Acara yang digelar setahun sekali ini, tepatnya pada malam Rabu terakhir di Bulan Sapar (Tahun Hijriyah) dipercaya oleh sebagian masyarakat sebagai ritual 'tolak bala', yakni ritual yang bertujuan menghindarkan diri dari petaka yang akan menimpa, seperti yang dilakukan oleh masyarakat Jepang, di Kecamatan Mejobo, Kudus.
Aroma mistis dan sakral acara tersebut bertambah kental, karena pelaksanaannya digelar di sebuah masjid peninggalan para wali yang dikeramatkan. Masjid ini juga sudah termasuk sebagai bangunan cagar budaya dan eksistensinya dilindungi undang-undang.
Ritual Rebo Wekasan memang hanya bermuatan lokal. Namun sudah dua periode ini semakin melaus dan semarak. Panitia yang pada awalnya hanya terdiri dari kalangan pengurus masjid, kini sudah mulai ada keterlibatan dari pihak pemerintah, terutama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus.
Semaraknya acara tersebut sudah bisa kita rasakan sejak H-5, diawali dengan ziarah kubur para wali, kemudian disusul beragam acara, seperti: bazaar, pentas seni, pengajian dan akhirnya ditutup dengan gelar kirab budaya. Rombongan kirab budaya bergerak mengelilingi desa dengan jarak tempuh sekitar 5 km, dimulai dan berakhir di halaman masjid wali Al Makmur.
Peserta kirab sudah tertata rapi, dengan pakaian tertentu yang mencerminkan semua elemen masyarakat. Mulai dari pengusaha, buruh, pelajar dan juga komunitas-komunitas masyarakat yang ada, seperti: karangtaruna, paguyuban petani dan perwakilan-perwakilan masjid dan mushala seantero Desa Jepang.
Sebagai acara puncak, selepas Maghrib, mulai terdengar gemuruh warga yang bernondong-bondong mendatangi masjid wali untuk mendapatkan berkah 'Air Salamun', air keselamatan. Inti acara tersebut adalah pembagian Air Salamun. Air tersebut diambil dari sumur wali yang merupakan sumur peninggalan para wali. Setelah sebelumnya dibumbui bacaan doa-doa oleh para kyai dan para santri, dilengkapi dengan pembacaan ayat suci Al Qur'an sampai khatam 30 juz.
Kearifan lokal seperti halnya melestarikan tradisi, ziarah wali dan penghargaan terhadap air, patutlah kita tumbuhkembangkan agar tercapai keseimbangan hidup: manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam.
-Sutrimo Astrada, pekerja seni di Njawa Teater- di Head-Quarter of Njawa Teater.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar