Jalan Cahaya
DRAFT #1 - SEBUAH DRAMA MUSIKAL
100 TAHUN FIC di Indonesia (1920 – 2020)
Naskah:
Asa Jatmiko
TOKOH:
- BRUDER 2
- PEMUDA
- BRUDER 1
- BRUDER 3
- BRUDER 4
- BRUDER 5
- BU GURU
- BUNDA MARIA
- PELATIH SHALAWATAN
- AYAH
- IBU
- ANAK-ANAK SEKOLAH / PARA REMAJA
- ORANG-ORANG
ACT 1
Scene 1
SETTING: FOTO-FOTO LAWASAN, TAHUN 1920 - 1945
ADEGAN DIBUKA DENGAN PENAMPILAN MARCHING BAND YANG TERBAGI DUA: KANAN
DAN KIRI PANGGUNG. SEMENTARA DI PANGGUNG, KOREOGRAFI TARI.
MARCHING BAND (JENIS MUSIK)
PENARI LIMA PENARI YANG
MENGGAMBARKAN PERISTIWA KEDATANGAN MEREKA KE JAWA. TERGAMBAR BAGAIMANA MEREKA
MELIHAT KEINDAHAN TANAH JAWA, KEMUDIAN PERJALANAN-PERJALANAN YANG SULIT,
BERLIMA SALING MENOPANG DAN MENGUATKAN.
Scene 2
SETTING: SEBUAH HALAMAN RUMAH YANG CUKUP LUAS, TEMPAT LATIHAN.
MUSIK: SHALAWATAN
SEKELOMPOK ORANG TENGAH MENDARASKAN SHALAWATAN DENGAN SYAIR-SYAIR YANG
TELAH DITENTUKAN. SESEKALI TERLIHAT SALAH SEORANG YANG NAMPAKNYA SEBAGAI
PELATIH, MENGOREKSI KEKURANGAN-KEKURANGAN.
Syair: (MENYUSUL)
PELATIH: Kita mesti latihan dengan sebaik-baiknya.
Supaya nanti pada saat kita main yang sesungguhnya, tidak memalukan. Apalagi,
shalawatan ini akan kita mainkan pada saat upacara sakral: pemberkatan Sendang
Sono oleh Romo Uskup. Kita harus menyertakan hati dan pikiran kita dengan
sungguh-sungguh. Mangga, kita coba lagi dari awal.
Syair: (MENYUSUL)
BLACK OUT
Scene 3
MUSIK TRANSISI: NYANYIAN PARA BRUDER DARI KAPEL - DOA BRIEFIER
SETTING: RUANG REFTER
BRUDER 1: Saya setuju dengan pendapat Bruder, apa yang
sudah ditanam oleh Romo Prennthaler di sini, kemudian disambut baik oleh konggregasi,
kita harus melanjutkannya. Memupuk dan memeliharanya hingga buah-buah itu
menjadi nyata bagi seluruh masyarakat.
BRUDER 2: Tapi waktu kita sangat pendek, Bruder. Kita
harus punya strategi khusus agar semua itu bisa berjalan dengan lebih baik.
Selama ini, tidak sedikit lo, warga yang masih menganggap bahwa upaya kita ini
tidak akan membuahkan hasil.
BRUDER 3: Bruder, saya kira kita harus sungguh percaya,
Tuhan sendiri yang berkarya atas diri kita.
BRUDER 1: Sebentar, menurut Bruder, mengapa mereka
tidak optimis?
BRUDER 2 : Bruder, masyarakat di sini masih sulit untuk
memahami bahwa pendidikan itu penting. Bahwa dengan pendidikan akan
mengentaskan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Selama ini mereka hanya
tahu, orang hidup itu bekerja di sawah, di ladang, kemudian setiap hari pasaran
mereka ke pasar. Pendidikan, ah, seperti sesuatu yang asing dan mengada-ada,
Bruder.
BRUDER 4 : Justru itulah kita harus menyelamatkan mereka,
Bruder. Terutama kepada anak-anak mereka. Suatu saat, mereka akan memetik
buah-buahnya. Mereka akan lebih dewasa melihat dan menjalani hidup.
BRUDER 1 : Iya, betul. Kepada mereka yang belum mengerti,
atau belum mau mengerti, tidak akan menjadi masalah buat kita. Biarkan saja,
kita tidak boleh terganggu karena hal itu. Upaya kita untuk melayani pendidikan
untuk mereka yang, tetapi harus menjadi prioritas kita.
BRUDER 5 : (BERDEHEM) Anak-anak diberi bekal pendidikan,
para pemuda dibekali ketrampilan, para ibu dan orang tua yang sakit dilayani
kesehatannya. Saya tidak melihat ada hal yang buruk pada semua itu. Kita harus
melanjutkan karya ini, Bruder.
BRUDER 2 : Baiklah, Bruder.
BRUDER 1 : Mari kita berdoa....
SELESAI DOA, PARA
BRUDER MENGEMASI MEJA MAKAN KEMBALI BERSIH.
BRUDER 1 : Mengapa
hatimu gelisah.
adakah
yang tengah menjadi kecamuk
Wajahmu
tak menampakkan rasa bungah?
BRUDER 2 : Maafkan
saya, Bruder.
Ada
yang masih belum tuntas di hati
Mungkin
hanya cemas dan kuatirku saja
BRUDER 1 : Tuhan
telah memanggil dan mengutusmu
Membuka
jalan-jalan baru bagi penyelamatanNya
Saudaraku,
ini bukanlah pekerjaan kita semata
Kita
hanya alatNya, bahkan otak kita tak punya
Tapi
Tuhan akan berkarya dan menyelesaikan ini semua
BRUDER 2 : Amin, Bruder. Terimakasih.
BLACK OUT
Scene 4
MUSIK: KUDA LUMPING
SETTING: SEBUAH LAPANGAN DENGAN BEBERAPA BANGUNAN DI SEKITARNYA, LALU
SEBAGIAN BESAR YANG LAIN NAMPAK LEMBAH. LAPANGAN ITU SEAKAN BERADA DI SEBUAH
KETINGGIAN PEGUNUNGAN.
PARA PEMAIN KUDA LUMPING MAJU KE TENGAH PANGGUNG DAN MENARI. NAMPAK JUGA
DI SANA BRUDER 2 DAN SALAH SEORANG GURU. SAMPAI KEMUDIAN KUDA LUMPING ITU
SELESAI, SATU PERSATU PARA PEMAINNYA MENYALAMI BRUDER DAN SEORANG GURU,
BERPAMITAN.
BRUDER 2 : (TENGAH MENULIS
CATATAN DI SEBUAH BUKUNYA)
IBU GURU : Bruder, jadi besok kita semua berkumpul di
depan sekolahan jam 7 pagi, ya?
BRUDER 2 : Benar, Bu. Kita harus siap pagi, karena
perjalanan ke kota butuh sekitar 1 jam perjalanan. Dengan begitu, anak-anak
masih cukup waktu untuk persiapan di lokasi pertunjukan.
IBU GURU : Ya, benar. Baiklah, kalau begitu, saya pamit
dulu.
BRUDER 2 : Ya, jangan lupa besok diabsen. Semoga besok
tidak ada halangan apapun.
IBU GURU : Pasti, Bruder. Rasanya saya sudah ndak sabar
untuk kegiatan besok.
BRUDER 2 : Iya. Saya juga. Ehm..., kenapa tergesa-gesa
pulang?
IBU GURU : Ehm..., ndak kenapa-kenapa sih. Bagaimana,
Bruder?
BRUDER 2 : Ndak apa-apa. Ya sudah, hati-hati di jalan.
BU GURU : (BERBALIK DAN HENDAK PERGI)
BRUDER 2 : Sebentar...
BU GURU : Ya, Bruder?
BRUDER 2 : Saya baru saja menulis sebuah puisi, mungkin
mau mendengarkannya. Tapi, ndak bagus
juga si. Eh, ndak apa-apa. Pulanglah... Hati-hati ya... Tapi, sebentar...
BU GURU : (MENDEKATI BRUDER) Saya mau mendengarkannya.
BRUDER 2 : (MALAH GEMETARAN) Tidak, tidak. Ndak usah...
BU GURU : Tidak apa. Puisi tentang apa?
BRUDER 2 : Tentang...
BU GURU : Kita?
BRUDER : (MENGANGGUK)
BU GURU : Kalau Bruder tidak mau membacakannya, biar
saya saja yang membacakan. Bagaimana? (MERAIH KERTAS/BUKU DARI BRUDER)
BRUDER 2 : (MERAIH KEMBALI KERTAS/BUKU YANG SUDAH DI
TANGAN BU GURU YANG BELUM SEMPAT TERBACA). Jelek sekali. Biar aku sobek saja.
(LALU IA MEROBEK-ROBEK KERTAS ITU).
BU GURU : Bruder...
BRUDER 2 : Pulanglah sekarang... Hati-hati di jalan.
BU GURU : (BERANGSUR PERGI) Sampai ketemu besok, ya...
LAMPU TEMARAM, LALU FOKUS KE BRUDER 2
BRUDER 2 : (MEMBACAKAN
SATU BAIT PUISI YANG TELAH IA HAPAL)
Karena
kekalahan pun menuntut bebungah
maka biar pun aku sudah tak sanggup lagi melangkah
aku persembahkan jiwaku menjadi lingga di sini
agar kamu tahu, tak ada lagi dendamku kepadamu
maka biar pun aku sudah tak sanggup lagi melangkah
aku persembahkan jiwaku menjadi lingga di sini
agar kamu tahu, tak ada lagi dendamku kepadamu
Scene 5
SETTING: KABUT - AWANG-UWUNG
MUSIK: SEDIH NGELANGUT
BRUDER 2 TERLIHAT SEDIH.
BRUDER 2 : Tuhan, ampunilah hamba. Hamba orang berdosa.
DARI TEMPAT TINGGI, NAMPAK TERLIHAT SEPERTI BUNDA MARIA TENGAH MEMANGKU
YESUS.
MARIA : Kesetiaan
itu harus diuji
Melalui
peristiwa yang kau alami
Melalui
pengalaman yang kau renungi
Melalui
penghayatan yang kau imani
Berkat
yang melimpah padamu
Tak
akan menjadi berarti bagimu
Ketika
kau mencoba berlari
Yang
kau sangka bisa kau hindari
Kasih
setiaNya memayungimu
Menangislah,
sebab aku pun menangis
bersedihlah,
sebab aku pun berduka
Sebab
seorang hamba tak pantas meminta
Selain
menuruti setiap kehendakNya
Apa
yang berat bagimu, akan diringankanNya
Percayalah
dengan segenap hati dan jiwamu
Segala
sesuatu bagi kemuliaanNya yang kekal.
LALU BUNDA MARIA PERLAHAN MENGHILANG, DAN TUBUH KRISTUS TIBA-TIBA ADA DI
PANGKUAN BRUDER. IA TERLIHAT SANGAT KETAKUTAN, TERLEBIH KETIKA MELIHAT ADA
DARAH DI TANGAN DAN TELAPAK TANGANNYA. CORPUS YANG DI PANGKUANNYA ITU
MENGHILANG, DAN IA SEMAKIN NAMPAK TIDAK BERDAYA. TUBUHNYA LEMAS NGLESOT DI TANAH.
SEMENTARA IA MASIH MENANGIS DALAM KETAKUTAN.
BEBERAPA SAAT SETELAH IA MERASA DAPAT MENGENDALIKAN DIRI, IA BERSIMPUH
DAN PELAN IA BANGKIT BERDIRI
BRUDER 2 : Jangan
lagi kutambah
Beban
derita dan luka-luka di tubuhMu
Biarlah
aku ikut serta menjadi alatMu
Ku
akan setia memanggil salibku
Kusucikan
hatiku dengan darahMu
Kuberikan
diriku utuh dalam pelayananku
Oh,
sungguh besar kasihMu
Tak
pantas sungguh, aku di hadapanMu
Bersabdalah
saja maka sembuhlah aku
Ku
akan setia memanggil salibku
Kusucikan
hatiku dengan darahMu
Kuberikan
diriku utuh dalam pelayananKu
LALU DIA BERSIMPUH KEMBALI, TERLIHAT LEMAS DAN AKHIRNYA TERTELUNGKUP KE
ATAS TANAH. TIBA-TIBA CAHAYA DAN KILAT BERPENDARAN DI ATAS TUBUHNYA. SAAT ITU,
TUBUH BRUDER BERUBAH MENJADI SEORANG ANAK LELAKI REMAJA.
LATAR BELAKANG PANGGUNG BERUBAH MENJADI DINDING SEBUAH RUMAH. LAMPU REMANG,
DAN PELAN SEMAKIN TERANG KETIKA TERDENGAR SUARA ORANG.
IBU Lhooo… anak ibu, kenapa
kamu tidur di situ?
IBUNYA MENDEKATI, DAN SANG ANAK PELAN MULAI BANGUN.
IBU Kamu sakit?
PEMUDA Tidak, Bu. Hanya ketiduran tadi.
IBU Kamu latihan terus-terusan,
seperti tidak kenal waktu. Badanmu itu sudah kecapekan. Kamu harus bisa
mengatur waktumu. Latihan boleh, tapi ingat waktu. Kalau kamu terlalu
bersemangat seperti ini, terus nanti pas hari pentas kamu sakit, bagaimana?
Iya, kan?
AYAH Bu! Buuu!! Sini sebentar. Ada kabar
gembira.
IBU Kabar gembira apa, to?
AYAH Barusan aku diminta menemui Bruder.
Beliau bercerita, bahwa konggregasi akan membuat sekolah baru di desa kita ini.
IBU Bukankah sekolah itu sudah ada?
SMP Pangudi Luhur yang ada di tengah desa itu. Apa masih kurang?
AYAH Untuk sekolah yang menampung
anak-anak seperti di SMP Pangudi Luhur itu memang sudah. Ini sekolah beda.
IBU Beda?
AYAH Ini untuk anak-anak yang
berkebutuhan khusus. Menurutku ini baik. Karena akan membantu anak-anak yang
berkebutuhan khusus itu bisa bersekolah, mengenyam Pendidikan. Dengan begitu,
mereka nantinya tidak lagi minder berada di tengah masyarakat. Tidak itu saja,
konggregasi juga rupanya sudah membangun beberapa panti asuhan di kota. Wah,
hebat juga karya para bruder ini, ya.
IBU Iya. La terus Bapak disuruh
menemui untuk kepentingan apa?
AYAH Begini, Bu. Bruder melihat banyak
anak-anak muda di desa kita ini hanya lontang-lantung menjadi pengangguran. Angka
pengangguran itu biasanya sebanding dengan meningkatnya tingkat kriminalitas.
Ini kan tidak baik untuk kita semua. Disamping itu, dengan mereka bekerja
mereka tidak akan kepencut untuk pergi ke kota. La wong ke kota juga sama saja,
menjadi pengangguran. Masalahnya apa, mereka tidak punya ketrampilan. Nah,
bruder kepengin membuat sebuah lapangan pekerjaan buat mereka. Tadi itu Bruder
memintaku untuk membantu merintis usaha kerajinan tenun. Kira-kira 10 – 20 orang yang bisa
ikut bekerja di kerajinan tenun, kan lumayan ikut mengurangi jumlah
pengangguran, Bu.
IBU Itu ide yang mulia, Pak.
PEMUDA Bruder siapa itu, Pak?
IBU Bruder sapi
PEMUDA Bruder sapi?
AYAH Orang-orang di sini menyebutnya
Bruder Sapi. Bruder yang pintar dalam mendidik.
PEMUDA Koq sapi?
AYAH Sapi saja kalau dididik oleh bruder
itu, jadi pinter. Apalagi manusia, yang jelas-jelas punya otak. Kamu sapi,
bukan?
PEMUDA Ya, bukanlah…
AYAH Berarti kamu bisa lebih pinter dari
sapi…hahaha….
IBU Weess….ada-ada saja
Bapakmu ini. Itu alasan saja. Kita menyebutnya begitu, karena lidah kita sulit
mengucapkan namanya yang asli.
PEMUDA Memang nama aslinya siapa, Bu?
IBU Nama belandanya….(MENCOBA MENGEJA
BEBERAPA KALI) siapa ya….angel, je…
BLACK OUT
ACT 2
Scene 6
SETTING: HALAMAN SEBUAH SEKOLAH
MUSIK: SESUAI LAGU YANG DIBAWAKAN
KOREOGRAFI MODERN: TERLIHAT ANAK-ANAK SEKOLAH MELAKUKAN BERBAGAI
AKTIVITAS, SEPERTI: MEMBUAT MAJALAH DINDING, LAGI BEROLAH RAGA, KEMUDIAN JUGA
ADA ANAK-ANAK TENGAH MENYAPU LANTAI, MEMBERSIHKAN KANDANG HEWAN PELIHARAAN.
KEMUDIAN JUGA DI TENGAH-TENGAH MEREKA NAMPAK 5 BRUDER TENGAH MENEMANI ATAU
MENGAJARKAN SESUATU. ADA JUGA YANG BERLATIH MENENUN. KOREOGRAFI TARI MENGIRINGI
SALAH SEORANG PEMUDA (YANG SUDAH ADA DI PANGGUNG) DAN BERNYANYI.
PEMUDA: Suatu saat kita menjadi
manusia baru
Dengan
kasih melimpah yang tak berkesudahan
Kita
semua telah diantar menuju gerbang dunia
Dimana
tak ada lagi yang berkekurangan
Merekalah
empu yang menempa jiwa-jiwa
Menyiapkan
kehidupan lebih baik di masa datang
Kita
menjadi manusia baru
Berkarya
bagi Tuhan dan sesama
Kita
selalu bersama tuk maju
Persaudaraan
sebagai Ratu
Kita
menjadi manusia baru
Berkarya
bagi Tuhan dan sesama
Kita
selalu bersama tuk maju
Persaudaraan
sebagai ratu.
Scene 7
SETTING: TAYANGAN TESTIMONI BRUDER-BRUDER FIC YANG MENYANGKUT BAGAIMANA
PENANAMAN NILAI KEPANGUDILUHURAN DAN SPIRITUALITAS DI DUNIA PENDIDIKAN DAN
BIDANG PELAYANAN LAINNYA.
Scene 8
PENAMPILAN PADUAN SUARA
Syair : Matahari
terbit matahari terbenam
Memberi
sinar kasih tanpa pamrih
Jangan
merasa lelah untuk berkarya
Jangan
merasa bosan untuk kami
Seratus
tahun engkau di sini berkarya
Mengangkat
semua dalam satu saudara
Jangan
berhenti untuk bercahaya
Penerang
jiwa tuk sepanjang masa
Wajah
dunia selalu berseri
Karena
kau turut memberi
Cakrawala
bersemi bunga-bunga
Sebab
Kasih menjadi nafasnya
FIC seabad
bersaudara
FIC seabad
bercahaya
FIC jalan
cahaya
FIC Indonesia
– untuk dunia
(SESUDAH INI BISA
DITAMPILKAN JUGA KREATIVITAS DARI SEKOLAH-SEKOLAH. MENYUSUL)
Scene 9
SETTING: SEBUAH RUANG KELUARGA
MUSIK: INTRO LAGU DI BAWAH
PERTEMUAN PEMUDA DENGAN IBUNYA. NIATAN MENJADI BRUDER. NAMPAK PEMUDA DI
SUDUT DEPAN PANGGUNG DENGAN WAJAH RAGU. KEMUDIAN IBUNYA MASUK, MEMPERHATIKANNYA
DAN MENDEKATINYA.
IBU Anakku, ada apa denganmu?
PEMUDA Ibu,
bolehkah aku bertanya padamu.
IBU Tentu boleh, anakku.
PEMUDA Jauh
di lubuk hatimu, adakah Ibu selalu rindu kepadaku?
IBU Anakku, matahariku. Kamu selalu ada di dekatku. Ibu tak perlu rindu,
sebab kerinduan Ibu tergantikan oleh adamu.
PEMUDA Bila
suatu saat aku pergi?
IBU Ibu selalu ada di hatimu.
PEMUDA Rasanya
aku tak sanggup, terlalu lama jauh darimu Ibu. Namun….
IBU Apa yang membuatmu ragu, anakku? Lihatlah Ibu yang selalu percaya.
Lihatlah ayahmu yang selalu bersamamu.
PEMUDA Ibu,
aku mendengar Tuhan memanggilku. Aku ingin memenuhi panggilan itu. Mungkinkah
Ibu setuju, aku mengikat diri di dalam Tuhan, menjadi Bruder?
IBUNYA TIBA-TIBA
MEMBALIKKAN BADAN.
PEMUDA Hatiku
dipenuhi rasa ragu, bila Ibu tak menginginkan itu. Namun hidupku serasa kering
tak menentu, bila aku mendiamkan panggilan itu. Ibu, bila ibu tak setuju,
maafkanlah aku. (MENDEKATI DAN MENGHADAP IBUNYA)
IBU Hatiku dipenuhi pujian sukacita. Jiwaku penuh syukur tiada tara.
Kebahagiaan ini tak ada tandingannya. Tak ada sedikit pun rasa sungkawa. Pergilah,
anakku. Penuhi panggilanNya. Kuatlah menjalani semua nantinya. Kamu tahu, aku
selalu bersamamu.
DUET Tiada
kebahagiaan yang menandingi, selain kesanggupan bersetia di jalan panggilan.
Inilah hidup terindah yang ingin kupersembahkan bagiMu Tuhan.
Kupersembahkan
jiwa dan raga, untukMu Tuhan. Karena Engkau sumber kemuliaan. Kuberikan utuh
seluruh hidup di jalan panggilan.
BLACKOUT
ACT 3
Scene 10
SETTING: RUANGAN SEBUAH BIARA
MUSIK: ILUSTRATIF
BRUDER 1 Kita sudah melihat semua yang sudah kita
kerjakan selama ini. Semua berjalan dengan baik. Artinya, kalau toh ada
persoalan dan kekurangan di sana-sini, tidak begitu berdampak terhadap
kelangsungan karya dan pelayanan kita.
BRUDER 2 Saya setuju, Bruder. Hanya saja, barangkali
ada yang perlu kita perhatikan sehubungan dengan perkembangan masyarakat kita.
Maksud saya, kita perlu mempertimbangkan lagi adanya terobosan-terobosan baru
di dalam karya dan pelayanan kita itu, Bruder.
PEMUDA Iya, saya kadangkala merasa bahwa kita
sudah cukup ketinggalan untuk beradaptasi dengan kemajuan saat ini. Kita
menyadari betul, beberapa bidang yang kita kerjakan sudah out of date. Sudah
kuno. Misalnya soal Pendidikan di sekolah. Kita sudah tidak bisa lagi
mengandalkan pembelajaran di ruang kelas semata, yang hanya mengejar nilai
akademik.
BRUDER 1 Ya, saya kira saya setuju. Anak-anak
sekarang sudah tidak seperti anak-anak seperti jaman kita dulu.
BRUDER 3 Di beberapa sekolahan kita sudah mencoba
mengembangkan Pendidikan karakter. Kita hanya perlu untuk memberi penajaman
lagi, terutama karakter khas kepangudiluhuran. Kurikulumnya perlu kita
up-grade?
PEMUDA Saya setuju. Kita juga sudah harus mulai
mempergunakan kemajuan teknologi sebagai pendukung, Bruder. Kita tidak boleh
menutup mata akan hal itu.
BRUDER 4 Asal jangan mentang-mentang kita
berteknologi, kemudian mengganggu waktu rekreasi kita, ya?
BRUDER 5 Ya ya… saya kira pada
akhirnya kita harus memikirkan tidak hanya untuk melestarikan apa yang sudah
kita punya, bukan? Kita juga mestinya mau untuk memikirkan hal-hal yang membawa
kita pada kemajuan-kemajuan sesuai dengan jamannya. Lompatan-lompatan penting
kita lakukan. Terobosan-terobosan baru, layak kita diskusikan. Dan kita harus
membuka diri kepada yang muda-muda, seperti frater ini.
BRUDER 1 Tapi kita tetap harus mengedepankan mereka
yang miskin, mereka yang kurang beruntung hidupnya, mereka yang tersisih.
Ingat, merekalah saudara-saudara kita.
PEMUDA Ya, saya setuju, Bruder. Saya kira kita
harus mau dan siap untuk berubah. Ini bukan persoalan bagaimana kita bertahan.
Tetapi persoalan bagaiaman kita menjawab tantangan jaman. Dengan kita
mempersiapkan diri sebaik-baiknya, kita akan mampu menjawab tantangan jawab.
Dan jika kita mampu menjawab tantangan jaman, itu artinya kita masih bisa
menjadi garam dan terang dunia dalam bidang-bidang yang kita kembangkan.
TIBA-TIBA SEMUA BERDIRI, MENGANGGUK-ANGGUK DAN BERTEPUK TANGAN.
Scene 11
MUSIK MASUK YANG KEMUDIAN DISUSUL DENGAN MASUKNYA ANAK-ANAK SEKOLAH DAN
JUGA PARA BRUDER DARI KURSI PENONTON.
LAGU (MENYUSUL. SEBUAH LAGU YANG MEGAH,
CERIA, DAN MUNGKIN FAMILIER DI TELINGA)
Scene 12
SETTING: TAYANGAN DOKUMENTATIF: GEDUNG BERBAGAI SEKOLAH YANG DIKELOLA
FIC, KEGIATAN-KEGIATANNYA, DARI SELURUH INDONESIA.
KOREOGRAFER MODERN: (Mba Kunti -pen)
MUSIK: MASQUERADE
PENYANYI: PEMUDA & PEMERAN IBU
-TAMAT-