Adaptasi Bebas oleh Asa Jatmiko, dari Novel "Cinta Mati Dasamuka" karya Pitoyo Amrih
Sinopsis:
Manusia tidak dapat memilih ketika dia dilahirkan di
dunia. Ia hanya punya satu kewajiban sekaligus tanggungjawab untuk melakoni
hidupnya, menjalani dan memastikan hidupnya memiliki arti bagi kehidupan.
Kesalahan dan kebenaran, hanya sebuah nilai yang selalu dipertaruhkan dan
dipertanyakan dari jaman ke jaman. Dan hanya cinta yang mampu
menyempurnakannya.
Babak 1: RAHWANA MUDA
– Girijembangan
Padepokan Girijembangan
SUATU SENJA WISRAWA DIDAMPINGI SUKESI, DI HAPAMAN PERTAPAAN
GIRIJEMBANGAN.
WISRAWA Tahun-tahun bergulir begitu cepat.
Seperti hari-hari yang telah dilewati, terbit dan tenggelam serasa sekejap.
SUKESI Namun tidak ada yang sia-sia. Kita melewatinya namun
tak pernah melewatkannya. Ada saja hikmah yang kita dapat. Ada saja makna dalam
setiap peristiwa.
WISRAWA Taburan peristiwa yang tersemai di
sepanjang perjalanan kita, tidak selalu menumbuhkan tanaman yang berbunga
indah.
SUKESI Peristiwa-peristiwa yang tersemai di sepanjang
perjalanan kita, selalu berhasil menjadi saksi atas kekuatan dan keberhasilan
kita. Bagaimanapun kita masih hidup sampai hari ini. Betapapun beratnya beban
di pundak, kita mampu membesarkan anak-anak kita. Betapapun kerasnya jalan yang
berbatu, kita mampu mengatasinya dengan baik. Kangmas telah berusaha menjadi
seorang ayah yang baik bagi mereka. Sukesi pun selalu berusaha untuk menjadi
yang terbaik buat anak-anakku.
WISRAWA Kamu selalu melihat kehidupan dengan
begitu indah, Nimas Sukesi.
SUKESI Kangmas Wisrawa, tidak ada yang
lain yang menjadi panutan dan tuntunanku, selain Kangmas. Kangmas yang telah
mendidik Sukesi menjadi seperti ini.
WISRAWA Beberapa hari ini aku merasa cemas.
SUKESI Cemas? Ada apa, Kangmas?
WISRAWA Aku tidak tahu. Setiap bangun tidur,
jantungku terasa berdetak lebih kencang, lebih keras dan tak beraturan. Aku
merasa seperti sedang diburu sesuatu.
SUKESI Apa yang Kangmas cemaskan?
WISRAWA (DIAM)
SUKESI Kangmas?
WISRAWA Langit terlihat hitam. Pandang mataku
seakan memburam.
SUKESI Kangmas tidak usah cemaskan hal
itu. Sukesi masih ada di sini, kiranya juga masih mampu untuk menjadi mata dan
kaki bagimu, Kangmas.
WISRAWA Nimas Sukesi. Aku mencemaskanmu. Aku
cemas akan kehilanganmu.
SUKESI Oh, Kangmas. Sukesi akan selalu
berada di sini, bersamamu, Kangmas. Dan dimana pun Kangmas berada.
WISRAWA Kamu tidak mengerti, Nimas. Jantungku
serasa terhimpit dua batu, membuatku berat bernafas, membuatku jengah
melangkah.
Aku juga mencemaskan
anak-anakku. Rahwana, Kumbakarka, Sarpakenaka dan Wibisana. Aku melihat mereka
tiba-tiba hilang dari tatapanku, Nimas.
SUKESI Mereka sudah mulai tumbuh
remaja. Kangmas tak perlu mencemaskan mereka. Mereka akan tumbuh menjadi
pribadi yang kuat, seperti dirimu. Mereka akan mampu mengatasi persoalan-persoalan
hidup, dan menjangkau kebijaksanaan. Cinta kasih kita menyungai dalam darah
daging mereka, dan akan menjadikan mereka tak pernah berkekurangan.
WIBISANA DAN KUMBAKARNA MASUK.
WIBISANA Bu,
Ibu…! Lihat apa yang aku bawa…
SUKESI Apa itu, Nak?
WIBISANA Aku
membuat gambar. Lihat, Bu!
SUKESI Oo…gambar apa ini? Ibu tidak
mengerti.
WIBISANA Ini gambar rancangan jebakan binatang.
Dari atas sini diberi tali utama, yang menggantung jaring-jaring.
Jaring-jaringnya dibuat melingkar, dengan ujung-ujungnya diberi beban berat,
batu misalnya. Nah, biar terus mengembang sampai di bawah, ada 4 tali pendukung
yang diikat di empat arah mata angina, pada batang-batang pohon di sekitarnya.
SUKESI Waah, kamu hebat. Umpan-nya
apa?
WIBISANA Itu tergantung dari apa yang akan kita
tangkap, Bu. Kalau rusa, cukup rumput-rumput. Kalau singa atau macan, maka
umpannya harus rusa, Bu.
WISRAWA (TERTAWA) Wah, hebat juga Wibisana
anakku.
KUMBAKARNA Wibisana terlalu banyak membaca. Terlalu banyak
berpikir. Yang penting itu, bagaimana membuatnya. Lalu dicoba. Kalau digambar
saja, itu namanya ngomong-ngomong tok!
SUKESI Kumbakarna, kamu tidak boleh
berkata begitu. Hargai sedikit karya Wibisana kenapa.
KUMBAKARNA Iya, Ibu. Aku hanya ingin bilang, kalau teori
saja, semua juga bisa.
WIBISANA Kakang Kumbakarna perlu bukti? Akan
aku buktikan!
KUMBAKARNA Ah, ndak usah! Aku sudah lelah main sama kamu
seharian. Sekarang aku lapar! Ibu sudah masak?
SUKESI Sudah, Nak. Kamu makanlah
dahulu, Kumbakarna.
LALU KUMBAKARNA MASUK.
WISRAWA Wibisana, sebenarnya untuk apa kamu membuat
rancangan gambar itu?
WIBISANA Aku ingin membantu Mbakyu Sarpakenaka,
Pak. Mbakyu kan suka berburu sendirian, dan harus bersusah payah mendapatkan
buruan. Nah, Wibisana ingin jebakan yang aku buat ini untuk membantu Mbakyu.
Mbakyu tinggal tunggu sasarannya mendekat dan dia tinggal ringkus setelah
terjerat.
SUKESI Kamu baik sekali, anakku.
WIBISANA (TERSENYUM
BANGGA)
SUKESI Sudah, sekarang kamu susul
Kangmasmu Kumbakarna makan, ya.
WIBISANA Iya,
Ibu.
RAHWANA MASUK. IA DATANG SAMBIL MARAH-MARAH, MENCARI WIBISANA.
RAHWANA Wibisana!
Wibisana!! Sini kamu!
WISRAWA He, Rahwana anakku. Kamu ini ada apa,
datang-datang koq langsung marah? Kamu mencari adikmu Wibisana?
RAHWANA Iya, Pak. Dia sudah kurangajar!
WISRAWA Kurangajar bagaimana? Coba jelaskan.
RAHWANA Sok keminter! Dasar kutu buku! Mana
Wibisana, Pak?
WISRAWA Ada. Dia lagi makan. Mbok nanti dulu.
Bapak ingin kamu jelaskan dulu, kenapa kamu menyebutnya dia telah kurangajar
sama kamu?
RAHWANA Ndak ada gunanya, Pak. Wibisana perlu
diberi pelajaran. Adik tidak tahu sopan santun blass!
SUKESI Rahwana anakku, duduk sini sama
ibu. Dengar ya. Bagaimana pun Wibisana adalah adikmu. Dia bukan orang lain.
Kamu tahu itu kan? Betapa pun kurangajarnya, kamu sebagai kakaknya, tidak
berhak melukainya. Apa pernah kamu melihat Bapak dan Ibumu menghajar kalian?
Senakal apapun kalian…
RAHWANA Tidak pernah, Ibu.
SUKESI Lalu untuk apa kamu mengumbar
kemarahanmu seperti itu? Ada apa sebenarnya?
RAHWANA Wibisana bilang tengah merancang alat
jebakan untuk menjerat binatang buruan. Itu maksudnya agar Sarpakenaka tidak
perlu susahpayah berburu.
SUKESI Iya, tadi dia bercerita soal
itu. Tetapi kenapa kamu marah?
RAHWANA Itu sama saja tidak menghargaiku, Ibu.
Aku bisa mencarikan binatang buruan untuk Sarpakenaka, tanpa harus pakai alat.
Aku bisa berguna buat Sarpakenaka, Ibu, tanpa bantuan alat tanpa bantuan
siapapun termasuk Wibisana.
WISRAWA (TERTAWA) Kamu ini koq lucu, to? Mbok
biar saja. Wibisana itu suka baca, pikirannya selalu haus akan ilmu
pengetahuan. Dengan pengetahuannya, dia juga kepengin berguna buat sedulurnya.
RAHWANA Tapi itu kan berarti sama saja
menganggap Rahwana tidak berguna, Pak?
SUKESI Kalian semua itu anak-anak yang
berguna. Buktinya, kalian memikirkan saudara-saudaramu.
TIBA-TIBA MUSIK BERDERAP, BERGEMURUH, MENGEJUTKAN DAN
MENAKUTKAN. DANARAJA BERSAMA BEBERAPA
ORANG PENGAWALNYA MASUK KE PADEPOKAN GIRIJEMBANGAN. MEREKA BERJALAN
MONDAR-MANDIR BERKACAK PINGGANG, MEMPERHATIKAN TIGA ORANG DI SANA DAN
SEKELILING.
SEMENTARA, TERIKAT DALAM BELENGGU SEORANG PEREMPUAN,
SARPAKENAKA, MERONTA-RONTA.
DANARAJA (KEPADA
SARPAKENAKA) He, benar ini Padepokan
Girijembangan?
SARPAKENAKA HANYA MERONTA-RONTA.
RAHWANA, BEGITU MELIHAT SARPAKENAKA DALAM KEADAAN
TERBELENGGU, BERMAKSUD LANGSUNG MELABRAK DANARAJA DAN KAWAN-KAWANNYA.
SUKESI Ngger, jangan!
RAHWANA Kenapa, Ibu? Kasihan Sarpakenaka.
SUKESI Biarkan, Ngger.
DANARAJA Cepat katakan, betul ini Padepokan
Girijembangan? Katakan! Dari tadi kamu
tidak bicara. Hanya mengurusi makananmu saja.
SARPAKENAKA (MERONTA
DAN SESEKALI SAMBIL MAKAN DAGING YANG DIGENGGAMANNYA)
DANARAJA Oo, aku mengerti, rupanya perlu pakai
cara lain agar kamu bicara?!
(DANARAJA
MENGAMBIL PISAU BELATI MILIK PENGAWALNYA. IA MEMAIN-MAINKAN BELATI ITU.
SESEKALI IA MELEMPAR DAN MENANCAP PADA BATANG POHON. LALU IA BERSIAP HENDAK
MELEMPAR PISAU BELATI ITU KE TUBUH SARPAKENAKA YANG MASIH TERBELENGGU.)
RAHWANA Kurangajar!
WISRAWA Cukup.
Sudah cukup!
DANARAJA TERKESIAP DAN BERHENTI, LALU MEMALINGKAN MUKA
MENATAP WISRAWA.
WISRAWA Kamu
siapa dan hendak mencari siapa?
DANARAJA Aku
Sang Danaraja. Aku sedang mencari Wisrawa.
WISRAWA MUNDUR BEBERAPA LANGKAH, MEMBELAKANGI SUKESI DAN
RAHWANA.
WISRAWA Akan
aku tunjukan. Tetapi lepaskan dahulu ikatan belenggu anak itu.
DANARAJA (MEMBERI KODE KEPADA PENGAWALNYA UNTUK
MELEPASKAN SARPAKENAKA. SARPAKENAKA LANGSUNG BERLARI MENUJU IBUNYA, BERSEMBUNYI
DI BALIK RAHWANA.) Sekarang katakan!
WISRAWA Kamu mencari Wisrawa? Akulah dia.
Apakah kamu sudah pangling kepadaku? Sedang aku masih ingat bagaimana suara
tangismu.
DANARAJA Bapak?!
Kamukah itu?
WISRAWA MENGANGGUK. LALU DENGAN SEGERA DANARAJA MENDEKAT DAN
MEMELUK AYAHNYA. TETAPI SEGERA MELEPASKANNYA.
DANARAJA (TIBA-TIBA
IA MENANGIS) Sudah berapa lama Bapak tidak pulang kembali ke Lokapala?
WISRAWA Hampir
20 tahun, Ngger.
DANARAJA Kenapa,
Pak? Kenapa tidak pulang?
WISRAWA Ngger.
DANARAJA Mengapa
Bapak memberikan harapan, tetapi sekaligus menghancurkannya? Mengapa?
WISRAWA Ngger..
DANARAJA Aku menunggu sangat lama. Katamu kau
akan kembali pulang dengan membawakan seorang permaisuri buatku. Tidakkah kamu
mempertimbangkan Lokapala, Pak? Menunggu dan menunggu tanpa ada kejelasan,
tanpa ada kepastian.
WISRAWA Ngger. Aku minta maaf. Tetapi
begitulah yang terjadi. Semua atas kehendak Dewata.
DANARAJA Tidak usah bawa-bawa Dewata di sini.
Semua perbuatan buruk yang kamu lakukan kepadaku, kepada Ibu dan kepada
Lokapala, hanya bersumber darimu. Aku minta maaf, Pak, tetapi aku sungguh tidak
lagi menaruh hormat kepada orang yang telah merendahkan kehormatannya sendiri.
WISRAWA Kamu tidak sepenuhnya mengerti
maksudku, Ngger.
DANARAJA Aku mengerti! Aku sangat mengerti! Aku
mendengar kabar bahwa kamu sendiri yang akhirnya kepencut dengan putri calon
permaisuriku. Kamu sendiri yang telah dikuasai hawa nafsu, dengan jubah
kebijaksanaan yang kamu kuasai. Kamu yang bilang akan membawa pulang putri itu
buatku! Kamu sendiri yang memutuskan untuk menjadikannya istrimu! Mana?! Mana?!
RAHWANA Pak, siapa putri yang dijanjikan Bapak
kepadanya?
WISRAWA MENATAP SUKESI. SUKESI MENUNDUK.
SUKESI Rahwana anakku, kemarilah.
Sudah, kamu jangan ikut turut campur urusan Bapak dengan pemuda itu. Sini…
RAHWANA Tidak bisa, Ibu.
SUKESI Rahwana, ngger anakku,
kemarilah… Kamu dengar Ibumu yang memintamu, kan?
RAHWANA BERINGSUT MENINGGALKAN AYAHNYA, DAN MENDEKATI
IBUNYA. SEBELUM JAUH, WISRAWA MEMANGGILNYA.
WISRAWA Anakku,
Rahwana.
RAHWANA (IA
BERHENTI, DAN MENDENGAR AYAHNYA BICARA)
WISRAWA Di belakang pertapaan, ada lorong
yang menuju sungai. Masuk dan ikuti alur sungai itu. Nanti kamu akan ketemu
dengan gerbang istana Alengka. Ajaklah Ibu dan tiga adikmu ke istana Alengka
segera.
RAHWANA Untuk
apa, Pak? Aku akan disini, Pak.
WISRAWA Kalian
harus segera pergi. Karena ini sudah waktunya bagiku untuk pergi.
RAHWANA Tidak,
Pak. Rahwana akan di sini, menjaga dan membelamu.
WISRAWA Pergilah.
Alengka. Di sana kamu akan menjadi raja.
RAHWANA Tidak.
DANARAJA Pengawal!
Ringkus orang itu!
WISRAWA Sebentar!
Untuk apa kamu meringkusku, Ngger?
DANARAJA Kamu akan diadili di alun-alun
Lokapala.
WISRAWA Danaraja, anakku. Apabila aku harus
mati, biarlah aku mati di Girijembangan. Tempat dimana aku berasal, sebelum
kemudian memimpin Lokapala, dan tempat dimana aku akan kembali.
DANARAJA Kamu
membangkang?!
WISRAWA Aku
tidak membangkang.
DANARAJA Kamu
ingin diadili di sini?
WISRAWA Aku
ingin mengakhiri di tempat dimana aku mengawali.
MAKA TERJADILAH PERTEMPURAN SENGIT ANTARA DANARAJA DAN
WISRAWA. SEMENJAK AWAL PERKELAHIAN, WISRAWA TAK PERNAH MENGHINDAR. PUN TAK
PERNAH MEMBERIKAN PERLAWANAN BALASAN. SEMUA IA TERIMA. HINGGA AKHIRNYA, IA
TERHUYUNG DENGAN LEMAH. PADA SAAT ITULAH, DANARAJA MENEBAS LEHER WISRAWA.
RAHWANA, IBU DAN KETIGA ADIK-ADIK RAHWANA MELIHAT PERTEMPURAN
ITU. TIDAK DAPAT BERBUAT APA-APA. KETIKA WISRAWA JATUH DAN TERTEBAS LEHERNYA,
RAHWANA BERLARI KE ARAH DANARAJA. TETAPI DANARAJA SUDAH KEBURU BERLARI DAN
MENGHILANG.
MEREKA BEREMPAT MERATAPI KEMATIAN WISRAWA.
SUKESI Kita sudah
tidak punya apa-apa lagi di sini. Sebelum hari gelap, kita makamkan jasad Bapak
dengan sebaik-baiknya.
RAHWANA Akan kubalaskan kematian Bapak ini,
Ibu. Rahwana sungguh tidak bisa menerima hal ini. Danaraja harus mati oleh
tanganku.
SUKESI Sudahlah. Sebaiknya kita pulang
ke istana Alengka, tempat eyangmu, Prabu
Sumali.
Babak 2: CINTA
PERTAMA RAHWANA – Arga Dumilah
BEREMPAT: RAHWANA, KUMBAKARNA, SARPAKENAKA DAN GUNAWAN
WIBISANA, TENGAH MENYUSURI HUTAN HENDAK MENUJU LOKAPALA. MEMBUMIHANGUSKAN
LOKAPALA TERLEBIH DAHULU, SEBELUM LOKAPALA DATANG DAN MENGHANCURRATAKAN
ALENGKA.
KUMBAKARNA Kang, aku masih belum mengerti kenapa kamu bisa
berbuat segila itu.
WIBISANA Betul. Utusan Lokapala yang datang ke
Alengka, belum tentu memiliki niat buruk. Bisa saja mereka memang diutus oleh Danaraja
untuk memperbaiki hubungan Lokapala dengan Alengka.
Aku pernah
mendengar Eyang Prabu Sumali bicara, dulu Alengka dan Lokapala adalah dua
Negara yang bersahabat baik. Eyang Prabu dapat mendirikan Pertapaan Gohkarna,
juga atas bantuan Prabu Wisrawa waktu itu. Maka sebagai bukti Alengka pun
mengirimkan dua orang kepercayaan Eyang Prabu ke Lokapala, dan diperintahkannya
mengabdi di sana. Itu semua sudah baik.
Kalau
akhir-akhir ini hubungannya memburuk, wajar saja dia mengirim utusan untuk
memulihkan hubungan.
RAHWANA (KEPADA KUMBAKARNA) Aku memang gila.
Kamu juga tahu itu.
(KEPADA
WIBISANA) Kamu tahu apa, bocah cilik?! Ngecipris!
KUMBAKARNA Kang, mungkin ada benarnya ucapan Wibisana.
Utusan itu datang ke Alengka untuk sebuah tujuan baik. Kenapa Kakang selalu
terburu-buru kalau mengambil keputusan?
RAHWANA Sudah aku katakan, aku memang gila!
KUMBAKARNA Aku ra mudheng.
WIBISANA Sudahlah, Kakang Kumbakarna. Kakang
Rahwana memang tidak pernah mau mendengarkan kita. Dia selalu merasa benar
sendiri. Semua yang dia lakukan, telah dia pikirkan masak-masak.
KUMBAKARNA Benarkah begitu, Kang? Kamu sudah
memikirkannya? Kamu sudah memikirkan apa dampaknya begitu Lokapala mengetahui
utusannya kamu penggal kepalanya? Kamu sudah mempertimbangkan kekuatan Alengka?
RAHWANA Apa maksudmu, Di?
KUMBAKARNA Dua orang utusan yang datang ke Alengka, begitu
sampai di depanmu, tanpa babibu langsung kamu penggal kepalanya. Apa maksudnya?
RAHWANA Maksudku hanya satu, agar Lokapala
tahu, Rahwana menyimpan dendam kesumat kematian Bapak. Hanya satu yang bisa
menghentikan dendamku, Kang. Hanya satu yang bisa membuatku merasa tenang.
WIBISANA Apa itu, Kang?
RAHWANA Kematian Danaraja di tangan Rahwana!
KUMBAKARNA Hmm….ngomong sama orang yang emosional kayak
kamu itu memang susah, Kang. Repot!
RAHWANA Ben! Sakkarepku! Yang punya kuasa di
Alengka kan aku: Rahwana. Susahnya apa kamu tinggal turuti perintahku!
WIBISANA Kang, gini lo maksudnya….
RAHWANA Wis, ndak usah banyak cingcong.
Omong-omong tok yang besar. Tapi nyali kecil kayak ikan teri!
Aku dendam karena aku juga ingin
berbakti sama Bapak. Aku tidak rela Bapak mati di tangan Danaraja dengan cara
seperti itu. Itu sama saja menghancurkan hatiku. Ngremuk ajur ajer orang yang
aku hormati. Bapakku sendiri.
Aku dendam karena aku menyayangi
Bapak, kamu tahu?!
KUMBAKARNA Kang, sekali ini, dengar aku baik-baik. Buka
lebar-lebar telingamu. Aku, Sarpakenaka dan Wibisana pasti akan selalu berada
di belakangmu. Akan selalu mendukungmu. Benar atau salah, bukan hal penting.
Kamu tetap kami dukung. Ingatlah itu,
Kang, tidak pandang kamu berada di pihak benar maupun salah.
Dengarkan aku.
Setelah kamu memenggal kepala dua utusan dari Lokapala, apakah mereka tidak
akan marah terhadap kita.
RAHWANA Tentu saja marah. Dan itu yang aku
inginkan. Dengan begitu aku bisa segera bertemu dengan Danaraja dan
membunuhnya, Di.
KUMBAKARNA Jadi menurut Kakang mereka akan mengirim
pasukan ke sini dan mengajak kita dalam pertempuran?
RAHWANA Aku tidak takut, Di. Berapa mereka akan
kerahkan pasukan? Seribu? Sepuluh ribu? Katakan berapa? Aku sendiri yang akan
ngidak-idak mereka menjadi bangkai-bangkai berkalang tanah di sini.
KUMBAKARNA Aku pun tidak takut. Sarpakenaka dan Wibisana
pun aku yakin tidak takut. Lalu Kakang tahu kapan mereka akan menyerang ke
sini?
RAHWANA Aku bukan bagian dari mereka, Di. Mana
mungkin aku tahu!!
KUMBAKARNA Dan aku sebenarnya juga tidak ingin ada
pertumpahan darah di Alengka. Alengka adalah tempat tinggal kita, tempat
berlindung bagi Ibu Sukesi, satu-satunya tempat yang nyaman yang kita miliki.
RAHWANA Hei, jangan jadi sentimental begitu.
Apa maksudmu sebenarnya?
KUMBAKARNA Kalau boleh usul, kita jangan menunggu.
Menunggu hanya buat orang-orang yang tidak kreatif. Menunggu hanya pekerjaan
milik orang-orang yang tak berdaya.
RAHWANA Di, kamu ingin aku menyiapkan pasukan
untuk menyerang Lokapala?
KUMBAKARNA (MENGGELENGKAN KEPALA) Patih Prahasta biar di
Alengka saja, menggantikanmu untuk sementara. Para panglima dan seluruh
pasukan, biar berjaga saja di setiap perbatasan.
RAHWANA Lalu?
KUMBAKARNA Lagipula kalau kita mengerahkan pasukan,
pastilah Lokapala akan segera mendengar dan mereka akan bersiap-siap.
Kita berempat saja. Kita berempat
saja yang melabrak Lokapala, Kang. Kita datang diam-diam, dan mengbumihanguskan
Lokapala tiba-tiba, dalam keadaan mereka tidak siaga.
WIBISANA Waah, ini koq jadi gendheng kabeh….
Mbok sudah, to. Di sini saja. Kita kirim utusan untuk menyampaikan permintaan
maaf, karena kita telah memenggal kepala para utusan Lokapala.
Kalau mereka
ndak mau terima, kita ajak rundingan. Rembugan. Itu jauh lebih baik, to? Aku
jamin kalau kita berunding, tidak akan jatuh korban di kedua belah pihak, Kang.
KUMBAKARNA Hussh! Ngawur. Kakang Rahwana yo rabakal gelem!
Kupingmu ki dijembeng: Ini Balas Dendam!!
RAHWANA (TERTAWA) Iki yo adiku tenan! Tumben
kowe cerdas, Di? Aku setuju. Mangkat saiki! Obrak-obrik Lokapala!!
MAKA MEREKA KEMUDIAN BERANGKAT MENUJU LOKAPALA. DENGAN SATU
TUJUAN: MEMBUNUH SANG DANARAJA. KUMBAKARNA, WIBISANA DAN SARPAKENAKA BERJALAN
BERTIGA. SEMENTARA RAHWAA TERBANG NGAMBAH JUMANTARA, MELESAT MENUJU LOKAPALA
BAGAI KILAT.
PANGGUNG MENGHADIRKAN HUTAN, TAK JAUH DARI SITU ADA
PADEPOKAN ARGA DUMILAH. TERLIHAT SEORANG PEREMPUAN MUDA YANG CANTIK JELITA
TENGAH MENYERET SETANDAN PISANG. IA NAMPAK AGAK KESUSAHAN. BELUM LAGI KAYU
BAKAR DALAM DUA IKATAN, IA MESTI BAWA SERTA.
WIDAWATI MENARI.
TARIANNYA MENGGAMBARKAN SEORANG WANITA YANG MENGINJAK DEWASA, DENGAN BERBAGAI
AKTIVITASNYA SEHARI-HARI. JUGA MIMPI-MIMPINYA. TARIANNYA JUGA MENGGAMBARKAN IA
SEBAGAI SOSOK WANITA YANG KUAT, MANDIRI JUGA ULET MEMPERJUANGKAN DIRINYA
MENJADI SEORANG WANITA YANG BERDAYA.
HINGGA SUATU KETIKA TANPA WIDAWATI SADARI, IA TENGAH
DIPERHATIKAN OLEH SESEORANG. RAHWANA. IA YANG TENGAH TERBANG DI ANGKASA,
TIBA-TIBA MENUKIK, MENCIUM AROMA WANGI SEORANG WIDAWATI. MELIHAT WIDAWATI
MENARI, RAHWANA TERPESONA.
WIDAWATI TERGERAGAP BEGITU
SADAR BAHWA SESEORANG YANG TAK DIKENAL TENGAH MEMPERHATIKANNYA. RAHWANA
TERSENYUM MELIHAT TINGKAH WIDAWATI. ADA RASA TAKUT, ADA RASA MARAH, TAPI WIDAWATI
TAK TAHU HARUS BERBUAT APA.
RAHWANA (TERSENYUM. LALU BERJALAN MENDEKAT,
BERMAKSUD MEMBAWAKAN TANDAN PISANG.) Boleh aku bantu bawakan? Aku lihat kamu
agak kesulitan membawanya. Belum lagi kayu-kayu itu.
WIDAWATI Jangan! Tidak usah.
RAHWANA Kenapa? Aku hanya ingin membantumu.
WIDAWATI Tidak usah. Terimakasih.
RAHWANA Kamu bisa melakukannya sendirian?
WIDAWATI Iya, aku bisa sendiri. Terimakasih
tawaran bantuannya. Silakan, kamu pergilah.
RAHWANA Ehm. Baiklah. (PERGI KE ARAH BELAKANG.
TIDAK KELUAR, TETAPI BERSEMBUNYI SAJA. DIA INGIN BISA MEMPERHATIKAN WIDAWATI)
WIDAWATI BERUSAHA BERJALAN KEMBALI DENGAN MEMBAWA SETANDAN
PISANG DAN KAYU BAKAR DENGAN SUSAH PAYAH. BARU BEBERAPA LANGKAH, IA BERHENTI,
MENGUSAP KERINGATNYA DAN MENGESAH. TETAPI IA BERUSAHA MEMPERLIHATKAN DIRINYA
MAMPU.
KETIKA WIDAWATI KEMBALI BERUSAHA MENGANGKAT SETANDAN PISANG
DENGAN CUKUP KESULITAN, RAHWANA MENGHAMPIRI DARI ARAH BELAKANG, MEMBANTU
MENGANGKAT PISANG ITU. WIDAWATI TERPAKU.
RAHWANA Boleh tahu siapa namamu?
WIDAWATI Buat apa kamu tahu namaku?
RAHWANA Agar aku bisa memanggilmu dengan lebih
sopan.
WIDAWATI Ndak usah. Kamu boleh memanggilku apa
saja.
RAHWANA Namaku Rahwana.
SONTAK WIDAWATI
MUNDUR SEPERTI KETAKUTAN.
RAHWANA Siapa namamu?
WIDAWATI (DIAM)
RAHWANA Siapa namamu cah ayu?
WIDAWATI (DIAM)
RAHWANA Aku tengah dalam perjalanan menuju
Lokapala. Dari angkasa, aku tiba-tiba mencium aroma wangi. Lalu aku melihatmu.
Tengah kesulitan membawa bawaanmu.
WIDAWATI (DIAM)
RAHWANA Kamu cantik. Meskipun pakaian yang kamu
pakai sederhana, aku bisa melihatmu sejatinya cantik. Meskipun wajahmu tak
ber-make up, aku bisa melihat sejatinya wajahmu amat jelita. Aroma wangi yang
mengambar, yang kucium dari dirgantara, aku tahu sejatinya adalah aroma
pribadimu yang lembut dan baik hati.
WIDAWATI (DIAM)
RAHWANA Namaku Rahwana. Raja muda dari Alengka.
Kalau kamu mau, aku bisa memboyongmu ke istana Alengka, menjadi permaisuriku.
Di sana kamu akan menjadi satu-satunya yang tercantik di seluruh Alengka. Boleh
tahu siapa namamu?
WIDAWATI Aku sudah mendengar namamu. Namamu
memang sudah mendunia. Terkenal dimana-mana. Tidak ada yang tidak pernah
mendengar namamu.
RAHWANA (TERTAWA) Ah, biasa saja. Apa yang kamu
dengar tentang namaku, Cah Ayu?
WIDAWATI Rahwana adalah kerakusan dan kekejaman.
RAHWANA Ehm, begitu ya?
WIDAWATI Dan setelah melihatmu sekarang ini,
sepertinya memang tidak salah dengan apa yang kudengar. Kamu ndak tahu
sopan-santun. Brangasan.
RAHWANA (TERTAWA)
WIDAWATI Koq malah tertawa….
RAHWANA Orang-orang yang tidak mengenalku
dengan lebih baik. Seolah-olah Rahwana hanya seonggok kekejaman dan kerakusan.
Mereka tidak pernah mengenalku. Mereka hanya tahu Rahwana dari luarnya saja.
Dari kulitnya saja.
WIDAWATI Dan aku tidak ingin mengenalmu dengan
lebih baik. Sudah cukup. Apa yang kudengar, apa yang kulihat, tidak ada yang
salah. Penilaianku masih sama, tidak berubah.
RAHWANA
BERNYANYI – “Jatuh Cinta – P Project”
WIDAWATI BERLARI-LARI PULANG KE PERTAPAAN ARGA DUMILAH.
RAHWANA MENGEJARNYA. HINGGA SAMPAILAH MEREKA DI PERTAPAAN ARGA DUMILAH. HARI
SUDAH MULAI BERANJAK SENJA.
DI DEPAN PERTAPAAN SUDAH MENUNGGU RESI WERSAPATI DAN RETNO
DUMILAH. MEREKA MENDENGAR SUARA TANGIS DI KEJAUHAN.
WERSAPATI Dimana Widawati?
Biasanya sore begini dia sudah sampai di rumah.
RETNO
DUMILAH Aku juga sedari tadi
sudah mbatin, ini anak koq ndak pulang-pulang. Tadi pamitnya ke hutan mencari
kayu bakar.
WERSAPATI Lain kali, jangan
ijinkan dia pergi sendirian. Belakangan ini di hutan banyak terjadi hal-hal
yang tidak masuk akal. Dan juga keganasan binatang-binatang buas, yang semakin
merajalela. Hutan yang semakin sempit, berkurangnya populasi hewan, membuat
mereka tidak takut lagi kepada manusia. Aku khawatir…
RETNO
DUMILAH Kamu seperti ndak
ngerti watak anakmu saja. Widawati itu bandel. Ngeyel nek dikandhanani.
TAK LAMA KEMUDIAN WIDAWATI MASUK DENGAN MENANGIS
MENJERIT-JERIT KETAKUTAN. IA LANGSUNG MERANGSEK KE PELUKAN RETNO DUMILAH,
IBUNYA.
DI BELAKANGNYA SUDAH TERDENGAR SUARA RAHWANA
MEMANGGIL-MANGGIL WIDAWATI.
RAHWANA (TERIAKAN DARI LUAR) Cah
ayu, tunggu. Tunggu sebentar. Dengarkan dulu kata-kataku. Cah ayu…!
WERSAPATI Widawati, suara siapa
itu?
WIDAWATI Rahwana, Raja Alengka,
Bapa.
RETNO
DUMILAH Rahwana? Kamu bertemu
dengan dia?
WIDAWATI Iya, Ibu. Dia
mencegatku dalam perjalanan pulang.
WERSAPATI Mencegatmu? Kamu punya
masalah apa sama dia? Gawat ini!!
WIDAWATI Widawati ndak punya
masalah apa-apa, Bapa. Dia yang bikin masalah!
RETNO
DUMILAH Yawis, nduk. Sudah,
jangan takut.
SEMENTARA
ITU RAHWANA MASUK.
RAHWANA Eit! Cah Ayu, rupanya
di sini rumahmu. Dan ini kedua orangtuamu? Hahaha…malah kebeneran!
WERSAPATI Anak Prabu Rahwana,
benar. Aku Wersapati dan ini Retno Dumilah, orangtua bocah ini.
RAHWANA Ehm, kamu sudah tahu
siapa aku rupanya. Ya, aku Rahwana. Siapa nama anakmu, Wersapati?
WERSAPATI Dewi Widawati, Anak
Prabu. Mohon maaf, ada keperluan apa sehingga anak prabu pontang-panting hingga
sampai di pertapaan Arga Gumilah ini?
RAHWANA Anakmu ayu. Aku belum
pernah melihat seorang wanita yang begitu cantik, seperti Widawati. Aku jatuh
cinta sama Widawati. Aku ingin memboyong Widawati ke Alengka, dan menjadi
permaisuriku. Boleh to?
RETNO
DUMILAH Anak prabu Rahwana. Widawati
ini kan cah ndeso. Lahir dan besar di pedesaan, hidup dari kekurangan dan
kekurangan. Widawati ndak bakal cocok hidup di lingkungan istana, Anak Prabu.
RAHWANA Ah, siapa yang bilang.
Aku akan mengajarinya bagaimana hidup di istana. Itu soal mudah, Retno Dumilah.
Widawati itu cerdas. Dia akan mampu belajar dengan cepat. Dia akan menjadi
permaisuriku, akan banyak membantu pekerjaan-pekerjaanku di Alengka. Tetapi
yang paling penting buatku, Widawati akan menjadi dewi yang paling cantik bagi
Rahwana dan Alengka.
WERSAPATI Rupanya anak prabu sudah
mantap dengan keinginan ini. Tetapi, kami tidak memiliki hak untuk memutuskan
hal itu. Nantinya, Widawati akan memutuskannya sendiri. Untuk saat ini, mohon
berilah sedikit waktu untuk Widawati mempertimbangkannya, Anak Prabu.
RAHWANA Yo, aku memberi waktu
untuk Widawati mempertimbangkannya.
RETNO
DUMILAH Duuh, terimakasih. Satu
dua minggu lagi, kami akan membawa jawaban itu ke hadapan anak prabu.
RAHWANA Tidak usah satu dua
minggu. Satu dua menit, aku tunggu dari sekarang.
WERSAPATI Duh, koq begitu to, Anak
Prabu. Berilah sedikit waktu untuk Widawati, ya. Satu atau dua minggu. Kalau
kami tidak ke Alengka, anak prabu boleh datang ke sini lagi.
RAHWANA Satu atau dua menit
saja! Waktuku sekarang mendesak. Dan perlu kukatakan, kalau Widawati
menginginkan kalian di Alengka, aku tidak keberatan. Kalian bertiga, tinggallah
di istana Alengka. Bagaimana?
WERSAPATI Widawati, bagaimana?
WIDAWATI Aku tidak mau, Bapa.
WERSAPATI Anak Prabu Rahwana, Dewi Widawati
belum mau diboyong ke Alengka untuk saat ini. Berilah dia waktu, ya.
RAHWANA Moh. Saiki!
RAHWANA
BERMAKSUD MERANGSEK MAJU, DAN MERAIH TANGAN WIDAWATI UNTUK DIAJAK PERGI.
WERSAPATI Rahwana, jangan
kurangajar. Kamu boleh memaksakan kehendakmu kepada siapapun, kecuali kepada
kami.
RAHWANA Keinginan-keinginanku
tak tertolak oleh siapapun, Wersapati. Cita-citaku selalu tercapai, Wersapati.
Kamu jangan jadi penghalang!
WERSAPATI Kalau begitu, kamu akan
bisa mendapatkan keinginanmu, setelah melewati jasadku.
RAHWANA Ee, malah nantang. Ya,
majulah!
MEREKA BERTEMPUR. KEMUDIAN LAYAR BELAKANG MENJADI SILUET
PERTEMPURAN MEREKA. WERSAPATI TERBUNUH.
MELIHAT AYAHNYA TERBUNUH, RETNO DUMILAH LANGSUNG BERLARI KE
ARAH SUAMINYA YANG TERGELETAK. DAN MENANGIS SESENGGUKAN DI DEKAT MAYAT WERSAPATI.
SEMENTARA DI ATAS PANGGUNG, WIDAWATI MENGAMBIL GENTONG
BERISI MINYAK JARAK YANG BIASA DIPAKAI UNTUK
PENERANGAN MINYAK OBOR DI LINGKUNGAN PERTAPAAN. KEMUDIAN IA MENGGUYURKAN
GENTONG TERSEBUT, LALU MENGAMBIL SEBUAH OBOR YANG BERIDIRI DI SUDUT HALAMAN DAN
MEMBAKAR DIRINYA.
SESUDAH ITU TERLIHAT KOBARAN API MENYELIMUTI WIDAWATI YANG
KEMUDIAN BERGULING-GULING DI TANAH. RAHWANA MELIHAT ITU DARI SILUET, LANGSUNG
BERTERIAK MEMANGGIL WIDAWATI. NAMUN NYAWANYA SUDAH TIDAK TERTOLONG LAGI. WIDAWATI
MATI. RAHWANA TERTEGUN, TERISAK SEPERTI KECEWA PADA DIRINYA SENDIRI.
RAHWANA Widawati, matahari belum lagi tinggi
Arga Dumilah belum sempurna tersiram cahaya
dan ibundamu mestinya rindu memeluk bahagia
mengapa Nimas tega lakukan ini?
membakar diri dalam lautan api
tanpa sudi untuk sebentar saja nyawang hati
kucium wangimu sejak kutinggalkan Alengka
seperti hangat kasih Bunda Sukesi
terngiang saat aku remaja di Girijembangan
saat terlunta dan jauh dari pelukan Bapa
dan wajahmu meluruhkan dendam
sepasang mripatmu menyejukkan
amarah pada Danaraja, sementara kupendam
Widawati, mengapa kau pergi tanpa jejak
dalam jilatan lidahlidah api yang menggelegak
kau meninggalkan rasa cinta tanpa belas kasih
kau menampik semua rencana baik
mengapa si buruk rupa selalu harus menghiba
mengapa tak kau dengar sebentar saja,
ada yang luput kau cerna atas apa yang teraba
Nimas, hanya dengan kata bisa kuubah semua
tetapi kata indah yang terbata untukmu terlunta jadi sampah
hanya dengan tatapan mata aku bisa leburratakan Lokapala
tetapi di hadapanmu mataku pejam tak mampu bercahaya
Nimas, mengapa aku menjadi salah
ketiku aku memperjuangkan cintaku sendiri?
LAMPU
BERANGSUR PADAM.
PANGGUNG
LANGSUNG BERUBAH SUASANA PERTEMPURAN DI LOKAPALA. TERLIHAT KUMBAKARNA,
SARPAKENAKA DAN WIBISANA TENGAH MELAWAN PARA PRAJURIT LOKAPALA.
KEMUDIAN
NAMPAK RAHWANA YANG MENYERANG MEMBABI-BUTA. HINGGA SAMPAILAH IA DI HADAPAN
PANGLIMA PERANG LOKAPALA.
RAHWANA Lokapala sudah rata. Tidak ada lagi
yang tersisa. Kalian siapa? Menyerah saja!
PANGLIMA Kami panglima perang Lokapala.
RAHWANA Minggir, kalau pengin hidup!
PANGLIMA Meskipun pada akhirnya
kami berkalangtanah, tetapi kami tidak akan mundur satu langkah pun.
RAHWANA Hahaha…baik! Nyalimu besar juga ya!
Tapi kamu buta! Kamu lihat sekelilingmu, semua sudah jadi bangkai. Kamu berdiri
di sini untuk mbela siapa?
PANGLIMA Membela harga diri kami.
KUMBAKARNA
MASUK.
KUMBAKARNA Kang! Kakang Rahwana!!
Seluruh Lokapala
sudah habis. Sudah rata tanah. Semua prajurit kocar-kacir. Banyak yang mati
terbunuh, dan sisanya lari terbirit-birit kea rah pegunungan.
Tapi aku belum
menemukan Danaraja?
RAHWANA Danaraja tidak ada?!
He, dimana
Danaraja? Dia melarikan diri? Asem, dasar pengecut!!
Katakan, dia
bersembunyi dimana?
PANGLIMA Aku tidak akan mengatakannya.
RAHWANA Bangsat!
RAHWANA LALU
MELABRAK PANGLIMA ITU. DAN PADA SAAT DIA AKAN MEMUNTIR KEPALANYA, PANGLIMA ITU
BICARA.
PANGLIMA Prabu Danaraja diselamatkan para dewa,
dibawa ke Kahyangan.
RAHWANA Apa?!
(DIA KEMUDIAN MEMUNTIR KEPALA PANGLIMA ITU, DAN MATILAH PANGLIMA ITU.)
Tidak bisa
diterima, kenapa kalian selalu ngrusuhi urusanku!
Hei, para dewa,
aku tidak terima cara kalian. Kalian licik. Sok penguasa. Keminter. Kalian
selalu ingin menang dan bener sendiri!
Aku protes! Aku tidak terima!
Tetap akan
kucari Danaraja sampai kemanapun! Tunggu aku, Para Dewa! Akan kuhancurkan
Kahyangan kalau kalian berkomplot dengan Danaraja! Akan kuhancurkan!!
LAMPU PADAM.
Babak 3: ANAK RAHWANA
– Alengka
TAMANSARI DI ISTANA KERAJAAN ALENGKA. TERLIHAT DEWI TARI
YANG TERLIHAT HAMIL, IBU SUKESI DAN EMBAN. TARI TERLIHAT SEDIH.
EMBAN Mbok sudah, Den
Ayu, jangan dibawa sedih terus. Kasihan jabang bayi di kandungan Den Ayu, pasti
ikut merasakan kesedihan terus-menerus.
SUKESI Betul apa yang dikatakannya,
Tari. Sudahlah. Rahwana memang begitu wataknya: keras. Tidak ada yang bisa
menghentikan langkahnya kalau dia sudah punya karep.
TARI Ibu, mosok setiap Tari mau
melahirkan, Kangmas Rahwana selalu tidak ada di dekatku. Kurang beberapa hari
saja, dan dia pergi juga entah kemana.
SUKESI Kamu sudah tahu, Rahwana memang
begitu. Sejak kelahiran anak pertamamu, hingga tiga anakmu lahir, Rahwana
ngepasi lagi pergi.
TARI Apa lagi to yang dia cari?
Tari itu kurang apa, coba?
EMBAN Den Ayu tidak ada kekurangan
satu hal pun. Den Ayu seorang putri dari kahyangan yang sempurna. Sempurna
sebagai permaisuri, sempurna sebagai istri, sempurna sebagai ibu. Istimewa, Den
Ayu…
TARI Tapi aku tidak merasakan
hal itu. Di depan kangmas Rahwana, Tari merasa tidak pernah merasa istimewa.
EMBAN Ah, itu hanya perasaan Den Ayu
saja. Bagi kami semua, warga Alengka, Den Ayu adalah segalanya. Semenjak Den
Ayu diperistri Kanjeng Prabu, Alengka itu jadi lebih adem.
TARI Maksudnya?
EMBAN Kanjeng Prabu jadi semakin
jarang marah-marah. Tidak uring-uringan terus. Kanjeng Prabu jadi semakin
dewasa. Tidak grusa-grusu lagi kalau mengambil keputusan. Beda dengan
sebelumnya, Den Ayu. Begitu juga kalau ada laporan-laporan yang kurang
berkenan, Kanjeng Prabu tidak langsung marah sebagaimana biasanya.
TARI Benarkah itu, Emban?
SUKESI Itu benar, anakku Tari. Kalau
Rahwana itu memiliki jiwa yang keras, hanya kamulah yang mampu melembutkannya.
Jika ada saatnya Rahwana menjadi api yang tak siapapun mampu meredam, kamulah
jiwa yang sejuk yang mampu meredakannya. Kehadiranmu di sini, melengkapi
Rahwana menjadi pribadi yang seimbang.
TARI Ah Ibu ini bisa saja.
Tapi kadang, Tari merasa bahwa Kangmas
Rahwana tidak sepenuhnya mencintai Tari. Ibu tahu sendiri, kami dipertemukan
oleh Para Dewa di Kahyangan. Oleh para dewa, Tari adalah pengganti bagi
Danaraja yang dicari-cari Kangmas Rahwana. Sampai hari ini pun perhatian dan
pikirannya hanya balasdendam kepada Danaraja yang belum kesampaian. Tari
sungguh merasa tidak berarti sama sekali bagi dia.
SUKESI Ibu tahu. Tapi
apakah Tari juga tahu, mengapa Rahwana mau menerimamu menjadi pendampingnya?
Karena kamulah Widawati, cinta sejati bagi Rahwana. Bagaimana pun berartinya,
Rahwana akan memperjuangkan cintanya demi Widawati.
Apakah kamu juga
tahu, Rahwana menerimamu sebagai permaisuri juga dengan memanggul resiko yang
tidak main-main?
TARI Ya, Ibu. Aku tahu.
Kangmas Rahwana
menerimaku sebagai permaisuri, adalah pilihan yang berat. Di satu sisi dia
menguasai banyak ilmu bahkan untuk mencapai kehidupan abadi. Di lain sisi,
menerima Tari sebagai istri tidak lain adalah menerima kematiannya sendiri.
Kangmas Rahwana menyadari hal itu, dan tetap memilihku.
SUKEASI Mengawinimu, berarti ia hanya
punya kesempatan 10 kali untuk bisa hidup kembali. Kamu telah menjulukinya
Dasamuka sebagai panggilan sayangmu, bukan?
TARI Iya, Ibu.
SUKESI Nah, maka janganlah kamu ragu
sedikit pun bagaimana cintanya kepadamu.
TARI Tapi saat ini Tari
kepengin Kangmas Rahwana ada di sini. (LALU TIBA-TIBA IA MERASAKAN KESAKITAN
PADA BAGIAN PERUTNYA. SEPERTI HENDAK MELAHIRKAN.)
SUKESI Emban, kamu antar Den Ayu Tari
ke kamarnya. Kasih tahu emban lain untuk memanggil dukun bayi kerajaan.
Sementara itu kamu temani Den Ayu.
EMBAN Baik.
SETELAH TARI DAN EMBAN MASUK, KELUARLAH WIBISANA YANG
BERSUNGUT-SUNGUT.
WIBISANA Wah,
jian. Kebangeten tenan si Indrajit.
SUKESI Ada
apa, ngger Wibisana? Indrajit kenapa?
WIBISANA Kalau
saja Indrajit itu bukan Putra Kang Rahwana, wis takremuk wingi-wingi, Bu.
SUKESI Husshh!!
Ada apa ini?
WIBISANA Kurangajar. Tadi itu gladi perang. La
koq njur temenanan dia mukul saya, Bu. Loro, je… Namanya latihan yo latihan,
ora ngantem temenanan. Asem oq!
SUKESI Walah, Cuma kayak gitu. Sudah
sana, bantu mbakyumu Tari, siapa tahu butuh pertolongan.
WIBISANA Mbakyu kenapa, Bu?
SUKESI Mungkin ini harinya melahirkan.
Tadi sudah mulai krasa kesakitan perutnya.
WIBISANA Walaah, Bu. MBok jangan saya lagi.
Tiap mbakyu melahirkan, kan mesti saya yang membantu. Sekali ini saja, Bu, coba
mbakyu Sarpakenaka atau Kakang Kumbakarna. Ya, Bu?
SUKESI Mereka semua ndak ada.
WIBISANA Ya, sudah. Rahwana saja, biar saya
cari, Bu.
SUKESI Ndak usah, Rahwana lagi pergi.
Ndak tahu kemana. yawis ben, Ibu saja yang jaga di sana, kalau kamu ndak mau.
WIBISANA Wadduh… Bu. Ya, sudah biar Wibisana
saja. Sudah Ibu di sini saja.
Wibisana itu
ndak mau terlibat soal-soal seperti ini sakjane, Bu.
SUKESI Eit, tunggu Wibisana. Apa
maksudmu?
WIBISANA Ndak Bu, maaf. Sudah ndak apa-apa.
Wibisana akan membantu persalinan Mbakyu.
SUKESI Ndak bisa. Ibu melihat kamu
menyembunyikan sesuatu. Kamu akan cerita sama ibu, atau Ibu yang akan mencari
tahu sendiri?
WIBISANA
MENJADI BIMBANG. IA GELISAH.
WIBISANA Saya sebenarnya diminta merahasiakan
hal ini, Ibu.
SUKESI Siapa yang menyuruh?
WIBISANA Betara Narada.
SUKESI Ikut campur urusan Rahwana
lagi, ya para Dewa itu. Katakan, apa yang kamu rahasiakan.
WIBISANA Malam sebelum Mbakyu melahirkan
anaknya yang pertama, Eyang Pukulun Betara Narada menghampiri Wibisana lewat
mimpi. Ia berpesan, agar nanti membawa anak yang baru dilahirkan Mbakyu Tari,
ke padanya.
Dan benar, Bu. Anak yang baru
dilahirkan Mbakyu Tari menangis terus-terusan. Sementara Ibu tahu, Mbakyu Tari
waktu itu pingsan beberapa hari sesaat setelah melahirkan.
SUKESI Lalu kamu
menggendongnya ke luar. Kamu bilang hendak mencari susu untuk anak itu, kan?
WIBISANA Wibisana menggendong anak itu.
Menyisir lorong di belakang istana, menuju tempat yang dijanjikan Eyang Pukulun
Batara Narada. Sampai di belakang istana, Wibisana tiba-tiba berada seperti di
tengah awan-awan di langit, Bu.
DI SUDUT DEPAN, TERJADILAH ADEGAN
YANG SEDANG DICERITAKAN WIBISANA.
NARADA Kamu pinter, Nak. Sekarang anak itu
berikan kepadaku. Dia akan menangis terus selama dalam gendonganmu. Maka
bawalah kepadaku.
Dan, tolong
bawakan anak ini. Gendonglah.
MAKA WIBISANA MEMBERIKAN BAYI
YANG DIGENDONGNYA KEPADA NARADA. DAN SEKALIGUS MENERIMA BAYI YANG DIBERIKAN
NARADA KEPADANYA, DAN LALU DIGENDONGNYA. DAN SEJAK SAAT ITU, TIDAK TERDENGAR
LAGI TANGIS BAYI.
WIBISANA Dia tenang dalam gendongan, Eyang
Pukulun Betara Narada?
NARADA (TERKEKEH) Iya. Biarlah ia bersama
Eyang. Bayi yang tengah kamu gendong, akan menjadi anak Rahwana dan Dewi Tari.
Ia laki-laki. Pasti Rahwana akan bangga kepadanya.
WIBISANA Bayi itu, perempuan Eyang?
NARADA Betul. Perempuan.
Nah,
ingat-ingatlah. Karena bayi laki-laki yang kamu gendong itu kamu terima di atas
awan, berilah ia nama MEGANANDA. Artinya, terlahir di antara awan.
WIBISANA Lalu bayi perempuan itu akan diapakan,
Eyang?
NARADA Kamu tidak usah khawatir, Ngger.
Dia akan berada dalam pelukan dan perhatian seorang Ibu yang penuh kasih. Kamu
tidak usah mencemaskannya. Dia akan baik-baik bersama wanita itu. Suatu saat
kamu akan mengetahuinya juga, Ngger.
Sudah ya. Eyang
harus segera pergi.
LALU NARADA
HILANG DARI HADAPAN WIBISANA.
SUKESI Megananda itu Indrajit?
WIBISANA Iya, Bu.
SUKESI Ngger. Ibu tidak mengerti,
kenapa Dewa-dewa berbuat seperti itu. Kalau dia perempuan, pasti sudah besar
dia sekarang. Tapi dimana anak itu?
WIBISANA Saya tidak tahu, Ibu.
MEREKA BERDUA TERPAKU. LALU PANGGUNG BERANGSUR GELAP. DI
SUDUT ATAS, BERANGSUR NAMPAK WAJAH RAHWANA TENGAH MEMPERHATIKAN DAN
MENDENGARKAN DENGAN SEKSAMA. WAJAHNYA MARAH DAN MENGERIKAN.
Babak 4: RAHWANA
MENGGUGAT - Hutan Dandaka – Argasoka
PANGGUNG TERDIRI DARI DUA BAGIAN, ATAS DAN BAWAH. BAGIAN
ATAS TERLETAK DI BAGIAN BELAKANG, SEMENTARA BAGIAN BAWAH ADA DI PANGGUNG UTAMA.
DI BAGIAN ATAS, ADA DUA SOSOK: RAHWANA DAN KALAMARICA.
SEMENTARA DI BAGIAN BAWAH TERLIHAT RAMA, SHINTA DAN LAKSMANA.
KALAMARICA Ndak
ada orang di situ, gitu koq. Mana perempuan yang Sampeyan maksud?
RAHWANA Masih di dalam pondok
bambu itu. Kita tunggu saja. Mudah-mudahan sebentar lagi keluar.
KALAMARICA Dia
cantik?
RAHWANA Yo jelas. Rahwana tak
pernah salah menilai perempuan, mana yang cantik yang yang tidak.
KALAMARICA Aku juga bisa. Wong tinggal
dilihat wajahnya.
RAHWANA Ah, bukan dari wajahnya
saja. Aku bahkan bisa tahu wanita itu cantik dan tidak dari baunya.
KALAMARICA Ah, bisa saja. Kalau dia
pakai parfum, Sampeyan berarti akan ketipu!
RAHWANA Aku bisa mencium jasad
manusia, Kalamarica. Dan dari baunya aku bisa tahu hatinya.
KALAMARICA Hahaha…kalau bauku,
bagaimana?
RAHWANA Baumu….rakaruan! Apek,
amis…
KALAMARICA (TERTAWA SEMAKIN KERAS)
RAHWANA Huusssshhh!
Pelan-pelan! Lihat, ada yang keluar dari pondok.
RAMA DAN
LAKSMANA TERLIHAT KELUAR DARI PONDOK.
LAKSMANA Kita akan di tengah
hutan Dandaka sampai berapa lama, Kangmas? Semakin lama aku kasihan melihat
Mbakyu Shinta di sini. Selayaknya Mbakyu bertempattinggal di dalam keputren. Di
sini kotor.
RAMA Aku tidak
tahu, Laksamana. Memang berat. Tapi harus bagaimana lagi? Kita akan
menjalaninya sampai Dewata sendiri yang memberikan jalan buat kita. Aku percaya
Dewata tidak akan membiarkan kita selamanya di sini.
LAKSMANA Kangmas sudah terlalu
banyak mengalah selama ini.
RAMA Tidak,
Laksmana. Semata-mata aku hanya ingin menjalankan apa yang diperintahkan
Dewata. Bagi kita, yang penting adalah menjalankannya. Berat maupun ringan.
Karena seberapapun besar kekuatan, itu hanya kekuatan yang diberikan oleh Dewa.
Demikian juga ketika kita dalam keadaan lemah, Dewa tidak akan meninggalkan
kita.
LAKSMANA Ya, Kangmas.
DARI
DALAM TERDENGAR TERIAKAN SHINTA.
SHINTA Kanda!
Kakandaaa!
RAMA Sebentar,
Laksmana. (IA BERGEGAS MASUK MENGHAMPIRI SHINTA)
DI
PANGGUNG ATAS, RAHWANA DAN KALAMARICA TELAH MENEMUKAN STRATEGI BARU.
RAHWANA Kalamarica, kamu punya
ilmu kesaktian Salin Raga. Sekarang saatnya kamu pergunakan.
KALAMARICA Maksud Sampeyan, aku gunakan
buat apa?
RAHWANA Bawa pergi Rama dan
Laksmana ke bagian lain hutan ini. Aku sangat yakin, bau wangi perempuan di
dalam pondok itu adalah perempuan yang aku cari-cari selama ini.
KALAMARICA Maksud Sampeyan Shinta?
RAHWANA Iya, siapa lagi?
KALAMARICA La kalau ternyata bukan dia
orangnya?
RAHWANA Makanya, aku ingin
melihat dari dekat. Kalau Rama dan Laksmana selalu bersama, aku ndak bakal bisa
melihat dari dekat. Sudah, kamu bujuk mereka agar pergi….
KALAMARICA Caranya?
RAHWANA Wahjan, guoblok! Ilmu
Salin Raga yang kamu punya buat apa?
KALAMARICA Owh, ya!
KEMUDIAN KALAMARICA MEMPERGUNAKAN ILMU SALIN RAGA, BERUBAH
BENTUK MENJADI SEEKOR KIJANG. KIJANG KESETELAH KALAMARICA BERUBAH BENTUK
MENJADI KIJANG, RAHWANA PERGI.
SEMENTARA ITU, DI PANGGUNG BAWAH TERLIHAT RAMA DAN SHINTA
MASUK PANGGUNG. LAKSMANA BERDIRI, BERSIKAP SIAP MENERIMA DHAWUH.
SHINTA Kanda!
Kakanda, lihat itu!
RAMA Kijang
itu?
SHINTA Ho’o…. Itu
kayaknya bukan kijang biasa, Kanda. Warnanya keemasan. Aku pengin….
LAKSMANA Mbakyu, biar Laksmana
yang kejar kijang itu, ya…
RAMA Jangan! Aku
saja!
LAKSMANA Kangmas di sini saja,
menunggui Mbakyu. Lagipula ini hal mudah, Cuma menangkap seekor kijang. Sudah,
kangmas di sini saja.
RAMA Bagaimana
Shinta?
SHINTA Jadi Laksmana
yang akan membawakan kijang itu untukku?
RAMA Laksmana, biar
aku saja. Kamu tunggu di sini. Jaga Mbakyumu, ya…
RAMA
LANGSUNG BERGEGAS KELUAR.
LAKSMANA Lah, ini gimana to?
Mbakyu, nanti kalau ada apa-apa sama
Kangmas Rama, bagaimana?
SHINTA Loh, koq nanya
aku?
LAKSMANA Hatiku koq ndak kepenak
rasanya. Sudah, begini saja, mbakyu.
Saya
akan menyusul Kangmas Rama, membantu menangkap kijang itu. Mbakyu di sini saja.
Saya akan membuat tabir perlindungan di sekeliling tempat ini. Tabir ini akan
melindungi Mbakyu dari segala marabahaya. (KEMUDIAN LAKSMANA BERJALAN MELINGKARI SHINTA,
MEMASANG TABIR PERLINDUNGAN YANG KASAT MATA)
SHINTA Iya, Laksmana.
LAKSMANA Asal Mbakyu tidak keluar
dari tabir ini, mbakyu akan selamat tidak kurang suatu apa.
SHINTA Iya… sudah sana
susul kangmasmu…
LAKSMANA Baik, mbakyu. Jangan
lupa loh…
LALU
LAKSMANA PERGI MENYUSUL RAMA.
TIDAK BERAPA LAMA, TERDENGAR SUARA SEPERTI SUARA SEORANG
KAKEK. DI BERADA DI BELAKANG SEBUAH POHON. KAKEK ITU TIDAK LAIN PENJELMAAN
RAHWANA.
KAKEK TERSEBUT
MERINTIH-RINTIH KESAKITAN MEMINTA TOLONG. SHINTA TERGERAGAP.
RAHWANA Tolong…..tolonglah
hamba…
SHINTA Siapa itu? Hei,
kemarilah… Aku tidak bisa mendekat ke tempatmu.
RAHWANA Tolong hamba… Saya
sakit. Seperti mau mati rasanya. Tubuh saya tidak bisa saya gerakkan. Sakit
semua rasanya. Duuh….tolong hamba…
SHINTA Iya…iya… pasti
saya tolong. Tetapi saat ini saya ndak boleh mendekat ke tempatmu.
Kemarilah…pelan-pelan…
RAHWANA (SEPERTI BERUSAHA
MENGGERAKKAN TUBUHNYA DAN BERMAKSUD MENDEKATI SHINTA. TETAPI IA MALAH
TERJATUH). Ahhh….sakiiit…!
SHINTA Cukup…ya sudah
di situ saja! Apa yang bisa aku bantu? Duh, kasihan sekali kamu, Kek!
RAHWANA Apapun. Saya sudah
seminggu ini belum makan belum minum…sakitku tambah parah saja rasanya… aku
sudah hampir mati… aku tidak berdaya sama sekali.
SHINTA (SHINTA SEMAKIN
BINGUNG) Sebentar, Kek. Jangan bilang aneh-aneh seperti itu. Kamu akan kembali
sehat… Tunggu di situ, aku ambilkan air untuk bisa kamu minum segera, ya…
SHINTA SETENGAH BERLARI MASUK UNTUK MENGAMBIL SEGENTONG KECIL
BERISI AIR. KEMUDIAN TAK LAMA IA KELUAR LAGI DAN LANGSUNG MEMBERIKANNYA KEPADA
RAHWANA.
SAAT ITU JUGA RAHWANA MERAIH TANGAN SHINTA DAN MEMBAWANYA
TERBANG, HENDAK DIBAWA PULANG KE ALENGKA.
DARI ARAH SEBERANG, MASUK RAMA DAN LAKSMANA.
MEMANGGIL-MANGGIL SHINTA. TETAPI SHINTA TIDAK ADA.
RAMA Bukankah
kamu yang aku suruh menjaga Shinta?
LAKSMANA Maaf,
Kangmas. Ini kesalahan saya.
RAMA Kemana kita
harus mencarinya? Tidak ada tanda sama sekali. (RAMA TERTEGUN, SEDIH DAN
PANDANGANNYA MENYAYAT)
LAKSMANA
MENCOBA MENGHIBUR RAMA. IA BERNYANYI.
SELESAI BERNYANYI, TIBA-TIBA TEERDENGAR RINTIH KESAKITAN.
JATAYU YANG TERLUKA DIKALAHKAN OLEH RAHWANA. MEREKA BERDUA MENGHAMPIRI JATAYU
YANG TERONGGOK SEPERTI SEEKOR BURUNG YANG HAMPIR MATI.
RAMA Jatayu?!
JATAYU Benar,
Pangeran.
RAMA Kamu terluka?
Kenapa bisa begini? Siapa yang telah menyerangmu? Laksmana, cepat ambilkan
beberapa obat dan kain, untuk mengobati luka-lukanya.
LAKSMANA Baik,
Kangmas.
JATAYU Tidak
usah. Lagipula ini mungkin sudah waktuku.
Aku
mendengar tangisan Shinta di angkasa. Dan aku mencarinya. Rupanya ia tengah
dibawa Rahwana. Aku berusaha menghentikannya. Tetapi aku gagal. Rahwana telah
berhasil mengalahkanku. Aku minta maaf Pangeran, tidak bisa menyelamatkan
Shinta.
RAMA Jatayu,
sudahlah. Aku sungguh berterimakasih atas bantuanmu. Sekarang Shinta dimana?
JATAYU (DENGAN NYAWA
YANG MASIH TERSISA IA MENCOBA MEMBERITAHU RAMA) Rahwana membawanya ke Alengka,
Pangeran. (SESUDAH ITU, JATAYU MATI DI PANGKUAN LAKSMANA)
MUSIK
MENGHARUBIRU. PANGGUNG BERANGSUR GELAP.
Babak 5: Kematian
Rahwana
TAMAN ARGASOKA. DI SANA SUDAH ADA SHINTA BERSAMA TRIJATA.
KEMUDIAN BEBERAPA EMBAN.
SHINTA Indah
sekali Taman Argasoka ini, ya Trijata? Berapa lama membangunnya?
TRIJATA Wah, aku tidak
begitu tahu berapa lamanya. Tapi yang aku tahu, pembangunannya selalu berubah
terus. Dan berkembang. Tahu sendiri, Pakdhe itu kalau punya karep, harus
dilakukan. Ndak ada yang berani membantah.
SHINTA Aku merasa
nyaman di sini, dengan tempat yang indah seperti ini. Tidak ada bedanya dengan
keputren yang ada di kahyangan.
TRIJATA Iya, betul. Kamu
itu perempuan yang pinilih. Beruntung. Tidak semua orang mendapatkan kebaikan
hati dari Pak Dhe.
SHINTA Iya, aku tahu.
Tetapi…
TRIJATA Tetapi kenapa,
Shinta?
SHINTA Aku juga ndak
bisa begitu saja melupakan Kanda Rama. Dia pasti bingung, mencari-cari aku. Dia
pasti menderita karena kepergianku, Trijata.
TRIJATA Sudahlah. Tidak
ada salahnya mempergunakan hidup yang singkat ini untuk bersenang-senang
memanjakan diri sesekali. Iya to?
SHINTA Aku ndak bisa,
Trijata.
TRIJATA Kamu di sini juga
ndak disiksa. Pak Dhe sangat menyayangimu. Orang-orang di sini juga siap
melayani semua kebutuhanmu. Kamu tinggal bilang, dan sebentar kemudian akan ada
di hadapanmu. Aku sebenarnya agak heran, kenapa Pakdhe begitu menyayangimu.
SHINTA Menurutmu
kenapa, Trijata?
Memang
benar, aku tidak pernah mendapatkan hal buruk di sini. Prabu Rahwana
menghormatiku sebagai seorang perempuan. Tidak sedikit pun ia berani
colak-colek, brangasan, di depanku. Aku merasa terhormat apabila di depan Prabu
Rahwana. Entah kenapa…
TRIJATA Apakah ia pernah
mengatakan kepadamu, hal-hal rahasia?
SHINTA Hal-hal rahasia?
TRIJATA Iya. Seperti, apa
keinginan Pakdhe sebenarnya dengan menculikmu dari alas Dandaka? Atau, kenapa
Pakdhe memperlakukanmu dengan baik seperti itu.
SHINTA Endak iq….
TRIJATA Aneh ya….
Aku
juga tidak mengerti. Tiba-tiba Bapak menyuruhku untuk menemuimu, menemani kamu
di Argasoka ini. Katanya, itu perintah Pakdhe. Dan Pakdhe pesan, untuk melayani
kamu sebaik mungkin.
SHINTA Trijata, kamu
baik. Kamu sudah melayani aku di sini dengan sangat baik. Kamu bebas saja,
tidak usah merasa kaku seperti ini. Ah, kamu ini lo…
TRIJATA Iya…
SUKESI
MASUK.
TRIJATA Eyang Sukesi…
SUKESI Apa yang tengah
kalian bicarakan. Sepertinya koq serius sekali.
TRIJATA Ndak serius,
Eyang. Shinta ini lo, kangen sama Prabu Rama, katanya.
SUKESI Ehm…ya, Eyang
mengerti, nduk Shinta. Kalian itu sudah ditakdirkan menjadi pasangan cinta
sejati. Semua peristiwa dan yang dialami saat ini, tidak lain adalah jalan menuju
ke sana. Kuatkan hatimu, ya Nduk…
SHINTA Iya, Eyang.
Meskipun saya juga ndak mudheng apa yang Eyang maksudkan.
SUKESI Rahwana, adalah
jalan.
Dia
memisahkan kalian justru untuk mempersatukan. Rahwana sangat menyadari akan hal
itu.
SHINTA Jadi saya akan
dikembalikan kepada Kanda Rama pada akhirnya, Eyang?
SUKESI Tentu tidak
akan semudah kita bicara, Nduk. Namun Eyang mempercayai itu.
SHINTA Kapan Eyang?
SUKESI Eyang tidak
tahu. Sungguh, eyang tidak tahu. Eyang hanya percaya itu yang akan terjadi, sayangku.
TRIJATA Kenapa jalan itu
tidak mudah, Eyang? Pakdhe bisa membawa Shinta ke sini dengan mudah. Tentu
mudah pula untuk mengembalikan.
SUKESI Kalau kamu
berani, tanyakan sendiri kepada Pakdhe….
TRIJATA Ah, eyang ini.
Mana mungkin aku berani….
RAHWANA MASUK.
RAHWANA Sembah sungkem Kanjeng
Ibu.
SUKESI Iya, Ngger.
Kamu dari mana?
RAHWANA Rahwana pergi ke
perbatasan. Mencari informasi, siapa tahu ada sisik melik yang berguna. Setelah
Rahwana membawa pulang Shinta, rasanya ada yang tidak beres di perbatasan.
Hampir setiap hari ada prajuritku yang mati.
Rahwana khawatir akan ada
apa-apa dengan Shinta, makanya langsung ke Argasoka.
SHINTA Saya
baik-baik saja di sini, Prabu.
RAHWANA Syukurlah.
Aku senang mendengarnya.
Puluhan
tahun aku memimpikan peristiwa ini, Shinta. Rahwana bisa membahagiakan Shinta.
Hiduplah di sini, dan merasa bebaslah. Argasoka milikmu, Alengka adalah
negaramu.
SHINTA Iya. Tetapi aku
ingin bertemu dengan Kanda Rama. Apakah juga diperbolehkan? Aku kasihan, dia
akan menderita tanpa ada aku di dekatnya.
RAHWANA Shinta, tentu. Tentu
boleh. Tapi mohon mengertilah, jangan
dalam waktu dekat ini, ya?
SHINTA Kenapa?
RAHWANA Ijinkan Rahwana melunaskan
hutang sepanjang hidup yang tidak mungkin terlunaskan, Shinta.
SHINTA Prabu sudah memberikan
yang terbaik buatku. Tidak menyakiti, tidak melukai, memberi yang aku
butuhkan…itu semua terbaik yang pernah aku terima, Prabu.
RAHWANA Oh, Shinta…
SUKESI Trijata,
sebaiknya kita beres-beres ruang makan untuk nanti malam. Yuk…
TRIJATA (MENGANGGUK)
Baik, Eyang…
MEREKA
BERDUA PERGI.
RAHWANA Sepanjang hidup Rahwana
melewatinya dengan keras. Dengan perjuangan yang seringkali mematikan. Rahwana
selalu menghadapinya dengan gagah. Rahwana sakit hati kalau masih ada yang
berani melawanku.
Rahwana
memang angkuh. Sombong. Egois. Dan terlebih Rahwana tidak mampu menghadirkan
kebahagiaan di tengah keluarga.
Ayahku
tewas dibunuh Danaraja, di depan mataku sendiri. Dan aku tidak bisa berbuat
apa-apa. Aku menuntut keadilan dan menggugat kahyangan, tetapi mereka dengan
licik justru mempermainkanku seperti anak kecil. Dewi Tari yang kusayangi,
harus mati di depan mataku sendiri. Pun aku tidak mampu berbuat apa-apa.
Shinta,
kamu lihatlah Rahwana saat ini, tak ubahnya sosok lemah tidak berdaya.
Orang-orang
yang kucintai, satu demi satu mati di depan mataku. Dan para dewa tertawa
karena aku tidak bisa berbuat apa-apa. Mengapa cinta, selalu harus membuat
Rahwana terluka?
SHINTA Prabu Rahwana,
mohon maaf. Menurut Shinta, Prabu adalah sosok pengayom, bagi orang-orang tercinta.
Juga bagi seluruh rakyat Alengka. Prabu orang yang luar biasa, menurut Shinta.
Prabu
menyelamatkan Alengka dari segala ancaman. Prabu menjunjung tinggi dan
menghormati Eyang Sukesi, sebagai ibu di tempat yang paling terhormat di hati
Prabu.
RAHWANA Tidak, Shinta. Semua
itu tidak ada artinya sama sekali, ketika Rahwana justru menelantarkan buah
hati tercintanya puluhan tahun lamanya. Saking gobloknya Rahwana. Saking
gendhengnya aku!!
SHINTA Prabu….
RAHWANA Aku mencium darah Widawati
di dalam dirimu, Shinta.
Sebentar.
Tapi aku juga tidak mau melihat lagi orang-orang yang kucintai meninggalkanku,
atau tewas di depan mataku sendiri.
(TIBA-TIBA SEPERTI TERINGAT
SESUATU YANG MENGKHAWATIRKAN ) Bisa jadi dengan kuboyong Shinta, justru menjadi
jalan bagi sedulur-sedulurku menjemput ajal. Oh…jagat! Edian! Sarpakenaka!
Kumbakarna! Indrajit!!
RAHWANA LANGSUNG BERLARI KELUAR.
BEBERAPA SAAT SETELAH RAHWANA KELUAR, MASUKLAH HANOMAN.
SHINTA Hei,
siapa kamu?
HANOMAN Mohon maaf, saya utusan
Prabu Rama. Saya Hanoman. Saya datang dengan sembunyi-sembunyi, diutus Prabu
Rama untuk mencari tahu keberadaan Dewi Shinta.
SHINTA Kanda Prabu
Rama? Dimana dia sekarang?
HANOMAN Prabu Rama dan Laksmana,
bersama pasukan saya, ada di hutan dekat perbatan, Dewi.
SHINTA Baiklah,
Hanoman. Katakan kepada Kanda Prabu Rama, aku baik-baik saja.
HANOMAN Baik, Dewi. Saya akan
segera mengabarkan ini kepada Prabu Rama.
TIBA-TIBA DATANG ROMBONGAN RAHWANA, KUMBAKARNA, SARPAKENAKA,
INDRAJIT DAN PARA PRAJURIT LAINNYA.
RAHWANA Hei,
maling! Sopo kowe! Blusukan ke taman argasoka tanpa ijin, karepmu opo?!
HANOMAN Tidak
akan aku pungkiri, aku Hanoman, utusan Prabu Rama.
RAHWANA Oh, utusan edan!
Sarpakenaka, hadapi Hanoman. Kalau bertekuklutut, bawa kepadaku. Kalau tidak
mau menyerah, bunuh saja!!
SARPAKENAKA LANGSUNG MAJU MENGHADAPI HANOMAN. DAN BERANGSUR
PERTEMPURAN KELUAR. SEMENTARA DI PANGGUNG, RAHWANA MASIH TERLIHAT BERSAMA
KUMBAKARKA DAN ANAK-ANAKNYA, JUGA PARA PRAJURIT.
KUMBAKARNA Kang, mbok sudah, Mbakyu Shinta
dikembalikan saja ke Prabu Rama. Arep nggo opo to ngepek Mbakyu Shinta? Kurang
opo Mbakyu Dewi Tari buatmu?
RAHWANA Ngepek Shinta raimu!
Kowe ra ngerti opo-opo, Di! Nek kowe emoh mbantu aku, pulang sana ke
Pangleburgangsa! Asem!! Iki Alengka diserang musuh, malah ceramah!
KUMBAKARNA Ya, Kang. Aku pancen bodo! Aku
gelem melu perang, tapi bukan membelamu. Aku membela negaraku, Alengka!
RAHWANA Mangkat!!
Jit!
Indrajit! Kamu membawa pasukan utama, berjaga di depan alun-alun. Hadapi
mereka, jangan sampai masuk istana. Apalagi merangsek taman Argasoka. Awas nek
sampai mereka bisa membawa Shinta, kowe sing takjur!!
INDRAJIT Sendhika!
RAHWANA Mangkat saiki! Bubar!
Bubar kabeh!!
SEMUA BUBAR. PANGGUNG GEMURUH PERTEMPURAN. PASUKAN ALENGKA
MELAWAN PASUKAN KERA PIMPINAN HANOMAN.
HANOMAN SENDIRI MASIH BERGELUT DENGAN SARPAKENAKA. DAN KUMBAKARNA
PASUKAN-PASUKAN KERA YANG SEMAKIN MERAJALELA MENGHANCURKAN ALENGKA.
DI LAYAR BELAKANG MERAH MEMBARA. SEPERTI MERAH API YANG
MEMBAKAR NEGARA ALENGKA. ORANG-ORANG YANG BERPERANG DIPANGGUNG TERLIHAT SEPERTI
SILUET HITAM. TERIAKAN, JERITAN, TANGIS, SUARA TERTAWA, SEMUA BERCAMPUR DENGAN
DENTING PEDANG, LESATAN PANAH.
HINGGA PADA SUATU KETIKA, PANGGUNG BERANGSUR TERANG.
SARPAKENAKA YANG TENGAH MENGHADAPI HANOMAN, AKHIRNYA KALAH. KEPALANYA PECAH DAN
DARAHNYA YANG MUNCRAT KEMANA-MANA. ORANG, BINATANG DAN TANAMAN YANG KENA
DARAHNYA YANG HITAM, LANGSUNG MATI.
RAHWANA MELIHAT HAL ITU, LANGSUNG MENGHAMPIRI SARPAKENAKA.
HANOMAN LANGSUNG BERSIJINGKAT PERGI MELIHAT KEDATANGAN RAHWANA.
RAHWANA Sarpakenaka!
Adikku! Sarpakenaka!!
RAHWANA BERTERIAK-TERIAK, NGAMUK. MENGUTUKI HANOMAN DAN
PRABU RAMA. LALU IA BERSEGERA BERLARI KE ARAH LARINYA HANOMAN.
SEMENTARA DI PANGGUNG ATAS, PRABU RAMA TENGAH MEMBIDIKKAN
PANAHNYA. DI PANGGUNG BAWAH, BEGITU RAHWANA KELUAR LANGSUNG TERLIHAT
KUMBAKARNA. MAKA KETIKA KUMBAKARNA TERLIHAT, PRABU RAMA LANGSUNG MENGHEMPASKAN
PANAH GUNAWIJAYA, PANAH PUSAKA MILIKNYA. TEPAT MENGENAI PERUT KUMBAKARNA.
BELUM TUMBANG JUGA, RAMA KEMBALI MELESATKAN SATU ANAK PANAH
LAGI DAN MENGENAI LEHERNYA. KUMBAKARNA GUGUR.
RAHWANA BERLARI KEMBALI MASUK, DAN MEMANGKU TUBUH
KUMBAKARNA.
RAHWANA Adikku,
Kumbakarna, jangan tinggalkan aku. Jangan mati, Kumbakarna! Jangan!
RAHWANA MENANGIS KERAS. TERLIHAT DIA SANGAT MARAH.
LALU PANGGUNG BERANGSUR TEMARAM DAN GELAP.
TAMAN ARGASOKA. DI SANA SUDAH ADA SUKESI, SHINTA, TRIJATA
DAN BEBERAPA EMBAN. LALU MASUKLAH RAHWANA. RAHWANA BERJALAN SEMPOYONGAN,
BERSIMPUH DI DEPAN SUKESI, IBUNYA.
RAHWANA Kanjeng Ibu, Rahwana
minta maaf. Semua sudah hancur, Ibu. Rahwana tidak bisa menyelamatkan Alengka
lagi.
SUKESI Ya, Ngger.
Tidak apa-apa. aku mengerti kamu sudah memperjuangkan dengan sekuat tenaga, apa
yang menjadi keyakinan dan kebenaranmu.
RAHWANA Sarpakenaka gugur di
medan laga. Kumbakarna juga telah menyusul, Ibu. Rahwana sekarang tidak ada
apa-apanya lagi. Rahwana merasa bersalah, Rahwana minta maaf, Ibu. Rahwana
tidak bisa menyelamatkan adik-adik.
SUKESI Ngger, semua
adik-adikmu tidak pernah membencimu. Sebagaimana kamu pun tidak pernah membenci
adik-adikmu. Ibu tahu itu. Kalian hidup dengan saling menyayangi.
RAHWANA Tetapi di menit-menit
terakhir, semua menentangku, Ibu. Mereka membela kebenarannya sendiri.
SUKESI Tidak, Ngger.
Wibisana
adalah akal dari keberanianmu. Kumbakarna adalah perasaan dari kekuatanmu.
Sarpakenaka adalah jiwa dari keliaranmu.
Semua
melengkapi keberadaan dirimu, Ngger.
RAHWANA Ibu…
SUKESI Sekarang
bersiaplah. Hadapi mereka semua, dan selamatkan Alengka, meskipun harus gugur
di medan laga. Ibu merestuimu.
RAHWANA Ibu…
Satu-satunya
yang aku inginkan saat ini adalah nggulawenthah Shinta. Dia darah dagingku, dan
aku telah menelantarkannya. Rahwana ingin membahagiakannya. Betapapun berat
perjuangannya, Rahwana akan hadapi. Asal Shinta bahagia. Dan Shinta tahu,
ayahnya adalah orang yang berjuang demi dirinya.
SUKESI Shinta akan
selalu bersama Ibu.
WIBISANA
TIBA-TIBA MASUK. LANGSUNG BERSIMPUH DI KAKI SUKESI.
WIBISANA Maafkan saya, Ibu.
Kang,
Prabu Rama sudah di gerbang istana, menunggumu. Mumpung masih ada kesempatan,
segeralah kamu menyelamatkan diri, Kang.
RAHWANA Aku bukan pengkhianat
sepertimu, dengan membela Rama. Akan kuhadapi Rama. (LANGSUNG KELUAR)
SUKESI (MENDEKAT
WIBISANA. LALU IA MENAMPAR WAJAH WIBISANA. KEMUDIAN LANGSUNG PERGI.)
RAHWANA
PERGI KELUAR. PANGGUNG KEMUDIAN BERANGSUR GELAP.
PANGGUNG BERUBAH TERANG DAN MEMPERLIHATKAN RAHWANA SUDAH
BERADA DI TENGAH-TENGAH. SEMENTARA PRABU RAMA DAN LAKSMANA ADA DI PANGGUNG
ATAS, DI BAWAH, RAHWANA DALAM POSISI SUDAH DIKEPUNG PASUKAN HANOMAN.
TANPA BASA-BASI LAGI, PRABU RAMA BERISAP MEMBIDIKKAN PANAH
GUNAWIJAYA-NYA.
-TAMAT-