, tanpa menonjolkan diri lebih, sekaligus siap untuk dihadapkan pada situasi dan kondisi apapun.

-AsaJatmiko-

Tuhan, Kesempatan dan RencanaNya

“Begitu hebatnya Tuhan buatku.”
Dia selalu memberi kejutan yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Karena, apa yang saya pikirkan tak selalu benar-benar merupakan apa yang saya butuhkan. Tapi Dia selalu hebat memberikan surprise yang saya butuhkan.

Manakala saya mendapati diriku berlumuran lumpur, kerepotan mengatasi hidup, Dia tidak segera mengangkatku ke atas tanah kering atau membebaskan pundakku dari beban-beban. Tetapi seringkali, yang kumaknai selanjutnya, adalah pemberian beban baru dan masalah baru yang semakin membenamkan diri saya ke dalam lumpur. Memberikan apa yang saya sebut dalam sumpah serapah saya, sebagai dosa buatku.

Saat itu kita tidak sepenuhnya menyadari, bahwa apa yang kita dapat sesungguhnya adalah daya hidup kita yang makin kuat. Bagaimana kita 'dimintaNya' untuk bertahan, memeras otak dan jiwa kita untuk keluar dari dalam lumpur, dengan tetap mempercayakan sepenuhnya ketulusan cintaNya pada kita. Dan itu tak semudah saya menuliskannya, seperti siang ini.

Tapi mungkin manusia, lebih gampang tersentuh ketika melihat keberuntungan yang dilihatnya sebagai Kebaikan Tuhan. Anugrah menjadi terasa semakin indah. Padahal, mestinya, bencana pun dapat dimaknai sebagai anugrah. Sebagai "sama-sama" kehendakNya.

Oleh karena itu, apa yang akan kita kerjakan di depan, harus kita maknai sebagai "kesempatan" sekaligus dalam upaya kita menyelesaikan apa yang menjadi "rencana Tuhan" kepada kita. Agak klise kalau saya harus berkata, kita harus selalu berpikir positif, tapi saya kira itu adalah sikap kita yang bijaksana saat ini.

Mengedepankan prasangka-prasangka positif, tidak akan menjejali pikiran kita akan kecurigaan, kebencian dan pesimistis. Begitulah kita akan menjalani hidup ini dengan lebih sehat. Anugrah dan bencana adalah anugrah, yaitu sebuah kesempatan bagi kita untuk memperbaiki sikap dan perilaku kita bahkan hidup kita, untuk menjadi lebih baik. Dan biarkan Tuhan mengatur skenario hidup kita, dan kita tinggal mengerjakan dan menyelesaikan rencanaNya dengan jiwa yang damai.

Tetap semangat!

-AsaJatmiko-

Kembali pada Cinta

Pada sebuah pagi berkabut, seorang kawan lama semasa SMA, tiba-tiba berkirim kabar melalui e-mail; misa penutupan Bulan Maria ini khotbahnya disampaikan oleh Romo Diakon Tri Kusuma. "Dia sudah makin pinter," katanya. "Semoga imamatnya abadi."

Kawanku ini memang spesial dalam tulisan saya kali ini. Menurut saya, perkataannya bisa bermakna ganda. Ia tidak hanya sekedar menjadi umat yang waktu itu mendengar homili, tetapi ia juga seorang umat yang pernah mengenyam pendidikan bagaimana "berhomili" yang baik menurut tata liturgi ekaristi Katolik. Dia adalah umat jebolan seminari. Paham gelagat sosial kemasyarakatan, mengerti logat para selibat.

Makna ganda yang aku maksud adalah mungkin pujian atau mungkin sindiran, yang mana kedua-duanya menyatakan tidak sesungguhnya sama sekali. Atau respon jujur, bahwa homili yang disampaikan Romo Diakon yang baru 3 bulan kaul itu makin mampu dipahami oleh umat.

Tapi itu tidak penting, karena yang lebih penting adalah surat balasan yang ingin segera saya sampaikan kepadanya. "Rupanya kamu masih setia mengikuti agenda Bulan Maria, Sobat."

Saya menghentikan semua aktivitas rutinku beberapa menit, mencoba menikmati desiran gairah yang tiba-tiba muncul ke permukaan. Seperti naiknya gelembung-gelembung udara dari perut tanah yang berabad kerontang. Membebaskan diri dari hiruk-pikuk kenikmatan tanah, yang sesungguhnya tak abadi.

Ada kelebat sosok-sosok yang dulunya biasa, kini menjadi pemimpin-pemimpin, menjadi imam-imam, entah bagi dirinya sendiri maupun untuk kalangan tertentu. Sosok-sosok anggun yang berdiri penuh simpatik, membagikan senyum dan kegembiraan bagi banyak orang. Tahukah kita, kegembiraan yang kita bagi kepada orang, adalah sama dengan memberikan kegembiraan kepada hati kita sendiri?

Sudah saatnya kembali. Kembali belajar menekuni kesunyian dengan telaten, rajin dan pantang menyerah. Tidak penting bahwa kegembiraan kita akan menyantuni berapa orang. Tidak penting bahwa senyum kita akan dibagi sampai jumlah berapa wajah. Dari dalam jiwa, memurnikan dengan ketulusan setiap saat dan kesempatan, itulah yang hakiki.

Dan itulah kabut pagi ini, perasaan yang mengikat, yang membuat saya ingin kembali mengembara pada sunyi jalan cinta. Kembali pada cinta. Kembali pada sumber-sumber mata air yang mengalirkan cinta. Yang rupanya telah lama saya abaikan.

Saya ingin kembali, menelusuri jalan sunyi dimana di sepanjang jalan tumbuh rimbun doa-doa. Saya ingin kembali menjadi manusia biasa, yang hanya berbekal kesungguhan ketika berurusan denganMu. Amin.

-AsaJatmiko-
Juni 2011

28/11/11

Pokoknya Seru Deh!

“Pokoknya seru deh!” begitu respon Endah, salah seorang penerima beasiswa Djarum Plus (BESWAN) dari Bandung, saat ditanya mengenai kesannya mengikuti Cultural Visit di Kudus, 28 November 2011. Dan memang, sembilan dari sepuluh BESWAN melontarkan kata yang sama: seru, ketika ditanyakan bagaimana kesan mereka terhadap program Cultural Visit ke Kudus. Seru yang dimaksud itu yang bagaimana sih?


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘seru’ memiliki beberapa pengertian. Sebagai kata sifat (adjektiva), seru berarti: sengit atau hebat. Sebagai kata benda (nomina), berarti: ujaran yang biasa digunakan dengan penegasan atau intonasi tinggi. Dan sebagai kata khusus (partikel) yang tidak bisa diderivasikan atau diinfleksikan, memiliki arti: serba, untuk Tuhan -- sekalian alam.

Di dalam pengertian anak-anak muda sekarang, ternyata ‘seru’ memiliki makna yang lebih luas. Bukan hanya berarti hebat, dan bukan hanya diungkapkan dengan intonasi tinggi semata. Hampir mencakup keseluruhan makna yang ada di KBBI, kecuali pengertian ‘seru’ yang berarti untuk Tuhan. Lebih lengkap, karena mewakili reaksi spontan seseorang dalam menggambarkan kesan sebuah peristiwa atau pengalaman. ‘Seru’, bagi anak-anak muda telah menjadi kata yang memilki makna lebih luas dari itu, yang merepresentasikan banyak perasaan dan pikiran positif. Yakni penggambaran bahwa hal peristiwa atau pengalaman yang dilihat, dilakukan atau dialami merupakan pengalaman yang baru, menegangkan, tak disangka-sangka, mengagumkan.

Mari kita simak kunjungan mereka ke Kudus yang kata para beswan ‘seru’ itu. Rangkaian kunjungan budaya atau kita menyebutnya dengan Cultural Visit yang total diikuti oleh tidak kurang dari 450 mahasiswa penerima beasiswa Djarum dari universitas-universitas di seluruh Indonesia ini antara lain mengunjungi unit kerja pembuatan Sigaret Kretek Tangan (SKT) yakni: SKT Pengkol, SKT BL 53 dan SKT Megawon II. Kemudian kunjungan ke Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) di Kaliputu, berziarah ke makam Sunan Kudus di kompleks Menara Kudus serta kunjungan ke IPAL.

Setengah hari berikutnya para Beswan diajak mengenal lebih dekat dengan batik khas Kudus, serta praktek membatik yang dilangsungkan di GOR Jati. Batik, sebagaimana telah diakui oleh dunia sebagai warisan budaya Indonesia, di dalamnya juga mengandung proses edukasi dan pengembangan kepribadian. Acara tersebut kemudian dilanjutkan dengan acara Fashion Show Batik di tempat yang sama.


Seperti Anak-anak yang Bertemu Ibunya
Terbagi dalam menjadi 4 rombongan dari 13 bus, para Beswan Djarum menyebar ke empat titik utama kunjungan. Kunjungan ke unit kerja pembuatan Sigaret Kretak Tangan (SKT) di SKT Pengkol, SKT Megawon II dan SKT BL 53. Kemudian ke Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) di Kaliputu, kompleks wisata religi di Menara Kudus dan mengunjungi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di dekat lokasi proses produksi rokok SKM (Sigaret Kretek Mesin) Krapyak.

“Selamat datang Para Beswan Djarum. Saya dan kawan-kawan di SKT Pengkol akan memandu adik-adik semua untuk melihat secara langsung proses pembuatan rokok SKT,” sambut Sudjarwo, supervisor SKT Pengkol kepada seluruh beswan. Setelah perkenalan singkat dan menjelaskan prosedur safety induction, ia kemudian mempersilakan para beswan untuk masuk brak, yaitu istilah di Kudus untuk menyebut unit kerja SKT, untuk melihat langsung para karyawati melinting, membatil hingga tahap pengemasannya, dimana semua dilakukan dengan tangan (handmade). Lalu ia menambahkan, hari ini kita sedang memproduksi Djarum Coklat Extra dan Djarum Coklat (reguler).

Para karyawan borong pun terlihat ceria menyambut kedatangan tamu istimewa hari itu. Mereka dengan ramah dan penuh keakraban bertegur-sapa dengan para beswan. Ini membuat para beswan merasa tidak canggung. Mereka langsung mendekati para karyawati, berbaur dan bertegur sapa layaknya keluarga sendiri. Anak-anak yang bertemu ibunya. Setelah bertahun mereka menuntut ilmu di kota lain. Inilah wajah dan keringat ibu yang selama ini telah ikut membesarkan anak-anak Pertiwi. Dan satu tahun ke depan membesarkan mereka melalui program Djarum Beasiswa Plus. Seperti tertuang dalam program Djarum Beasiswa Plus, sejak tahun 1984, Djarum telah secara konsisten bergerak dan turur membangun dunia pendidikan Indonesia.

Hampir seluruh beswan terkagum-kagum. Dengan kecepatan dan ketepatan tinggi, para karyawati borong melinting (di Kudus sering disebut “giling”) batang demi batang. Dan dalam satu hari jam kerja, mereka rata-rata akan memperoleh pendapatan rata-rata 4.000 batang, dengan hasil rata-rata 600 - 650 batang per jamnya. Itu artinya, dalam 1 menit mereka bisa melinting sekitar 7 – 10 batang. “Wah, hebat! Cepat sekali ya!” teriak salah seorang beswan. “Saya sepuluh menit aja belum dapat satu batang!”
Tetapi dengan sabar dan ramah, para karyawati yang melinting rokok tetap mempersilakan para beswan untuk mencoba lagi, melinting rokok. Diajarinya bagaimana jari tangan kanan menjumput tembakau, kemudian menata dan merapikannya ke atas kain mori di alat giling, menuntun tangan beswan mengambil dan menata ambree (baca: kertas rokok) lalu pelan-pelan ditariknya stang gilingan. Jadilah sebatang rokok Djarum Coklat! Meskipun hasilnya belum sebaik buatan para karyawati, para beswan tetap merasa puas dan bangga telah mempu melinting rokok.

Ada pula yang sudah hampir putus asa sesudah berkali-kali mencoba tapi gagal. “Sulit juga, ya, ternyata!” keluhnya sambil mengusap keringat di dahinya. Dengan lembut ibunya menimpali, “Mudah kok, ayo dicoba maneh, nduk.” Fatah, salah seorang beswan dari angkatan 26 yang ikut mendampingi adik-adiknya ini juga menyatakan bahwa para beswan kagum melihat kecepatan dan ketepatan melinting rokok di sini.



Menengok Masa Silam untuk Menatap Masa Depan

Menara Kudus menjadi salah satu dari empat titik utama kunjungan budaya para beswan angkatan 27 tahun ini. Salah satu tinggalan budaya Indonesia dan menjadi kebanggaan seluruh masyarakat, Menara Kudus tetap bersinar dan tetap kokoh seperti bentuk aslinya yang kaya nilai historis hingga saat ini. Bangunan gapura Masjid dan Menara Kudus bentuknya berbeda dengan bangunan masjid pada umumnya di Indonesia. Selain bentuk yang khas, gapura dan bangunan menara terbuat dari tumpukan batu merah pada Masjid Menara Kudus masih menyisakan daya pikat.

Masjid Menara Kudus dulunya bernama Masjid Al-Aqsa, terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Masjid yang didirikan oleh Ja’far Sodiq –kemudian dikenal sebagai Sunan Kudus-- pada 956 Hijriah atau 1549 Masehi ini kini menjadi salah satu tempat bersejarah penting bagi umat Islam di Jawa. Belakangan justru masjid tersebut populer dengan panggilan Menara Kudus. Hal ini lantaran merujuk pada menara candi di sisi timur yang memakai arsitektur bercorak Hindu Majapahit.

Ketika Islam masuk ke Nusantara, menurut Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, memang dengan bijak para penyebar Islam menghargai tradisi leluhur yang dijumpai sambil memperkenalkan ajaran Al Quran. Sehingga, antara agama dan budaya setempat saling menopang dan saling mengisi. "Agama tak berkembang tanpa wadah budaya dan budaya akan hilang arah dan ruh tanpa bimbingan agama," kata Komaruddin.

Toleransi atar umat beragama juga dicerminkan di sini. Menurut salah seorang warga, untuk menghormati pemeluk agama Hindu, warga yang bermukim di Kudus tidak menyembelih binatang sapi, mengingat binatang tersebut dalam Hindu dihormati bagi pemeluknya. "Mereka taat dan masih memegang wasiat (pesan) Sunan Kudus," ia menjelaskan. Dan ini masih berlaku hingga hari ini.
Menurut sebuah laman, yang ditulis Bambang Setia Budi, bangunan menara Kudus mempunyai ketinggian 18 meter, berukuran sekitar 100 m persegi pada bagian dasar. Seluruh bangunan menggambarkan budaya khas Jawa-Hindu. Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen, namun konon dengan digosok-gosok hingga lengket serta secara khusus adanya selasar yang biasa disebut pradaksinapatta pada kaki menara yang sering ditemukan pada bangunan candi.

Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat soko guru yang menopang dua tumpuk atap tajuk. Sedangkan di bagian puncak atap tajuk terdapat semacam mustoko (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada elemen arsitektur Jawa-Hindu.

Menengok masa silam dengan mengunjungi Masjid dan Menara Kudus, merupakan slah satu bentuk pembelajaran tentang sosial-kemasyarakatan. Para beswan akan menangkap lebih banyak hal penting dari ini. Ada nilai-nilai luhur, kebijaksanaan serta toleransi yang tinggi. Hal ini seiring dengan latar belakang Djarum menetaskan program beswan plus, yaitu perbudayaan dan pemberdayaan mahasiswa berprestasi tinggi, dalam berbagai pelatihan soft skills untuk membentuk manusia Indonesia yang disiplin, mandiri dan berwawasan masa depan serta menjadi pemimpin yang cakap intelektual, emosional dan spiritual. Setelah melihat ke belakang, mestinya kita akan semakin mantap menatap masa depan yang lebih baik.



Menjangkau Langit Meraih Bintang

Perjalanan berikutnya menuju Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) yang dikembangkan oleh Djarum sejak tahun 1979. Memang sejak 1977 Djarum sudah mulai melakukan gerakan penghijauan di Kudus, namun management Djarum dua tahun berikutnya, memperluas programnya dengan tidak hanya melakukan penanaman, tetapi juga pembibitan.

“Saya benar-benar tidak menyangka Djarum sehebat ini,” kata Sri Cahya lestari, 19 tahun, beswan dari UIN Bandung kepada WKD di sela-sela kunjungannya di PPT Kaliputu. Ia menambahkan, Djarum ternyata sangat peduli dengan masyarakat dan lingkungan. Mengembangkan olah raga, tanggungjawab sosial dengan membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan kali ini saya semakin tahu betapa besar kepedulian Djarum terhadap alam dan lingkungan.

Pendampingan kepada para beswan dilakukan oleh Yunan Aditya, dengan menjelaskan bahwa berbagai kegiatan sehubungan dengan penghijauan telah dilaksanakan Djarum bersama masyarakat, institusi serta para aktivis LSM-LSM lingkungan. Salah satunya adalah aksi penghijauan lereng Gunung Muria dengan tanaman peneduh maupun pohon bernilai ekonomi dan penanaman tanaman mangrove di Pulau Karimunjawa. Hal ini diharapkan bisa mempertahankan kawasan penting resapan air kota Kudus, secara makro, juga dapat membantu mengurangi efek pemanasan global.

DAS Bengawan Solo Penghijauan DAS Bengawan Solo menjadi program yang dilakukan Djarum secara berkesinambungan bersama Pemerintahan Daerah dengan agenda: Sosialisasi, Pemberian Pelatihan serta penanaman Pohon Buah Unggul disertai dengan pemberian Sertifikat Tanah/GMRA oleh PBN Propinsi, kepada masyarakat sekitar DAS Bengawan Solo. Jumlah Bibit yang diberikan setiap Kota Kabupaten sebanyak 10.000 bibit pohon buah pertahun sebanyak 14 Kota Kabupaten, selama 5 tahun. Penghijauan DAS Bengawan Solo dijalankan atas dasar keprihatinan PT Djarum pada DAS Bengawan Solo sebagai urat nadi banyak daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Yunan Aditya juga menjelaskan program Djarum Trees for Life dengan penanaman 2.767 Pohon Trembesi (Latin: Samanea Saman) Semarang-Kudus. Dan pada 27 Mei 2010 Djarum Trees for Life telah berhasil menyelesaikan misi tahap pertama yaitu menanam sebanyak 2.767 Pohon Trembesi di sepanjang turus Semarang-Kudus. Inilah semangat Djarum Trees For Life, terus berkomitmen dan konsisten melakukan pelestarian lingkungan Indonesia. Dengan komitmen yang tidak pernah putus inilah, maka Djarum Bakti Lingkungan terus berusaha melakukan penanaman pohon dan ikut berperan serta dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Melalui Djarum Trees For Life, kami berharap di masa mendatang 2.767 Pohon Trembesi dewasa dapat menyerap CO2 sebanyak 78,826,296 kg/tahun. Sehingga menjadi salah satu upaya untuk mengurangi efek pemanasan global, ujar Thomas Budi Santoso, Direktur PT. Djarum kepada REPUBLIKA. Seperti kita ketahui bahwa dalam Konferensi Tingkat Tinggi Puncak Perubahan Iklim pada 18 Desember 2009 di Copenhagen-Denmark menuntut adanya pengurangan emisi karbon dunia harus di bawah ambang batas yang ditargetkan yaitu 25 hingga 40 persen. Sementara Pemerintah Indonesia dalam konferensi tersebut berkomitmen akan mengurangi 26 persen emisi karbon pada 2020. Salah satu solusi upaya mengurangi emisi karbon adalah dengan melakukan penanaman Pohon Trembesi.

Menurut Dr. Ir. H. Endes N. Dahlan, Dosen Fakultas Kehutanan Institut Peranian Bogor mengungkapkan bahwa penanaman Pohon Trembesi merupakan suatu terobosan mengatasi pemanasan global karena memiliki daya serap gas CO2 yang sangat tinggi. Satu batang pohon Trembesi mampu menyerap 28,5 ton gas CO2 setiap tahunnya (diameter tajuk 15m). Selain itu Pohon Trembesi juga mampu menurunkan konsentrasi gas secara efektif, tanaman penghijauan dan memiliki kemampuan menyerap air tanah yang kuat.
Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) Djarum yang rencanannya akan diperluas menjadi 30 hektar lebih di Gondangmanis ini tidak hanya melakukan pembibitan tanaman-tanaman yang secara ekonomis punya nilai tinggi. PPT juga turut mengembangkan tanaman langka yang diambil dari Kebun Raya Bogor. Seperti Sempur (Dillenia Indica), Eboni (Diospyros Celebica), dan sebagainya. Selain itu, juga pembudidayaan untuk tanaman-tanaman yang memiliki nilai tradisi-religi tinggi, seperti: Sawo Hijau (Chrysophillum Cainito), Nogosari (Mesua Ferrea), Kepel (Stellechocarpus Burahol) dan semacamnya.

Sebagaimana ‘cita-cita’ setiap tanaman yang ada di PPT, tumbuh semakin besar dan tinggi menjangkau langit. Seperti itulah harapan Djarum terhadap para beswan. Djarum sangat menyadari bahwa pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan bangsa dalam mewujudkan masa depan yang lebih baik. Maka para beswan, jangkaulah langit dan raihlah bintang!


Saatnya Jadi Pelaku dan Berkarya
Para beswan Djarum yang berangkat dari 74 universitas dan perguruan tinggi seluruh Indonesia itu, pada siang harinya berkumpul di GOR PB Djarum Kudus, untuk mengikuti acara Membatik bersama Beswan Djarum. Acara tersebut didampingi oleh ahli-ahli dan perajin batik dari Galery Muria Batik Kudus, pimpinan Yuli Astuti yang juga menjadi Anggota ASEAN Women bidang kerajinan batik. Kehadirannya juga bersama Pengamat dan pecinta batik tradisional dari Galery Batik Kudus perwakilan Jakarta, Miranti Serad Ginandjar.

Aroma khas asap dari malam/lilin untuk membatik, sudah tercium sejak dari luar gedung GOR PB Djarum. Seluruh beswan, dengan kelompok-kelompok kecil sejumlah 4 orang, masing-masing telah menghadapi wajan berisi malam/lilin cair di atas tungku menyala. Dan setiap beswan telah disiapkan masing-masing satu buah canting berikut bahan kain yang telah diberi dasaran motif Kupu-kupu Tembakau. Para beswan hari itu benar-benar menjadi pelaku dari berlangsungnya kebudayaan itu sendiri. Tidak hanya menjadi penikmat.

“Wah, jadi pegel semua nih,” ujar Tiwi dari Bandung. Tapi asyik, buru-buru ia menambahkan. Memang, proses membatik sendiri sebetulnya mengandung banyak pelajaran. Tidak hanya hasil karyanya saja yang memiliki nilai tinggi, tetapi prosesnya sendiri melatih kesabaran, ketelitian, kerapian serta butuh konsentrasi. Dari sini sebetulnya ‘membatik’ juga turut membentuk kepribadian dan jatidiri manusia. Setelah menuliskan namanya di atas kain batik, WKD melihat satu kalimat terselip di sudut kanan atas, “makasih ya Djarum”.

Menurut leaflet yang dibagikan kepada setiap beswan, motif yang akan mereka batik merupakan motif Batik Beswan Djarum yang memiliki 4 gambar dengan filosofi, antara lain: Kupu-kupu Tembakau: tembakau sebagai unsur utama, dan kupu-kupu sebagai simbolisasi atas metamorfosa kehidupan. Kemudian Cengkeh dalam motif ini menggambarkan khasiat rempah sebagai rangkaian nafas hidup. Alat Giling menjadi simbol bahwa keberadaan rokok kretek memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, dan Menara Kudus diejawantahkan sebagai kota asal kretek yang religius dan berbudaya.

Kerjasama dengan Djarum sendiri untuk mengembangkan batik sudah lama dilakukan. "Desain batik Kudus dari perajin RPK (Rumah Pesona Kain) yang konsisten membina pembatik dan menyalurkan produk batik Kudus ke berbagai kalangan, sudah digunakan sebagai aplikasi pada busana seragam staf Djarum. Aplikasi motif batik Kudus dengan warna dasar abu akan ditampilkan pada bagian tangan dan punggung pada seragam kerja staf. Di Djarum, batik Kudus sudah dipakai serempak 21 April yang lalu untuk memperingati ulangtahun Djarum," jelas Renitasari, program director bakti budaya Djarum Foundation, yang dikutip dari Kompas Female.

Seorang beswan dari Kalimantan yang diwawancarai oleh pembawa acara, mengatakan bahwa acara membatik tersebut sangat bagus. Karena ia merasa diajak untuk menjadi pelaku budaya. Meski diakuinya, masih sangat kurang, karena ia sendiri baru melakukan (membatik) untuk pertama kalinya. Sebelumnya tidak pernah. Sementara seorang beswan dari Medan mengungkapkan kegembiraannya. Ia merasa senang telah terlibat dalam program ini. “Luar biasa,” katanya.

Acara praktek membatik bersama beswan Djarum berlangsung sekitar 45 menit. Setelah itu acara dilanjutkan dengan peragaan busana batik khas Kudus. Berkali-kali para beswan memberika apresiasi dengan tepuk tangan meriah melihat gelaran batik-batik khas Kudus yang indah dan menggoda tersebut.

Di balik semua itu, tersimpan makna bahwa sudah saatnya kita-lah yang harus menjadi pelaku-pelaku atas pelestarian dan pengembangan kebudayaan kita agar semakin maju dan beradab. Atas budaya sendiri, kita seharusnya yang ambil peranan terbesar. Menjadi aktor utama untuk menuntaskan semua pekerjaan kita untuk bangsa ini. Di situlah, kedigdayaan Indonesia bisa benar-benar akan teruji dan terwujud, kuat sebagai bangsa yang berkepribadian, dan kuat sebagai bangsa yang besar di mata dunia.


Akhirnya memang, seru tidak hanya melibatkan makna kata semata? Di dalam kata tersebut juga ternyata melibatkan kejiwaan atau perasaan orang tersebut. Pengucapannya pun singkat, tegas dan selalu disertai dengan ekspresi semangat dan kegembiraan. Dan sepertinya, sesudah mengatakan seru, sudah habis pula kata-kata lain untuk menandinginya. Yang ada adalah penjelasan panjang lebar, bagaimana seru itu terbangun. “Serunya itu yang bagaimana?” tanya WKD. Seperti kehabisan kata-kata, dia tetap menjawab lagi, banyak “plus-plus”-nya. “Pokoknya seru deh!” Saya beruntung dapat beasiswa dari Djarum. Sudah sejak semester 1 saya memimpikannya, tambah Sri Cahya Lestari dari UIN Bandung dengan gembira sekaligus bangga.***(asajatmiko)

Indonesia Type 21, -1

Indonesia, lelaki paruh baya, rumah mungil di bawah trembesi
Dimana catatan alamat surat sahabat telah di larung
Ketika ancaman hari depan menjadi sarapan pagi
Dimana aroma wangi tanah basah telah banyak menguap
Ketika setiap malam tidur menjadi saat yang menakutkan

Berhektar hektar ladang menumbuhkan pucuk pucuk harapan
Bagi mulut mulut besar, tapi tidak bagi penyair, bagi Ibunda
Bagi anak anak yang percaya kepada hati nurani
Berhektar hektar ladang membunga percik api kemarahan
Karena angin telah berhembus mengabulkan doa penjual nama

Indonesia, lelaki paruh baya, tabur bunga di pusara ibunya
Dengan bunga yang tak dipetik, tapi dipungutnya setelah gugur
Di tiap senja di bawah trembesi, juga di pusara mimpinya
Hingga terbenam dalam sunyi dendam yang tertahan

Rumah mungil pun mengabut, bidadari kecil menangis di sudut
Ibunda dengan wajah lebam berhias di kaca retak
Matahari terus membakar ladang ladang, memaki ladang ladang
Lelaki menelusup pintu dan teronggok di bawah celah atap
Mencari cari bulan.

Kudus, 2010.

Indonesia Type 21, -2

Indonesia dalam jantung bocah 11 tahun
Berdetak lambat seperti jarum jam di stasiun
Kereta yang ditunggu membawakan mainan
Tak juga muncul
Bersama jutaan bocah lainnya
Bermain, meski bermain sudah tak lagi berhati
Hanya semakin menjauhkannya dari kampung halaman.

Rumah mungil dan trembesi menyimpan kenangan
Sunyi memanggil mengajaknya mati
Lalu cakrawala berpelangi jelaga, sehitam keluh kesahnya:
”Aku ingin melihat hutan, Ma... membelai harimau dan orang utan”
Mengapa ruang telah dimampatkan
Hingga jantung berdetak lamban?

Dia tertidur dalam remang cahaya di antara Matematika dan Agama
Lalu ia bermimpi menulis sebaris email untuk kenalan barunya:
”Apa kau mengenal Indonesia, seperti aku mencintainya?”
Kereta tak jua datang, hanya deru angin menggetarkan pohonan
Tapi di mimpinya, ia melihat kereta telah melaju kencang
Tapi tak berhenti lama
Dan tak menghampirinya.

Kudus, 2010

Denganmu

di gigir Rawapening. sepoi merayu kangen.
aku datang padamu, hati bening.
berpeluk dan bercinta, hingga langgeng.
Sayang, ayo lekas mandi. Bersiap kita melancong
Di satu sudut Jogja yang suri. Nonton pentas wayang wong
Di Ndalem Mangkubumen. Sungkem untuk loyalitas permanen.

Ambarawa - Jogja, 2011.

Face to Face

halus dan lembut
seperti kasih seorang ibu
hangat dan sejuk
begitu ada di depanmu
suasana yang lama kami rindu
bertahun diayun arus waktu.

candi mendut, 2011.

Melukis

detail: gurat senyum bibirmu, alis manis dan bulu mata wibawa
Juga sorot mata elang yang bikin dia terjatuh saat menatapmu
Serta suaramu, kulukis, suara yang telah membiusnya ke masa lalu
Dan dia tahu, lukisan itu kini abadi. Dengan bingkai sekuat jati.

Kudus, 2011.

Lumbini

dengarkan yang kau rasa indah
rasakan lembut buainya
lalu hanyutkan di gairahnya
dan biar kutunggu saatnya nanti
ucapan kalimatmu yang kubenci
ku tunggu kau di taman lumbini
betapa rapuh raga kita ini.

Kudus, 2011.

Ledakan

derai tawamu semalam
menjadi bulirbulir airmataku
peraman sepanjang 13 tahun
senyum pada kisahkisah manismu
bercengkrama dalam hujan
akhirnya memang harus tahu diri
desah bisa jadi ledakan.

Kudus, 2011.

27/11/11

Aku yang Lain

Kini kau akan sedikit lebih mengerti
lagu ombak siang malam yang mengibarkan rambutmu
sayap patah merpati yang tersangkut ranting kering
menjadi tak berarti
seperti ribuan kata kata dari buku sajakku
yang menggelembung bagai balon busa yang ditiupkan anak anak kecil
lalu pecah di kebun belakang.

Aku meloncat keluar dari jiwamu,
karena aku ingin lihat dirimu yang sesungguhnya
saat kau membersihkan halaman rumah dari daun daun yang lelah
aku telah mengembara ke tempat-tempat yang tak kau pahami
bertamu dan bertanya kepada rumput hijau, tapi tak jua ketemu kau di siitu?!

Semua ini kesiasiaan, sayang
jika kau hanya menakar keringat
menimbang beban yang semakin memberat
dan di tikungan jalan kau rubuh
menikam nikam diri dengan seribu penyesalan

Jangan, sayang
dengarlah pengembaraan ini….
matahari yang tegar menyeret cakrawala
dimanakah rasa lelah ia timbang
pucuk-pucuk angin yang setia memimpin musim
dimanakah rasa bosan ia tanggalkan
dan kini lihatlah dirimu
pohon tak pernah menghitung berapa puluh ia akan berbuah
bunga tak pernah menjerat diri untuk sebuah keindahan
dan engkau, kenapa menangis di tepi jalan
sementara kau tahu angin perubahan melintas
bagai arus deras sungai mampu menghanyutkan siapa saja

masuki dirimu saat matahari miring 175 derajat ke cakrawala
dan hanya bila dirimu adalah jiwa yang merdeka
yang riap dengan irama bendhe perjuangan
yang gemuruh dengan angin tegar yang mengasuh musim
yang lapang seperti langit
menyediakan matahari bangkit
dengan penuh kemuliaan
dari ufuk timur jiwamu.

Kudus, 2006.

SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA

  SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA Kau terlebih dulu ada Sebagai saudara tua yang setia Kau terlebih dulu berada di sini Siang malam diam-diam ...