10/12/09

Fragmentasi Ikan

Matahari sudah mulai condong. Di langitNya.
Sekali lagi ia bertanya, “dimanakah Engkau, Tuhan?
Jika benar benar ada, tampakkan diriMu.”

“Aku melihat kuncup bunga bermekaran.
Kumbang dan kekupu menghampiri, bercengkerama.
Lalu sore hari satu persatu mahkotanya rontok. Mati.
Aku juga melihat burung burung berpasangan.
Seminggu kemudian mereka membuat sarang.
Dan di suatu pagi, aku mendengar cericit anak anaknya.
Minta susu, minta mainan dan sebentar lagi juga
mereka minta diajarkan bagaimana terbang
bagaimana meninggalkan kampung halaman.”

Matahari makin condong, sekali lagi ia berteriak:
“Dimanakah Engkau, Tuhan?!
Apabila benar-benar ada, maka tampakkan dirimu!”

“Aku pergi ke pantai mencariMu.
Ombak menggempur karang tetapi karang tak peduli.
Camar melayang di atas gelombang tetapi laut tak memberi.
Dan aku melihat nasibku sendiri;
seperti ikan kecil yang hamper mati di atas pasir.

Ah, diakah Tuhan?!
Ia seperti anak kecil?!
Barangkali benar juga.
Lalu aku dipungutnya.
Ia masukkan aku ke dalam tas plastiknya.

Semula aku memang benar benar berharap.
Tetapi sungguh, tak aku kira.
Ia menggorengku hingga derajat ke-102.
Lalu pada jam makan aku disantapnya.
Oii, fantastic!!
Aku mengalami keajaiban?!

Di perut anak kecil ini aku masih hidup.
Look, I can swim in here.
Dan lihat, sungguh mengasyikkan perut anak kecil ini.
Ada televisi! Aku bisa nonton televisi?!
Oh, anak ini rupanya menelan televisi pula.

Okkey, sementara bolehlah aku lupakan Tuhan.
karena sekarang aku ingin nonton film India.
Atau kungfu Mandarin.
Yang pasti gadis gadisnya cantik cantik.
Ah, tapi lebih baik nonton film yang sedikit porno.
Bolehlah untuk sesekali.
Lagipula sudah beberaoa kali aku tidak onani.

Matahari hampir tenggelam. Ia masih juga berteriak:
“Dimanakah Tuhan! Jika benar ada, tampakkan diriMu!!

Ah, jelek sekali!!
Rupanya aku mencium bau tahi di sini.
Oh, itu dia!
Lagi menggeliat geliat seperti hendak mencari pintu.
Berentetan seperti kereta api di dalam terowongan.
Menjijikan! Verry verry menjijikan!!
Aku hamper tak kuat lagi.

Ah, sialan!!
Siapa yang usil?!
Rupanya ada yang iseng tarik tarik nyawaku!
Hei! Siapa tarik tarik nyawaju?!
Aku tak mau turun di kakus, you know?!

Hei! Siapa tarik tarik nyawaku?!
Siapa tarik tarik nyawaku!!
Siapa tarik tarik nyawaku


Jogja, 2004

Tidak ada komentar:

SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA

  SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA Kau terlebih dulu ada Sebagai saudara tua yang setia Kau terlebih dulu berada di sini Siang malam diam-diam ...