28/08/17

Dalam Gerbong Kereta

Sajak ini saya bacakan untuk pertama kalinya, pada 25 Agustus 2017, di depan teman-teman dan para santri di MA SALAFIYAH, Pati. Kemudian saya bacakan kembali di depan para pemuda Katolik (OMK) serayon Pati pada malam berikutnya (26/8) di Balai Budaya Rejosari.

Asa Jatmiko
DALAM GERBONG KERETA

Kemana saja kita selama ini?
Menjadi penyair yang bersajak anggur dan rembulan?
Menjadi politisi yang berorasi demi tahta dan mahkota?
Menjadi ulama yang berkhotbah atas nama jubah?
Menjadi seniman yang tiap hari ke salon untuk rambutnya yang gondrong?
Menjadi guru yang selalu lupa mengabsensi muridnya?
Menjadi pemuda yang sibuk dengan pacarpacarnya?

Kemana saja kita selama ini?
Gerbong kereta Indonesia melaju tak terkendali
di atas rel yang tak seirama
Masinisnya telah mati terbunuh di perempatan reformasi
Para kondekturnya mabok di sudutsudut gerbong
mereka bergoyang pantura
hingga lupa dadanya telah terbuka
wudelnya bodong nodong kemanamana
mulutnya penuh uang saweran

'Tutupen botolmu, tutupen oplosanmu,
Emanen nyawamu,
Aja mbok terus-teruske
Mergane, ora ana gunane..."

Hendak kemanakah kita?
Rel kereta lurus dan panjang
Menjalar di sepanjang tepi pantai,
melingkari perbukitan
Lalu hilang dalam kegelapan

Larut dalam hening yang dalam
Suara kelelawar terjepit di antara bebatuan
Tak ada bulan. Tak ada bulan.
Anjing menggonggong di kejauhan.
Jubah mahadewa berkelebat dan hilang.


Kereta terus bergerak
Berderakderak
Di gerbong kereta nomor dua
Seorang lelaki muda blingsatan
Tangannya mencengkeram perutnya
Keringat bercucuran dari keningnya
Lehernya
Tubuhnya terguling bergulung menggulung
"Aaahh!"

Tibatiba berhenti, kepalanya membentur tiang besi
Orangorang melihatnya
Merubungnya
Bergumam dan berbicara meyakinkan dirinya sendiri
"Dia sakit?"
"Ah, cari perhatian saja!"
"Mulutnya berbusa. Ayan?!"

Seseorang mendekati lelaki muda yang terkapar itu
"Hei, jangan! Nanti kamu ketularan!"
"Dia perlu pertolongan!"
"Nggak!"
"Nanti juga sembuh. Itu cuma sakit perut!"
"Kamu sakit?"
"He, wiswis! Rausah dirubung! Sumuk!
"Dasar ndeso!"
"Bubar! Bubar!!"

Satu persatu kembali ke tempat duduknya.
Terdengar roda besi gemeretak di bantalan rel
Gerbonggerbong nggloyor terhuyunghuyung
Kepalanya berdarah
Di luar, malam terbelah
Angin santer melumat nasibnya.

Seorang lelaki bertubuh tambun melek dari tidurnya
Gegara disikut perempuan yang duduk di sampingnya
Ia tak bertanya mengapa kepalanya disikutnya
Ia tahu kepalanya tlah nyangkut ke buah dadanya

"Tidur itu yang sopan!
Sudah ndak sopan, ngorok pula!
Suara kereta sudah terdengar seperti gasing
Tambah dengkurmu nambah bising!
Minggir!!”

Mendengar keributan
anaknya di pangkuan terbangun
Usianya lima 5 tahun
"Sudah sampai mana, Ma?"

Di luar kereta
gelap telah beberapa lama menyergap.
Ia mendekat ke jendela kaca
Terlihat bayangan wajahnya
Rasa takut datang tibatiba
Lalu perlahan ia menarik wajahnya

"Sudah, jangan ribut.
Tidak usah banyak tanya."
Perempuan itu mengambil android dari tasnya.
"Nih, kamu mainan game saja."

Lelaki yang disikut kepalanya,
kembali dari wc kereta
Bau pesingnya masih ngikut di belakangnya.
Perempuan itu menutup hidungnya.
"Wah, itu game gampang.
Kalau gampang, ndak menarik.
Sini, om carikan game yang asyik!"

"Yee!! Ini bagus, Om!
Sini, aku saja yang main.
Nah, aku pinter kan, Om?!
Aku pinter, kan?”

Tak lama, anak itu sudah terbenam dalam permainan
Dunia yang tak dikenalnya
Tapi dunia yang menjadikannya seolah hero
Dunia yang selalu memberinya hadiah kesombongan
Dunia yang seolah dekat,
tapi tak pernah menjadi pengalamannya
Dunia yang merangsangnya untuk menang
Sekaligus merangsangnya blingsatan kecanduan.

Larut dalam hening yang dalam
Suara kelelawar terjepit di antara bebatuan
Tak ada bulan. Tak ada bulan.
Anjing menggonggong di kejauhan.
Jubah mahadewa berkelebat lalu hilang.

Di gerbong kereta ketiga
Orangorang baru terbangun dari tidur
Mereka telah tidur berjamjam
Karena perjalanan yang menjenuhkan
Hanya setengah jam saja,
duduk di bangku kereta,
Lalu tertidur membawa mimpi masingmasing.

Berdiri seorang lelaki
Badannya tegap dan tinggi
Sambil berjalan di lorong di antara penumpang,
ia berbicara:
"Kawan-kawan semuanya,
Stasiun tujuan kita masih jauh
Perjalanan kita masih lama
Tetapi kita tidak boleh lena
Harus selalu waspada
Karena inilah perang sesungguhnya."

"Periksa semua barang bawaan kalian
Isi dompet, saku celana dan juga tas ransel kalian.
Kita harus waspada
Karena kita tidak tahu pencopet beraksi
Jangan sampai kita sadar saat kita sudah kehilangan."

"Kita adalah satu
Ikatan kita kuat
Lihatlah kita telah nampak sama
Dari celana dan warna baju
Hingga cita-cita masa depan: Sama.
Kita bergerak bersama
Karena dengan bersama,
cita-cita akan mudah tercapai."

Orangorang memeriksa saku baju dan dompetnya
Memeriksa rambut dan wajahnya
Memeriksa tangan dan lehernya
Dan setelah semua merasa nampak sama
Giranglah mereka
Bersoraklah mereka

Sementara besi dan besi bergandengan
Besi dan besi bertumbukan
Besi dan besi berhimpitan
Besi dan besi bertabrakan
Tibatiba lampu di dalam gerbong padam

Laju kereta berjalan tersendat
Beberapa detik tanpa suara
Gelap

Roda-roda besi memercikkan bunga api
Lalu di detik berikutnya pecahlah keriuhan
Orangorang berhamburan di dalam gerbong
Ruangan penuh teriakan
Di selaselanya terdengar jeritan
Lalu tangisan.

Di belakang pintu yang rusak
Seseorang tergencet
Tapi tak ada yang mendengar
Sayupsayup ia mengerang mengaduh kesakitan.

"Hai! Ada orang tergencet di pintu!
Semua diam!
Tolong semua berhenti!"

Orangorang berhenti sebentar,
menoleh kepadanya
Menatap saja
Kemudian bergegas lari dan kembali menghambur.
Kembali pada keriuhan.

"Kita satu, bukan?
Satu gerbong
Satu citacita
Kita sama, bukan?
Dalam gerbong yang sama
Untuk citacita yang sama!"

Beberapa orang akhirnya mendekat
Menyalakan lampu dari hape-nya
"Dia pencopet!
Biar saja mati
Hidupnya hanya bikin resah orang lain!"

Kereta masih jalan
Meskipun pelan
Suara dari patahan rel yang terlindas
Seperti suara air masak di atas tungku raksasa
Di gerbong keempat
Beberapa orang berbincang
Sambil matanya memeriksa ke sekitar
Seperti tak ingin orang lain dengar.

"Sudah kau selesaikan tugasmu
Sekarang tinggal bagianku.
Para kondektur yang mabok itu
Akan segera berada memihak kita.
Aku yang akan mengatur segalanya
Kalian tinggal tunggu di sini
Menikmati laju kereta
Sambil menantikan kemenangan
Yang sudah di depan mata.
Setuju?!"

Namun masih ada keraguan di antara mereka
Sulit untuk meyakinkan para kondektur
Sulit untuk membuat mereka takluk begitu saja

"Borok mereka adalah senjata kita
Keangkuhan mereka adalah granat kita
Cukup mudah buat kita:
Cukup arahkan senjata
Tepat di kepala mereka."

Larut dalam hening yang dalam
Suara kelelawar terjepit di antara bebatuan
Tak ada bulan. Tak ada bulan.
Anjing menggonggong di kejauhan.
Jubah mahadewa berkelebat dan hilang.

Sementara di dalam gerbong kelima
Gerbong paling sunyi
Gerbong paling diam
Gerbong neraka bagi pencari keadilan

Semua tempat duduk terisi
Wajahwajah penuh amarah yang ditahan
Wajahwajah pongah yang menyimpan uang haram
Anakanaknya berwajah dekil, perutnya busung lapar
Wajahwajah yang tak jua selesai dengan urusan pribadinya
Wajahwajah yang tak berani bertanya
untuk apa mereka dibawa
Untuk apa perjalanan selama ini.

Hendak kemanakah kita
Menempuh perjalanan ini
Bertemu dalam satu kereta
Suara kelelawar yang terjepit bebatuan
Makin banter terdengar
Rupanya ia telah berhasil lepas
dari jeratan akar di batuan

Ia melintas di atas gerbong kereta
Kibasan sayapnya terdengar menembus kacakaca jendela
Di lehernya berkalung lempeng perisai
Berkerlipan bercahaya

Lalu pada kibasan terakhir,
sayapnya tersangkut engsel sambungan kereta
ia terjerembab,
jatuh tak ada lagi yang tersisa,
kecuali sorot matanya.

Seorang anak kecil, lima tahun
Melihat semuanya
Lalu berjalan ke arahnya
Memecahkan kaca pintu
Memanjatnya
Lalu menghampirinya.

Kereta masih bergerak
Berderitderit
Berdarahdarah
Tibatiba terdengar ia bersuara:
"Kita punya kesadaran
Kita punya kepahaman
Kita tidak butuh teori."

Anak kecil itu seperti meyakinkan dirinya
"Hai, aku mengenalmu.
Ya, aku mengenalimu.
Ya, kamu yang sering aku hapalkan.
Kata mereka, kamu kelelawar,
Nyatanya kamu bukan.
Dan sama sekali bukan seperti yang mereka katakan.”

"Iya. Benar."
"Ini perisai emas!
Ada gambar bintang
Rantai
Pohon Beringin
Padi dan Kapas
Kepala Banteng
Ini gambargambar kesukaanku.
Semua ini ada di kampung halamanku."

"Iya. Benar.
Katakan kepada mereka,
aku bukan Tuhan
Aku bukan mahadewa.
Aku bukan di awanguwung.

"Aku seharusnya ada di hati
Di tangan dan kaki
Di pikiran
Di perkataan."

Larut dalam hening yang dalam
Suara kelelawar terjepit di antara bebatuan
Tak ada bulan. Tak ada bulan.
Anjing menggonggong di kejauhan.
Jubah mahadewa berkelebat dan hilang.

Kudus, Agustus 2017

*) meminjam istilah Rendra: "penyair yang bersajak tentang anggur dan rembulan."












30/03/17

Sandyakala Nusantara

SANDYAKALA NUSANTARA
Naskah: Asa Jatmiko


ADEGAN 1
Indonesia the Great

SUARA GENDERANG, KEMUDIAN DISUSUL MUSIK DARI LAGU-LAGU PERJUANGAN ATAU LAGU NASIONAL. SUSUL MENYUSUL TERDENGAR JUGA SUARA PEMBACAAN TEKS PROKLAMASI OLEH SOEKARNO, ORASI BUNG TOMO, DAN SEBAGAINYA.

DARI SANA KEMUDIAN LAMAT MULAI TERDENGAR BEBERAPA MUSIK DAERAH DI INDONESIA, JUGA GEMERECAK MUSIK BARONGAN, BARONGSAI LALU IRAMA MUSIK KECAK BALI.

SEIRING DENGAN MUSIK DI ATAS, DARI BERBAGAI PENJURU MUNCUL ORANG-ORANG DENGAN MEMBAWA BENDERA MERAH PUTIH DARI BERBAGAI UKURAN. TIDAK ADA YANG SAMA. SEMUA ITU MENUNJUKAN BAHWA SETIAP WARGA NEGARA MEMILIKI KONTRIBUSI UNTUK BANGSANYA.

DENGAN PENUH KEGEMBIRAAN MEREKA MELAKUKAN SIMBOLISASI ATAS KEMAJUAN PEMBANGUNAN, KEBERAGAMAN, SALING MENGHORMATI, DAN SEBAGAINYA. HINGGA PADA AKHIRNYA MEREKA MEMBENTUK SATU BENTUK UTUH SEBUAH MENARA DENGAN SATU BENDERA MERAH PUTIH DI PUNCAKNYA.



ADEGAN 2
Siasat Penghancuran

DARI ARAH PANGGUNG YANG BERLAWANAN, MUNCUL BEBERAPA ORANG LAYAKNYA BODYGUARD (DENGAN PAKAIAN PREMAN) MENGIRINGI MASUKNYA MISTER BOSS. SALAH SEORANG BODYGUARD MEMBAWAKAN TASNYA.

MEREKA MEMPERBINCANGKAN KEGAGALAN-KEGAGALAN YANG TELAH MEREKA RAIH SELAMA INI. DAN ITU LEBIH BANYAK KARENA PENYALUR TERLALU TELEDOR. MENINGGALKAN JEJAK. DAN GAMPANG TERDETEKSI.

SALAH SATU ANAK BUAHNYA, MUNGKIN DARI INDONESIA, MENCOBA MENGUSULKAN CARA BARU. OBAT-OBATAN TIDAK LAGI DIMASUKKAN KE PERLENGKAPAN SI PEMBAWA, TETAPI DITITIPKAN MELALUI ORANG LAIN YANG TIDAK DIKETAHUI.

USUL ITU DITERIMA. TETAPI MISTER BOSS KEMUDIAN MENERIMA TELEPON DARI FREDDY BUDIMAN. MEREKA MENYEPAKATI PENGIRIMAN BEBERAPA KILOGRAM KE SEBUAH ALAMAT TERTENTU. TENTU DIAKHIRI DENGAN PERBINCANGAN BERAPA DUIT YANG AKAN MEREKA TRANSFER.

KIM                              Saya tidak ingin kali ini gagal lagi. Kalian tahu, setiap kegagalan, biaya melulu. Setiap kegagalan, artinya pembengkakan dana.
BEJO                           Siap, Mister Boss! Saya jamin kali ini tidak akan gagal. Saya sudah tegaskan kepada mereka semua untuk lebih berhati-hati.
KIM                             Hati-hati? Hati-hati, katamu?! Hati-hati tok?!
BEJO                           Iya, Mister Boss!
KIM                             Ini! Mana mungkin berhasil kalau kamu Cuma mengandalkan “hati-hati”!
                                    Wahjan, kamu ini ceroboh sekali. Saya butuh yang konkret!!
BENHILL                      Mister Boss, tenang saja! Saya sudah paham dengan apa yang Mister maksudkan.
KIM                             Apa yang sudah kamu lakukan?
BENHILL                      Sebelum saya kemari, saya tadi sudah komunikasi kepada orang-orang di bawah, untuk memberi pengawalan kepada kurir kita. Mereka akan memastikan, kurir kita akan sampai ke tujuan dengan selamat dan tidak kurang suatu apa.
KIM                             Emoh, tidak bisa. Itu kurang konkret! La kalau kurir kita sampai tertangkap petugas, pengawal-pengawal itu bisa berbuat apa? Melawan petugas? Tidak mungkin, kan? Goblok!
PO                               (TERTAWA) Akhirnya berhasil!(TERTAWA)
WISTO                         Wisto, cekakak-cekikik! Katakan! Berhasil apa?
PO                               Kamu itu ya, ketawa saja ndak boleh…
WISTO                         Wisto, cepet ngomong!
PO                               Sabar! Sabaarrrr!! (KEPADA KIM) Begini Mister Boss, setelah saya utak-atik beberapa hari ini, dengan penuh ketelitian dan kecermatan. Juga dengan segala daya kecerdasan yang saya miliki…
WISTO                         Wistooooo….!
BENHILL                      To the point!
BEJO                           Langsung saja, intinya!
KIM                             Lanjutkan, Po!
PO                               Jangan sebut saya Po’o kalau tidak bisa meretas jaringan komunikasi di Negara tujuan. Kalau kita mau, kita bisa mengambil alih kendali pesawat terbang yang memasuki Negara tersebut, menjadi di bawah kendali kita. Pesawat bisa kita piloti dari sini! Hebat to?
KIM                             Yang hebat itu apanya? Kita sedang membahas pengantaran barang ke sebuah Negara lain. Bagaimana agar tidak gagal maning dan gagal maning. La kamu malah bicara tentang pesawat terbang! Dasar Po’o!!
PO                               Wah, itu baru permulaan, Mister. Nanti saya akan bicara sampai ke sana.
WISTO                         Wistoooo…lambemu turah!
BENHILL                      Kakehan teori!
BEJO                           Sudah, gini saja, Mister. Kita siapkan dana saja, buat nyuap para petugas di bandara. Pasti beres. Para petugas itu kan juga manusia, butuh makan, butuh rumahnya yang bocor diperbaiki, butuh naik mobil ke kantor agar tidak kehujanan dan kepanasan. (KEPADA REKANNYA) Iyo, ndak?
BENHILL                      Ndak! Kadang ada petugas yang tidak mempan kita suap, Mister. Saya tahu sendiri. Malah saya yang malu karena petugas itu tidak mau menerima uang sogokan saya. Jangan, Mister! Too dangerous!
WISTO                         Wistooo, apa kata Mister Boss, kita jalankan. Kita manut saja.
KIM                             Manut gundulmu! Kalian itu kepengin hidup enak ndak sih? Kepengin merasakan nikmatnya sorga dunia, ndak sih? Kalian bloon semua! Mbok mikir sedikit! Semua semua koq harus aku!! (SAMBIL MEMERIKSA HP YANG DIRASANYA BERGETAR)



ADEGAN 3
Rakusnya Keinginan

SESEORANG (PEMUDA A) YANG TENGAH MERENGEK MINTA SABU-SABU, KEPADA SESEORANG YANG SECARA FISIK NAMPAK SEHAT, ORANG CERDAS DAN KALEM. TIDAK NAMPAK ORANG ITU ADALAH PENYALUR SHABU. MAKA BAGI SESEORANG (PEMUDA B) YANG MERENGEK, DIA BAGAIKAN SEORANG DEWA.

PEMUDA A TENGAH ASYIK MENGHITUNG LEMBARAN-LEMBARAN UANG. TAK BERAPA LAMA KEMUDIAN SIBUK DENGAN SMARTPHONE-NYA. TIBA-TIBA IA MELIHAT SESEORANG BERSIJINGKAT MASUK HENDAK MENGHAMPIRINYA, MELIHAT KANAN KIRI DAN SEKELILING DENGAN CEMAS, TUBUHNYA MENGGIGIL, KEDUA TANGANNYA DIMASUKKANNYA KE SAKU JAKET.)

PEMUDA A                  He! Kamu siapa?! (IA MENDEKAT KE PEMUDA B, DAN MENGANGKAT KRAH BAJUNYA)
PEMUDA B                  Mas, ini saya….Jupri. Masnya koq lupa?
PEMUDA A                  Oh…..anaknya Tante Mira?
PEMUDA B                  Betul, mas. Wah, ternyata masnya ndak lupa saya. Syukurlah.
PEMUDA A                  Siapa tadi namamu?
PEMUDA B                  Ju…Pri….
PEMUDA A                  Koq namamu ndak keren ya… Makanya aku ndak ingat kamu siapa.
PEMUDA B                  La, tadi kan tahu Mamah saya?
PEMUDA A                  Kalau Tante Mira si, aku sulit lupa!! Haha… (LALU PERHATIANNYA KEMBALI KE SMARTPHONE-NYA)
PEMUDA B                  Mas….
PEMUDA A                  Ehm….
PEMUDA B                  Saya butuh nih!
PEMUDA A                  (DIAM SAJA, MASIH ASYIK DENGAN SPARTPHONE)
PEMUDA B                  Mas…. Saya butuh beneran. Saya beli. Ada barangnya, kan?
PEMUDA A                  (TIBA-TIBA BERSIKAP GALAK, TETAPI SUARANYA SEPERTI DITAHAN) Jangan ribut! Kamu jangan ribut di sini! Ini tempat umum. Berbahaya! Pagar, tembok dan jalanan bisa bicara, tahu!!
PEMUDA B                  Mereka bisa bicara?!
PEMUDA A                  Mereka bisa melihat kita, dan berbicara saling berbicara! Tahu-tahu kita ditangkap gimana?! Tolol! Sudah, jangan bahas di sini!
PEMUDA B                  Mas, tapi saya sangat butuh ini…
PEMUDA A                  Aku ndak peduli. Kamu cari saja sendiri! Di tempat lain sana! Aku lagi sibuk….
PEMUDA B                  Mas… tolonglah mas…. Aku bisa mati…
PEMUDA A                  Moh! Mati sakarepmu, urip sakarepmu!
PEMUDA B                  Mas…tolonglah… berapa, mas?
PEMUDA A                  Ndaak ada! Sudah aku bilang, ndak ada! Jangan ngeyel! Pergi sana! Cepet!
PEMUDA B                  Mas… (NANGIS. MULAI MENGELUARKAN UANG DARI SAKUNYA. UANGNYA KUCEL, BEBERAPA ADA YANG JATUH) Sedikit saja…
PEMUDA A                  Eit…eit..!! Jangan keras-keras!! (SAMBIL MENERIMA UANG, MENGAMBIL UANG YANG JATUH, MENGHITUNGNYA). Ini berapa? Kurang…. Mbawa barang ini resiko tinggi! Taruhannya nyawa, tahu?!

TIBA-TIBA DATANG SEROMBONGAN ANAK-ANAK BERLARIAN, TAKUT-TAKUT BERANI, SEPERTI SEDANG DIKEJAR-KEJAR PETUGAS.

ANAK 1                        Koq malah lari ke sini, to?
ANAK 2                        La kemana?
ANAK 3                        Mestinya ke arah gang, sebelah kanan ruko tadi…
ANAK 4                        Ngawur, tadi ada petugas di ujung gang!!  Mateni wong!
ANAK 1                        Tapi mestinya jangan ke sini. La terus, mana mase tadi…(TENGOK SANA-SINI) Laaa, ilang to..?
ANAK 3                        Tadi itu ikut sama kita.
ANAK 2                        (TIBA-TIBA MELIHAT KE ARAH SEBERANG) Itu mase…!

ORANG YANG DISEBUT MASE, PEMUDA C, SUDAH LAGI DUDUK ONGKANG-ONGKANG DI POJOKAN. ANAK-ANAK DATANG MENGHAMPIRI.

ANAK 4                        Mase lari kemana tadi? Kami cari-cari mase…
PEMUDA C                  (WIBAWA) Tidak kemana-mana. Kalian tidak tahu, karena kalian masih bau kencur… Aku bisa hinggap dan terbang kemana aku suka.
ANAK 1                        Oh..ya ya… (KEPADA TEMANNYA) Berarti Mase ini sudah bau tanah, makanya bisa terbang!
ANAK 2                        Ngawur!
PEMUDA C                  Ilmu kalian masih cethek. Ibarat air beriak, tandanya tak dalam. Kalian ngecipris tapi ndak isi otaknya!
ANAK 3                        Mas… Mase punya resep untuk bisa seperti Mase, ndak?
ANAK 4                        Iya, mas. Bagi-bagi ilmunya, dong….
ANAK 1                        Resep agar bau tanah?
ANAK 4                        Boleh..boleh… Kalau bau tanah, bisa terbang, kan?
ANAK 2                        Artinya cepat mati!!
ANAK 4                        Wah, yo jangan… resep atau ilmu yang bisa terbang itu, lo…
PEMUDA C                  Sudahlah, jangan ribut melulu. Kalau mau ribut, sana di tempat lain. Jangan di sini.
ANAK 3                        Maaf, mase… ini tadi bukan ribut. Kami lagi berdiskusi…hehe…
ANAK 2                        haish…gayamu…diskusi… Itu padu! Adu mulut! Goblok!
PEMUDA C                  Kalau kalian ingin otak kalian lebih encer, itu soal mudah.
SEMUA ANAK              Mau… mau, mase..
PEMUDA C                  Kalau kalian ingin menghiasi kehidupan kalian dengan eforia rasa gembira, itu tidak sulit…
SEMUA ANAK              Waaah…uenake…. Mau, mase…
PEMUDA C                  Bahkan kalau kalian ingin mencicipi sorga dunia, itu soal kecil.
SEMUA ANAK              Woooow….keren!! Mau, mase…
PEMUDA C                  Kalian itu memang anak-anak cerdas, tapi pemalas! Haha…
                                    Tapi sudahlah… tidak apa-apa.
                                    (IA MENYALAKAN LINTHINGAN ROKOK. SATU HISAPAN, LALU MEMBERIKAN KE MEREKA.) Ini, santai saja dulu… Nanti aku kasih tahu resep dan ilmunya…

MEREKA MENCOBA MENGHISAP. BEBERAPA TERBATUK-BATUK. TAPI MINTA LAGI JUGA.

ROMI                          (TERLIHAT PUCAT LEMAS DAN BERKERINGAT, TAPI IA MERASA MENGGIGIL KEDINGINAN. BADANNYA GEMETARAN.)
MAMA                        Kamu ndak masuk sekolah?
ROMI                          (MENGGELENGKAN KEPALA)
MAMA                        Kamu sakit? Wajahmu pucat begitu…
                                    Ibu antar ke dokter, ya? Nanti sekalian minta surat dokter untuk ijin ndak masuk sekolah.
ROMI                          Jangan, Bu! Ndak usah!
MAMA                        Hei…jangan begitu! Nanti tambah parah sakitmu.
ROMI                          Jangan, Bu… Aku ndak mau ke dokter!
MAMA                        Ndak mau? Kamu ndak sakit?
ROMI                          (MENGANGGUK. TAPI KEMUDIAN MERINGIS KESAKITAN)
MAMA                        Ehm… Aneh.
                                    Ohya, kemarin kamu dicari teman-temanmu. Katanya mau nagih utang. Kamu punya utang sama mereka?
ROMI                          (DIAM SAJA)
MAMA                        Kamu punya utang berapa? Dan untuk apa uangnya?
                                    Ibu kan sudah membelikan semua kebutuhan sekolahmu.
                                    Ibu ndak percaya kamu punya utang sama mereka.
                                    Makanya aku bilang sama mereka, “He, anak-anak berandalan! Ngawur saja kalau anakku punya utang sama kalian. Ibunya Romi itu tidak miskin-miskin amat! Cuh! Minggat sana! Ada-ada saja kalian!”
                                   
Eh, tahu ndak, mereka diam saja. Tapi juga ndak pergi minggat dari halaman rumah. (KE ROMI) Kamu tidak punya utang, kan?

“Kalau cuma membeli semua handphone kalian, Ibunya Romi mampu. Sini! Berapa semua itu? Lima juta?! Sepuluh?! Berapa?! Enak saja kalian itu menuduh anak orang punya utang!

Tapi kalau kalian ke sini untuk nagih utang, nuduh anakku punya utang, satu rupiah pun tidak akan aku kasih! Kalian nagih ke sini saja, itu sudah penghinaan! Pergi sana!” Tapi Romi, mereka ndak pergi juga. Akhirnya aku ndak tahan, “atau aku panggil polisi! Iya?!” Baru mereka terbirit-birit pergi.

ROMI                           Aduuh… aduuh….! Perutku sakit….
MAMA                         Apanya yang sakit? Perut?
ROMI                           Dingin, Bu. Dingiiin…
MAMA                         Kamu kedinginan?! Sebentar Ibu ambilkan selimut…
ROMI                           Aduuh… aduuh….
MAMA                         Kamu itu kenapa, to ya? (IBUNYA ROMI SEMAKIN PANIK). Ke dokter, ya?
ROMI                           Emoh!! Emoh!!
MAMA                         Kamu itu kenapa? Kalau sakit, bukannya harus ke dokter?!
                                    Loh, selimutmu mana? Ndak ada?
                                    Baju…lengan panjang…? Koq ndak ada semua?
                                    Rooomiiiiii!!
                                    Dimana semua barang-barangmu? Komputer di kamar, ndak ada! Gitarmu, ndak ada! Romi!! Dimana semua barang-barangmu!

                                    He, kamu jual? Iya? Kamu gadaikan? Dimana? Aduuh….keterlalu kamu ini, Romi!! (IBUNYA MULAI NGAMUK)

                                   
SANG IBU LEBIH MERASA KELARA-LARA KARENA HAMPIR SEMUA BARANG MILIK ANAKNYA HAMPIR TIDAK ADA YANG TERSISA DI KAMARNYA.

ADEGAN-ADEGAN DI ATAS BISA MUNCUL SATU ADEGAN SEKALIGUS BEBERAPA KELOMPOK. BISA JUGA DIBUAT MUNCUL SATU KELOMPOK SATU ADEGAN YANG KEMUDIAN TERANGKAI MENJADI SATU AKHIRNYA.


ADEGAN 4
Ibu Kartini Bersusah Hati

PANGGUNG TELAH BERISI ORANG-ORANG DI ADEGAN 3 DALAM KONDISI YANG MENGKHAWATIRKAN. BEBERAPA DARI MEREKA TERLIHAT BERSITEGANG DALAM KETAKBERDAYAAN MASING-MASING.

DI LAYAR BELAKANG YANG BERKIBARAN, MUNCUL SERAUT WAJAH R.A. KARTINI. KEMUDIAN SEIRING LENYAPNYA SERAUT WAJAH TERSEBUT, DI PANGGUNG BAGIAN BELAKANG DI ATAS SEBUAH LEVEL/STAGE YANG LEBIH TINGGI, NAMPAK SESOSOK KARTINI YANG TENGAH MENULIS. SESEKALI IA MELIHAT KE ARAH ORANG-ORANG YANG KONDISINYA MENGKHAWATIRKAN ITU.

MUSIK LAMAT MENGALUN MUSIK MENYAYAT “KULIHAT IBU PERTIWI, SEDANG BERSUSAH HATI”.

KARTINI:          Telah kudengar kabar. Telah kusaksikan perjalanan, peristiwa demi peristiwa. semua berita. Telah suntuk aku dalam doa sepanjang usia.

Apakah yang telah terjadi dengan kalian? Anak-anak bangsa layu. Bunga-bunga bangsa masa depan patah dan terserak di jalanan, di ujung-ujung gang, di remang cahaya bulan.

Tidakkah kalian pernah rasa, tangan yang membelaimu dengan kasih sayang? Tetapi kenapa tangan kalian keras berkarat, seperti tersepuh garam kebencian. Tangan-tangan terkepal, ada pekik amarah, lalu di antara kalian saling berebut kuasa.

Anak-anakku, tahukah kalian, ada yang menangis kesakitan, ada yang pingsan, ada yang sekarat terhimpit ambisi kalian. Aku memimpikan anak-anak yang gembira, yang bertumbuh pada akar kebangsaan yang kuat. Gotongroyong membangun rumah dan jembatan, berbondongbondong mengangkat yang kekurangan dan bersitegak jadi tameng perlindungan bagi yang lemah.

Oh, cakrawala jingga, mengaburkan sayup cahaya sang surya. Oh, nusantara, inikah sandyakala....

Bangunlah. Lihatlah tanahtanah terbelah, menantikan olah tanganmu. Lihatlah bumi yang muram, menantinantikan kehadiranmu. Lihatlah di ujung lorong, semburat cahaya benderang memandumu untuk kembali. Janganlah terjebak di sini, membiarkan diri lupa, membiarkan kehidupan berangsurangsur dihancurkan.

Anakku, perjalanan masih panjang. Bangun jiwamu dan hiduplah. Hidup ini terlalu pendek. Sementara pekerjaan banyak sekali menunggu. Bangun jiwamu dan hiduplah. Ibu selalu ada bersamamu.


ADEGAN 5
Border Line – Customs Protection

TERSENGAR DESING SUARA BOEING. KEMUDIAN TERLIHAT ORANG-ORANG ANTREE DI PINTU KEDATANGAN LUAR NEGERI, MENUJU PEMINDAI (SINAR LASER DAN METAL DETECTOR).

SALAH SEORANG YANG MENJADI BODYGUARD NAMPAK BEGITU PERCAYA DIRI KETIKA SAMPAI DI DEPAN PETUGAS. KARENA PETUGAS MENARUH KECURIGAAN, IA DIAJAK MASUK KE KANTOR.

DI URUTAN BELAKANGNYA, HANYA BERSELANG DUA ATAU TIGA ORANG, TERLIHAT SEORANG WANITA TKI JUGA DICURIGAI. SEHINGGA IA SELANJUTNYA DIBAWA KE KANTOR UNTUK DIINTEROGASI.


Sesi 1
ANJING PELACAK DURASI 3-5 MENIT.

Sesi 2
PETUGAS BEA CUKAI CD MEMINTA CD KE SUSPEK WANITA. PENUMPANG LAKI-LAKI DIALOG TANPA SUARA. DIIKUTI PENUMPANG LAINYA.
Filipus Bea Cukai          : (Meminta CD kepada Suspek Wanita)
Suspek Wanita              : (Menyerahkan CD)
Filipus Bea Cukai          : “Berapa lama di Indonesia?”
Suspek Wanita              : “1 bulan”
Filipus Bea Cukai          : “Dalam rangka apa di Indonesia?”
Suspek Wanita              : “Liburan dan menengok keluarga”
Filipus Bea Cukai          : “Terima kasih, silahkan!” (Mempersilahkan ke pemeriksaan badan)
                                      (Untuk penumpang yang lain pada sesi 2 dialog tanpa suara)
SUSPEK WANITA MENUJU PEMERIKSAAN BADAN DAN X-RAY HINGGA SAMPAI DI TEMPAT PEMERIKSA BARANG DI MEJA PEMERIKSAAN.
Pemeriksa Bea Cukai    : “Apakah tas ini milik ibu?”
Suspek Wanita              : “Iya betul”
Pemeriksa Bea Cukai    : “Permisi silahkan dibuka tas bawaannya!” (Bertanya isi rinci bawaan)
Suspek Wanita              : (Menjelaskan isi bawaannya)”
Pemeriksa Bea Cukai    : “Apa tas ini juga milik ibu?”
Suspek Wanita              : “Bukan saya tidak tahu”
Pemeriksa Bea Cukai    : “Ibu tahu tas ini atau tidak?”
Suspek Wanita              : “Saya tidak tahu Pak, saya Cuma dititipin Pak”
Pemeriksa Bea Cukai    : “Saya periksa ya” (Sambil membuka tas dan menemukan barang)
Suspek Wanita              : “Silahkan Pak”
SETELAH DIPERIKSA DITEMUKAN BUNGKUSAN PLASTIK YANG DIDUGA BERISI NARKOTIKA
Pemeriksa Bea Cukai    : “ Ibu tahu apa yang ada didalam tas ini ?” ( Setelah memeriksa isi tas dan menemukan sebuah bungkusan yang diduga narkotika dan menunjukanya kepada Suspek Wanita)
Suspek Wanita              : “Tidak tahu pak” (kaget, nangis, mengelak)
Agus Bea Cukai             : “Sudah Bu..! Silahkan Ibu Ikut Saya!”

SELANJUTNYA SUSPEK WANITA DIBAWA KE RUANG PEMERIKSAAN


Sesi 3
PENUMPANG TETAP BERJALAN PELAN UNTUK MENGIKUTI PROSEDUR CEK DI BANDARA. SUSPEK PUTRA DIALOG DENGAN PETUGAS BEA CUKAI CD WANITA. SUSPEK MENYERAHKAN CD KE PETUGAS.

Hening Bea Cukai         : “Bisa ditunjukkan CD nya Pak?”
Suspek Putra                 : “Yang mana ya…?”
Hening Bea Cukai         : “Yang seperti ini!” (Sambil menunjukkan contoh CD penumpang yang lain) “Dan apakah ada barang bawaan yang diberitahukan?”
Suspek Putra                 : “Tidak ada”
Hening   Bea Cukai       : “Oke, silahkan lanjut”
Suspek Putra                 : (melanjutkan ke lokasi X-RAY dan pemeriksaan badan)

SUSPEK PUTRA SAMPAI DI MEJA PEMERIKSAAN.

Andung Bea Cukai       : “Mohon ijin barangnya diperiksa dulu!”
Suspek Putra                 : “Lho ada apa ini Pak diperiksa-periksa? Saya pulang ke Negara sendiri kok dipersulit!? Kok Cuma saya yang diperiksa yang lain tidak?”
Andung Bea Cukai        : “Menurut pemeriksa X-RAY ada barang yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Bisa tolong dibukan ini tasnya?”
Suspek Putra               : “Waduh kuncinya hilang Pak.” (Sambil ngeyel) “Ngapain sih dibuka segala, saya keburu waktu Pak!”
Andung Bea Cukai       : “Kalau tidak kuncinya saya buka paksa dengan disaksikan oleh Bapak.”
Suspek Putra               : “Apa-apaan ini! Tas saya ini tas mahal! Jangan buka paksa. Enak aja dirusak emang Bapak mau ganti?”
Andung Bea Cukai        : “Ya kalau tidak ada kuncinya, ya harus kita buka paksa pak.”
Suspek Putra               : (Sambil mencari kunci di kantong lalu menyerahkan ke petugas) “Ya  udah ini- ini kuncinya”
Andung Bea Cukai       : (Memeriksa barang yang ada di tas)
Suspek Putra                 : “Pak jangan diberantakin, susah nanti nyusunnya. Nyari apa sih Cuma
                                        pakaian aja.”
Andung Bea Cukai       : (Ternyata ditemukan bungkusan plastic yang diduga narkotika) “Ini apa Pak?”
Suspek Putra                 : “Apa itu pak? Cuma makanan!”
Andung Bea Cukai       : “Kita cek dulu ya Pak untuk memastikannya.” (Ditemukan Barang
                                                yang diduga sebagai narkotik dan ditunjukan kepada Suspek Putra)
Suspek Putra                 : “Jangan Pak jangan. Tolong bantu lah Pak! Cincay lahh… Pak.”
Agus Bea Cukai             : “Mari ikut saya!!”

SUSPEK DIBAWA MASUK KE RUANG PEMERIKSAAN

SELANJUTNYA PARA SUSPEK DIBAWA KE RUANG PRESS RELEASE DIKAWAL OLEH PETUGAS BEA CUKAI BERPAKAIAN LENGKAP DENGAN SENJATA UNTUK DIJELASKAN KASUS YANG DIJERAT KEPADANYA DAN MODUS MODUS YANG DILAKUKAN DI BANDARA UNTUK PENYULUNDUPAN NARKOTIK. SUSPEK DIPERLIHATKAN TAS BAWAAN YANG DIGUNAKAN UNTUK MEMBAWA NARKOTIK. DITUNJUKAN JUGA BADAN DAN SEPATU YANG DIGUNAKAN UNTUK MENYELUNDUPKAN NARKOTIK.


ADEGAN 6
Setiap Kita adalah Duta

DUA SISI PANGGUNG MASING-MASING MENINGGALKAN SEORANG LAKI-LAKI DAN SEORANG PEREMPUAN, DENGAN POSISI SEPERTI ADA DALAM TERALI BESI. LELAKI DI SEBELAH KIRI PANGGUNG, DAN PEREMPUAN DI SEBELAH KANAN PANGGUNG.

LELAKI ITU SEPERTINYA TIDAK MENYESALI PERBUATANNYA. IA TERTAWA-TAWA. BAHKAN IA MENGANGGAP REMEH PARA PETUGAS YANG BISA “DIBELI”. DI MANA SAJA, TERMASUK DARI PENJARA, DIA MERASA TETAP BISA “MENGHANCURKAN INDONESIA” MELALUI JARINGANNYA. DAN SEKALI LAGI, KEKAYAAN DAN KEKUASAAN, CITA-CITA UTAMANYA.

SEMENTARA PEREMPUAN DI SEBELAH KANAN TERLIHAT SEDIH. MENYESALI PERBUATANNYA. IA MERASA RELA KALAU HARUS MATI, DARIPADA HARUS TURUT MEMBUNUH INDONESIA. SELAMA INI DIA BERJUANG BUAT KELUARGA, BUAT DIRINYA. TETAPI TERNYATA, TERIKAT BERSAMA JIWA RAGANYA, DIA TETAPLAH INDONESIA DIMANA-MANA. MAKA IA SEDAPAT MUNGKIN DAN SEPENUH KEMAMPUANNYA, MEMBELA DAN MEMBAWA NAMA BAIK INDONESIA.

MASA DEPAN PEMUDA, ADALAH MASA DEPAN BANGSA.
SETIAP WARGA BANGSA, ADALAH DUTA BANGSA.
DI HATI DAN JIWANYA, BERKIBAR INDONESIA RAYA.

LALU ORANG-ORANG MASUK KE TENGAH PANGGUNG, MENGULANG-ULANG KALIMAT PEREMPUAN ITU:

MASA DEPAN PEMUDA, ADALAH MASA DEPAN BANGSA.
SETIAP WARGA BANGSA, ADALAH DUTA BANGSA.
DI HATI DAN JIWANYA, BERKIBAR INDONESIA RAYA.

MASA DEPAN PEMUDA, ADALAH MASA DEPAN BANGSA.
SETIAP WARGA BANGSA, ADALAH DUTA BANGSA.
DI HATI DAN JIWANYA, BERKIBAR INDONESIA RAYA.


HINGGA MEREKA BERANGSUR-ANGSUR MEMENUHI SELURUH PANGGUNG. LAYAR DITUTUP.

08/02/17

Seribu Puisi, Nol Penyair

Semenjak peluncuran buku puisi "Bayang-bayang Menara" oleh KPK pada Minggu, 20 Maret 2016 di Universitas Muria Kudus, saya mulai bertanya di dalam hati, para sastrawan Kudus terus-menerus dan tiada henti berkarya kecuali mereka yang muda. Dimanakah mereka? Atau kita secara tidak sadar telah abai terhadap regenerasi, menyambut bibit-bibit sastrawan muda bertumbuh? Atau di Kudus hari ini, memang benar-benar "tidak ada" mereka?

Aduh, judul buku "Bayang-bayang Menara" seolah-olah memperjelas keberadaan para sastrawan muda (saya menyebut sastrawan untuk menyebut penulis karya sastra baik laki-laki maupun perempuan), yang semakin hanya bayang-bayang.

Bayang-bayang siapa? Entah. Mungkin bayang-bayang dari nama-nama besar, seperti: Jumari HS, Mukti Sutarman Espe, MM Bhoernomo, Jimat Kalimasada, Thomas Budhi Santoso, dan nama-nama lainnya. Atau mungkin bayang-bayang atas "kemegahan Kudus" yang sudah kesuwur sehingga melenakan proses kreatif bersastra bagi generasi muda saat ini. Atau, jangan-jangan, karena bayang-bayang dunia datar yang tersaji di medsos yang telah membuat sastra menjadi kalah menarik.

Saya tidak ingin menyalahkan siapapun di sini, untuk mencari penyebab mengapa generasi muda bibit-bibit sastrawan di Kudus nyaris tak ada. Saya hanya khawatir, dalam 5 sampai 10 tahun ke depan, siapa orang Kudus yang akan menggumuli sastra dan mampu berbicara membawa Kudus dalam dunia sastra Indonesia. Sebagaimana yang telah dicapai gemilang para senior, seperti sastrawan-sastrawan yang telah saya sebut di atas.

Pada beberapa tahun yang lalu, sekitar tahun 2008, saya sempat menaruh harapan akan berseminya gairah kesastraan di Kudus. Ada Imam Khanafi dan kawan-kawannya di PEKA, dengan kegiatannya yang antara lain membuat buletin. Memuat berbagai tulisan di seputar sastra dan kesenian, juga menampung karya sastra (puisi dan cerpen).

Kemudian ada Ullyl Ch dengan Komunitas Sapta Rengga-nya. Ia dan kawan-kawan aktif menulis puisi, diskusi-diskusi kecil hingga kegiatan  pembacaan puisi di beberapa tempat. Saya sempat mengetahui kegiatan terakhir mereka adalah mengadakan kegiatan pentas seni di kecamatan-kecamatan. Meskipun agaknya "sedikit berbelok", menjadikannya penyelenggara kegiatan, Ullyl Ch dan kawan-kawan sempat memberi warna tersendiri dalam dinamika sastra di Kudus. Sesudah itu, kabar tak lagi terdengar.

Kudus dan kesastraannya kiranya sedikit banyak terbantu untuk bertumbuh, atau menyatakan diri masih ada regenerasi, dengan adanya beberapa kegiatan Fasbuk (Forum Apresiasi Sastra dan Budaya Kudus). Forum ini sempat menampilkan para penulis puisi remaja, pembacaan puisi dan juga diskusi-diskusi sastra. Dengan sesekali menghadirkan pula para sastrawan Kudus yang sudah punya nama, Fasbuk juga telah membantu bagaimana upaya menjaga eksistensi sastra dan kesastraan di Kudus.

Namun lagi-lagi, kesastraan tetaplah dibangun oleh individu-individu yang ingin bergelut dengan sastra. Dan sastra, tetaplah dunia menulis. Sebuah dunia sunyi yang hanya bisa dihuni oleh sastrawan yang berkehendak maju dan terus. Dunia sastra bukanlah dunia yang ramai kemudian berhenti pada diskusi-diskusi atau pementasan-pementasan. Pertanyaan yang paling utama dalam dunia sastra adalah karya sastra: puisi, cerpen, novel dan sebagainya.

Lalu apa yang penting dalam persemaian bibit-bibit penulis sastra sebenarnya? Kiranya bukan hanya sekedar kegiatan pentas baca sastra, juga bukan hanya seremonial kegiatan kesenian semata semacam menerbitkan buku. Karena itu semua hal yang mudah, "punya duit, kelakon, dan sudah”. Proses bertumbuh seorang penulis sastra, yang adalah dunia sunyi, pastilah juga ditempuh dengan menghindari hingar-bingar dan gemerlap lampu-lampu.

Sekira penting untuk kembali melongok, bagaimana lahan persemaian sastra di Kudus hari ini. Yang pada ujungnya menumbuhkan proses pembelajaran akan pengkaryaan. Medsos dengan segala kemudahan dan kemewahan yang dimilikinya, mungkin telah melahirkan seribu puisi setiap harinya, tetapi dari semua belum tentu secara otomatis menjadikannya seorang sastrawan atau penyair. Kesastrawanan atau kepenyairan adalah serangkaian proses bertumbuh yang terus-menerus.
Oleh karenanya, tetap menjadi penting untuk menempatkan membaca untuk “menambah modal” wawasan dan jelajah estetika sastra, dan kemudian terus menulis karya-karya, keduanya merupakan kebutuhan pokok seorang sastrawan. Diskusi-diskusi kecil namun intens, mempresentasikan karya dalam forum-forum, akan menjadi suplemen penting untuk semakin meningkatkan kualitas karya. Barangkali inilah persemaian yang selama ini terbengkelai, sehingga hari ini ada seribu puisi tapi nol penyair.***


SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA

  SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA Kau terlebih dulu ada Sebagai saudara tua yang setia Kau terlebih dulu berada di sini Siang malam diam-diam ...