10/06/12

Dandangan, Tradisi Khas Kudus

Apa yang kita kenal dari Kudus, pastilah sebagian besar dari kita sudah mengetahuinya. Dari dunia kuliner ada Soto Kudus, Lentog Tanjung, Jenang Kudus untuk menyebut beberapa saja, karena masih banyak lagi. Untuk tempat-tempat religius, kita mengenal Masjid dan Menara Kudus, peziarahan Sunan Muria, selain itu ada beberapa tempat wisata alam Air Terjun Montel di Colo, ada Puncak Songolikur yaitu puncak tertinggi pegunungan Muria, Air Tiga Rasa, lalu di dalam kota ada Museum Kretek yang mengajak kita memasuki sejarah kretek. Tumbuh dan tetap dilestarikan juga kesenian-kesenian tradisi Kudus hingga hari ini, seperti: Terbang Papat, kesenian Barongan, dan masih banyak lagi bahkan hampir di setiap desa di Kudus memiliki kesenian tradisi, terlebih yang erat hubungannya dengan tradisi religius.

Membicarakan apa saja seni tradisi religius yang ada di Kudus, kali ini WKD mengungkap sedikit mengenai tradisi “Dandangan”. Mengapa? Karena tidak lama lagi kota ini akan kembali menggelar tradisi tersebut, yakni pada setiap menjelang Bulan Ramdhan.

***

Bila melihat ke belakang, setiap menyambut menyambut 1 Ramadhan, di Kudus selalu digelar Dandangan, sebuah tradisi yang berasal dari masa Kanjeng Sunan Kudus. Sejatinya, dandangan adalah peristiwa pengumuman tentang awal bulan Ramadlan oleh Sunan Kudus yang ditandai dengan pemukulan bedhug yang berbunyi "dhang...dhang...dhang".

Dandangan pertama kali digelar pada tahun 1459 Hijriah, atau sekitar tahun 454-an. Masyarakat Kudus berkumpul di depan Menara Masjid Al Aqsha yang kini populer dengan sebutan Masjid Menara Kudus, menunggu pengumuman awal puasa Ramadhan dari Syeikh Dja'far Sodiq atau Sunan Kudus. Setelah keputusan awal puasa itu disampaikan oleh Kanjeng Sunan Kudus, maka dipukullah bedug di Masjid Menara Kudus, "dang-dang-dang" begitu bunyinya. Dari suara bedug itulah, istilah “dandangan” lahir.

Masyarakat dari berbagai daerah menunggu pengumuman awal Ramadhan dari Kanjeng Sunan Kudus, dikarenakan beliau adalah salah seorang wali sanga yang pernah menjabat sebagai imam kelima (terakhir) masjid Demak pada akhir masa pemerintahan Sultan Trenggana dan pada awal masa Sunan Prawata.

Mahesa Agni, seorang peneliti pada Central Riset Manajemen Informasi (Cermin) mengatakan bahwa dalam kedudukannya sebagai imam masjid, tentu saja Sunan Kudus dikenal sangat alim dalam ilmu agama, terutama fiqih dan falak. Lebih dari itu, untuk memperkaya kegiatan agar lebih dari sekedar kirab, perlu juga dipikirkan kedalaman substansinya. Di antaranya betapa pentingnya momentum 1 Ramadan bagi Kudus. Untuk menyegarkan ingatan, bahwa penentuan hari jadi Kudus adalah menggunakan patokan peristiwa 1 Ramadan, di mana di dalamnya terdapat tradisi Dandangan," paparnya.


Pekan Dandangan yang digelar di sekitar kawasan Menara menjelang bulan puasa diharapkan dapat menjadi momentum bagi semua pihak khususnya pemerhati sejarah dan kebudayaan Kota Kretek, untuk merefleksi sisi kultural dan religi peninggalan Sunan Kudus. Menurut Mahesa Agni, momentum Dandangan akan sangat berarti jika mampu menghasilkan penelusuran sejarah dan nilai budaya peninggalan Kanjeng Sunan Kudus yang belum tergali.

Bukan hanya penggalian yang lebih mendalam mengenai sejarah, namun juga nilai-nilai mulia, seperti bagaimana merefleksikan gaung tipologi wong Kudus yang masyhur dengan “Gus Jigang” (Bagus budi pekertinya, tekun mengaji, dan ulet berdagang - red), serta mempublikasikan kekayaan warisan budaya Kudus, misalnya mengeksplorasi artefak di sekitar Menara yang belum semuanya terbaca beserta maknanya.

Oleh karena itu, pelaksanaan tradisi Dandangan yang menjadi acara tahunan jelang Ramadhan di Kabupaten Kudus biasanya akan semakin meriah dibanding dengan tahun sebelumnya. Pasalnya, di samping acara penyambutan pelaksanaan bulan puasa yang telah masuk dalam kalender event wisata nasional itu, tidak hanya pasar malam dan tabuh bedug. Juga dilengkapi dengan kegiatan kirab budaya, visualisasi sejarah dandangan, atraksi-atraksi seni yang bertema sejarah Walisongo dan serta kiprah Sunan Kudus dalam menyambut bulan Ramadhan dan memimpin Kudus.

***

Pelaksanaan gelar seni tradisi Dandangan, membawa manfaat yang besar dan iklim religius yang kental bagi masyarakat, terutama spirit yang tinggi menyambut datangnya Ramadhan. Para santri tidak hanya berasal dari Kota Kudus, tetapi juga dari daerah sekitarnya, seperti Kendal, Semarang, Demak, Pati, Jepara, Rembang, bahkan sampai Tuban, Jawa Timur.

Pada sisi lain, Dandangan juga membawa berkah bagi bangkitnya perekonomian, terutama kelas menengah – bawah. Selama pekan Dandangan, di sepanjang jalan Sunan Kudus, juga menjadi pusat niaga berbagai hasil karya kerajinan lokal, seperti kerajinan gerabah hingga berbagai jenis permainan anak-anak tempo dulu.

Karena banyaknya orang berkumpul, tradisi dandangan kemudian tidak sekadar mendengarkan informasi resmi dari Masjid Menara, tetapi juga dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan di lokasi itu. Bahkan meluas, para pedagang itu tidak hanya berasal dari Kudus, tetapi juga dari berbagai daerah sekitar Kudus, bahkan dari Jawa Barat dan Jawa Timur. Mereka biasanya berjualan mulai dua minggu sebelum puasa hingga malam hari menjelang puasa.

Kehadiran para penjual tersebut, ternyata tidak hanya sekedar mencari rupiah semata. Dalam satu kesempatan perbincangan, mereka juga mengatakan bahwa di situ mereka juga mengharap berkah. Katakanlah misalnya dagangannya tidak laku, ia percaya, setelah berdagang di Dandangan menjadi lebih laku. Ini soal kepercayaan masing-masing, tetapi nilai yang tersirat adalah betapa masyarakat memiliki harapan dan semangat baru, menghadapi kenyataan kehidupan esok hari dengan lebih baik. Seperti harapan dan semangat saat menyambut Ramadhan dengan penuh suka cita.

Tak lama lagi bedug bertalu “dang....dang....dang....” Marhabban Ya Ramdhan!

-aj-
Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA

  SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA Kau terlebih dulu ada Sebagai saudara tua yang setia Kau terlebih dulu berada di sini Siang malam diam-diam ...