09/12/11

40 Tahun Teater Mandiri Pentaskan “Aduh”

Auditorium Universitas Muria Kudus telah berjubel penonton. Tidak kurang dari 500-an penikmat teater dari Kudus dan sekitarnya menjadi saksi atas aksi Teater Mandiri yang tahun ini menembus usis ke-40. Tampil hampir sepanjang 2 jam, Teater Mandiri memuaskan kerinduan penonton.

Teater Mandiri kembali mempersembahkan pergelaran berkelas dengan menghadirkan lakon “Aduh”. Setelah pada 15-16 Juli 2011 mereka mementaskan lakon tersebut di Graha Bhakti – Taman Ismail Marzuki Jakarta, pada 05 November 2011 Djarum Foundation Bakti Budaya mengusung Teater Mandiri ke Kudus.

Mengangkat lakon Ah, Teater Djarum menjadi tuan rumah pergelaran Aduh Teater Mandiri di Kudus sekaligus tampil sebagai pembuka. Penampilan Teater Djarum didukung oleh sekitar 15 pemain, di bawah arahan sutradara Eko Kodok, sementara konsep naskah disusun oleh Jumari HS. Tampilan berdurasi 10 menit Teater Djarum memikat penonton yang sudah mulai memenuhi auditorium Universitas Muria Kudus, dengan konsep panggung teater arena.


40 Tahun Teater Mandiri
Putu Wijaya, selain juga sebagai penulis naskah dan sutaradara Teater Mandiri, pada kesempatan kehadirannya di Kudus sekaligus menghadirkan pementasan monolog berjudul Sejarah kemudian mengakhiri seluruh pergelaran malam itu dengan monolog berjudul Bom. Limabelas awak Teater Mandiri yang rata-rata telah berumur, terlihat masih sigap dan cekatan memainkan Aduh, lakon pertama yang mereka mainkan pada tahun 1973 lalu.

Anggota Teater Mandiri yang pada awalnya adalah karyawan TEMPO dan TIM pada tahun 1971 tersebut, antara lain: Yanto Kribo, Alung Seroja, Ucok Hutagaol, Wendy Nasution, Gandung Bondowoso, Buddy Setiawan, Fien Herman, Cak Winarso, Chandra, Bung Kardi, Bei Alias, Bambang Ismantoro, Agung Anom Wibisono, Sulasmoro, Eno Bening Suara, Fahmi Alatas, Taksu Wijaya, Dewi Pramunawati.


Semangat Teater Mandiri
Semangat kreatif Teater Mandiri yang telah puluhan tahun hidup dan menghidupi teater modern Indonesia telah menginspirasi banyak kelompok-kelompok teater. Keterbatasan, kemiskinan, ketakberdayaan, mereka terima sebagai sebuah kenyataan dan modal kerja. Dengan mulai menerima apa adanya itu, tak pernah merasa dibatasi oleh apapun. Langkah selanjutnya adalah mengerahkan daya kreatif untuk mengoptimalkan apa yang ada, agar mencapai apa yang diinginkan. Pengalaman kerja ini kemudian mengantar mereka kepada konsep kerja Bertolak dari yang Ada yang sampai usia ke-40 ini tetap menjadi senjata mereka untuk melawan apa saja yang menghalangi, menjegal dan mencoba memasung langkah-langkah kreatif.

Menjalani proses kreatif, menurut teater Mandiri, mengandaikan sebagai hantu yang tak terlihat, karenanya juga mungkin tidak akan bisa menikmati kemuliaan yang disediakan industri kesenian, tetapi sebagai bonusnya mereka tak pernah dibatasi oleh apapun. Dalam keadaan tak terlihat, tak ada yang tak bisa kami lakukan. Di situ kemiskinan menjadi indah.

Teater Mandiri menciptakan apa yang mereka sebut sebagai Teror Mental. Sebuah kebangkitan di dalam batin, untuk keluar dan mempertimbangkan sekali lagi apa yang sudah menjadi kesimpulan. Bukan untuk mengkhianati keputusan, tetapi untuk kembali mempertanyakan setiap titik, setiap detik, sehingga proses kelahiran terus terjadi secara berkesinambungan, agar jiwa-jiwa senantiasa segar, baru dan tak menyalahi keseimbangan/harmoni. Kearifan lokal menyebut inti kebijakan ini sebagai desa-kala-patra (tempat-waktu-keadaan).

Semoga bermanfaat.***


-------------------------------------------------------------------
Asa Jatmiko, penggagas acara dan penikmat teater

Tidak ada komentar:

SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA

  SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA Kau terlebih dulu ada Sebagai saudara tua yang setia Kau terlebih dulu berada di sini Siang malam diam-diam ...