09/12/11

Asah Pena Jurnalis WKD

----------------------------------------------------
Pengantar: Pada sebuah penerbangan dari Semarang ke Jakarta untuk mengikuti pelatihan jurnalistik koresponden WKD (Warta Keluarga Djarum), sambil menunggu boarding, sebagaimana para penumpang lain yang sibuk membaca, seolah saya terpanggil juga untuk ikut sibuk membaca. Akhirnya saya ambil saja satu majalah yang terselip di belakang kursi penumpang di depan saya. Sebuah media internal milik sebuah BUMN. Media tersebut tersaji dalam dwi bahasa, Indonesia – Inggris. Keren. Tutur bahasa tulisnya baik, penataan foto dan gambar-gambar ilustrasinya menarik. Dan ketika saya membaca Bali pada salah satu halamannya, saya lupa sedang terbang di atas Pulau Jawa.
----------------------------------------------------


Bertempat di Summer Hills, Bandung, para jurnalis WKD yang selama ini aktif dan konsisten menjadi koresponden WKD dari seluruh site Djarum di Indonesia, berkumpul untuk pelatihan jurnalistik, 9 – 11 November 2011. Inilah pertemuan pertama semenjak lahirnya WKD 9 tahun ini, setelah melihat bagaimana meniscayakan WKD sebagai media komunikasi internal keluarga Djarum yang lebih baik dan lebih menarik ke depan.

Rudijanto Gunawan selaku pemimpin redaksi menuliskan tagline pada saat pembukaan acara “Pelatihan Jurnalistik Pertama WKD”. Pelatihan ini, harapan Rudijanto Gunawan dalam sambutannya di depan 27 peserta, akan menambah kemampuan jurnalis kita di WKD. Kata “pertama” yang dimaksudkan adalah konsistensi kita semua untuk terus mengembangkan WKD ini, berikutnya dan terus-menerus. Dari selorohan Warta Karepe Dhewe menjadi Warta keluarga Djarum yang benar-benar lebih baik. Syukur-syukur menjadi Warta Keluarga Dunia, ujarnya disambut tepuk tangan antusias peserta pelatihan. Itulah sekelumit perwujudan semangat untuk memajukan media kita tercinta.

Ruang Konferensi di Summer Hills Hotel pada malam pertama sungguh telah menampakkan gairahnya, ketika pelatihan sesi pertama dimulai. Tampil sebagai narasumber adalah Rudy Novriyanto, seorang wartawan senior Majalah TEMPO. Ia memaparkan bagaimana sebuah media internal bisa dibangun dan dikembangkan secara maksimal.

Bertolak dari pengalamannya di TEMPO, Rudy Novriyanto banyak menjelaskan tentang bagaimana sistem keredaksian disusun, peranan dan fungsi dewan redaksi, reporter hingga tahap yang paling krusial dan menentukan, yakni ketika redaksi mulai membuat perencanaan materi sampai pilihan-pilihan rubrikasi yang sesuai dengan potensi yang dimiliki keluarga Djarum.
Rekan-rekan yang datang dari penjuru Indonesia, secara antusias dan menggebu merespon setiap sesi diskusi. Bahkan, acapkali pertanyaan yang diajukan oleh peserta meluas dari topik pembicaraan, seperti soal teknik menulis dan ragam gaya penyajian berita, misalnya. Padahal sesi mengenai hal itu baru akan digelar besoknya.

Sekali lagi, peran serta aktif seluruh peserta telah membuktikan, bahwa memang ada kerinduan yang kuat untuk segera memperbaiki WKD. Baik dari tampilan, lay-out hingga kualitas penyampaian berita sehingga di tangan pembaca WKD juga akan menjadi media yang dinantikan kehadirannya. Tidak hanya sekedar hadir, sesaat dibaca kemudian ditinggalkan tergeletak di atas meja atau rak buku. WKD bisa menjadi sebuah media yang berisi jalinan komunikasi yang indah, informatif sekaligus manusiawi. Layaknya kita menantikan kedatangan suami atau istri kita setiap sore sehabis bekerja, dinantikan karena kehangatan dan keakrabannya, untuk kemudian bersama-sama membicarakan berbagai hal - merangkai masa depan lebih baik.


Ayo Menulis!

Semakin lengkaplah pelatihan jurnalistik koresponden WKD, dengan dihadirkannya Sigit Rahardjo, seorang wartawan Tabloid KONTAN dari Gramedia Group, sebagai narasumber pada keesokan harinya. Sigit Rahardjo banyak menguraikan lebih banyak mengenai teknik menulis, bagaimana memulai, mengusir ‘hantu-hantu’ yang membelenggu pikiran saat sedang menulis hingga ragam gaya penulisan dan praktek reportase kemudian menyajikannya ke dalam sebuah tulisan liputan.
Siapkan alat tulis apa saja, kertas, mesin tik, komputer, laptop atau tablet, dan jangan tunggu apa-apa lagi. Jangan berpikir terlalu lama ketika hendak menulis. Terlalu lama berpikir hanya akan memberi kesempatan pada Tuan Penyensor di dalam diri kita untuk menghakimi keinginan menulis.

Tak satu pun dari kita yang tidak bisa menulis, kata Sigit Rahardjo. Oleh karena itu, siapapun yang bisa menulis sebenarnya bisa menjadi seorang penulis. Menulis apa saja, mulai dari menulis surat, sms bahkan sekedar menulis pesan di secarik kertas. Mari kita buktikan, ajaknya. Lalu Sigit Rahardjo memberi tugas ringan untuk seluruh peserta, setiap peserta membuat sms ajakan makan malam kepada rekan di sebelah kirinya, dan kirimkan. Semua peserta melakukannya, karena menulis sms memang sudah menjadi kebutuhan dan kebiasaan kita semua selama ini. “Gampang, kan? Ternyata semua memang bisa menulis,” tegasnya.

Lebih dalam Sigit menjelaskan bagaimana teknik menulis yang baik dan enak dibaca. Susunan kalimat yang idealnya memenuhi unsur SPOK (Subyek – Predikat – Obyek – Keterangan), kecermatan penulisan kata dan kalimat dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Serta bagaimana sebuah berita dibangun dan dituangkan secara lengkap dengan memiliki unsur-unsur Apa – Siapa – Kapan – Dimana – Mengapa – Bagaimana atau lebih dikenal sebagai 5W + 1H.


WKD dan Pelatihan Jurnalistik

Pelatihan jurnalistik untuk para koresponden WKD ini diikuti oleh 27 peserta yang berasal dari Kantor HQ Jakarta (Andrianto Wibowo Nuswanto, Budi Erianto, Dhanny Winata Hoeniarto, Fredric Wijaya dan Vivi), Kudus (Soejatno, Endar Mardian Utama, Muh. Sholihin, Jumari HS dan Asa Jatmiko), DSO Pekanbaru (Singgih Wahyu Dewantoro), DSO Tangerang (Wawan Dwi Santosa), DSO Subang (Erick Riyanto), DSO Cirebon (Fransiskus Adityas), DSO Bandung Kabupaten (Rickardo Siagian), DSO Tasikmalaya (Willy Andriansyah), RSO Bandung (Yudhi Artanto dan Bambang Laksana), DSO Banjar (Yudi Syarif), DSO Purwokerto (Andrejas Barkah Sanjoto), DSO Tegal (Fahmi B. Kurniawan), RSO Semarang (Antonius Yudo Prihartono), DSO Jogjakarta (Haris Fujiari), DSO Malang (Eko Sulistiyo), DSO Palu (Pratiwindya Dewangga Putra), DSO Denpasar (I Putu Parnata), dan dari RSO Surabaya (Martan Arlianto).

Seakan menjawab apa yang selama ini dirindukan oleh semua peserta yang selama ini aktif mengisi lembaran WKD, bahwa pelatihan jurnalistik tersebut sangat penting bagi peningkatan kemampuan menulis untuk media dengan baik. Selain itu, dengan pertemuan tersebut juga akan memberikan gambaran lebih jelas tentang bagaimana WKD akan bergerak dan berkembang ke depan, menyatukan visi-misi dan konsep pengembangan media WKD sehingga langkahnya bisa berderap bersama dan berirama.

Kemampuan menulis memang memerlukan banyak latihan dan praktek. Sedikit ketrampilan saja, tetapi dibarengi dengan kemauan yang kuat untuk selalu berlatih, mengasah kepekaan dan kejelian dalam mengamati peristiwa, tetap akan banyak membantu keberhasilan untuk menuliskan berita dengan baik. Tidak harus menjadi “ahli”, karena tugas utama rekan-rekan tetaplah pekerjaan masing-masing di bagiannya, tetapi paling tidak para jurnalis WKD paham dan nantinya mampu menulis dengan kaidah jurnalistik yang baik.

Maka tak ubahnya ladang gersang, program pelatihan ini telah menjadi air hujan bagi WKD; menyegarkan kembali semangat menulis, menumbuhkan tunas-tunas kecintaan menulis dan diharapkan nantinya subur bersemi dan berbuah. WKD yang hadir dengan tulisan-tulisan bernas, berwawasan tetapi juga menarik akan dirindukan kehadirannya. Dari sinilah, WKD tidak hanya terbit untuk kemudian diletakkan begitu saja setelah membolak-balik halamannya sebentar, melainkan akan menjadi bahan pengembangan, pendokumentasian, sarana saling mengenal dan menyatukan, media yang berisi tulisan saling berbagi semangat, dan akhirnya WKD menjadi media yang mampu berkontribusi bagi Djarum. Sebagaimana diamini oleh para peserta pelatihan, seperti Soejatno dan A. Yudo Prihartono bahwa WKD juga niscaya dapat menjadi agen perubahan yang penting bagi kemajuan Djarum.


Fotografi Berperan Penting

Potensi dunia fotografi di kalangan karyawan Djarum selama tiga tahun terakhir menunjukan perkembangan yang sangat tajam. Dunia fotografi sudah bukan barang langka, bahkan sudah sangat akrab, ditandai dengan adanya wadah Djarum Photography Club (DPC), misalnya. Memang pada kenyataannya pula, makin banyak rekan-rekan Djarum yang sekarang sudah memiliki sendiri peralatan fotografi dari model lama dan termurah hingga model kamera yang digital, canggih dan berharga tinggi. Dari kamera pocket hingga DSLR. Hal ini menunjukan hobby dan kecintaan terhadap fotografi telah mewabah dan bahkan telah menjadi trend.
Bukankah ini juga merupakan potensi? Potensi inilah yang seyogyanya ditangkap oleh WKD, sebagai media ekspresi, pengembangan pengetahuan serta tidak kalah penting adalah mengkomunikasikan berbagai pernik dan perkembangan Djarum melalui gambar/foto.

Tetapi, menyitir kata-kata seorang fotografer senior Indonesia Arbain Rambey, bahwa tidak pernah ada kamera yang terbaik, yang ada hanya fotografer terbaik. Yang penting adalah manusianya, bukan alatnya. Maka pelatihan juga menghadirkan Hendra Suhara, seorang fotografer yang juga bekerja di KONTAN. Foto yang baik adalah foto yang jelas dan mudah dipahami oleh semua orang yang melihatnya, kata fotografer Hendra Suhara. Dengan demikian, foto seharusnya mampu ‘berbicara’ sendiri meskipun tidak disertai keterangan foto atau dijelaskan oleh fotografernya.

Pada foto jurnalistik, kaidah 5W + 1H tetap merupakan hal wajib dalam setiap melakukan pemotretan, tambahnya. Lalu lebih jauh Hendra menjelaskan banyak tentang teori fotografi serta tips-tips pemotretan agar menghasilkan foto yang baik. Dari sini kita semua bisa berharap, WKD ke depan akan tampil penuh warna dan menarik. Berita akan disajikan dengan bahasa yang enak dibaca, sementara foto-foto akan tampil dengan gambar yang tidak hanya indah, juga mampu ‘berbicara’ dan mudah dimengerti.


WKD ke Depan

Pada salah satu kesempatan penutupan acara, Rudy Lewono selaku Dewan Redaksi WKD mengatakan bahwa sekarang yang paling penting kita lakukan setelah pelatihan ini adalah menulis dan menulis, agar tulisan kita semakin baik. Tunjukan dan buktikan dulu kemampuan kita semua itu. Angkatlah semua peristiwa dan potensi membangun yang ada di Djarum ini.
Rudy Lewono juga berharap pada waktu selanjutnya para penulis WKD tidak hanya 27 orang ini. Semakin banyak dan semakin menjangkau seluruh bagian dan DSO, sehingga semakin lengkap isinya. Sementara itu, Budi Darmawan juga mengatakan optimismenya jika WKD ke depan bisa terbit dua bulan sekali. “Melihat potensi dan banyaknya rekan-rekan bergabung untuk menulis di WKD, terbit dua bulan sekali bukan hal yang mustahil. Stock tulisan pasti akan lebih terjamin,” jelasnya.

----------------------------------------------------
Penutup: Pada penerbangan dari Jakarta ke Semarang setelah mengikuti pelatihan jurnalistik koresponden WKD, sebagaimana biasanya para penumpang lain yang sibuk membaca, tapi kali ini saya tidak ingin melakukannya. Karena tangan imajinasi saya telah membuka-buka halaman WKD. Tutur bahasa tulisnya baik, penataan foto dan gambar-gambar ilustrasinya menarik. Dan ketika saya membaca salah satu feature yang ditulis rekan dari DSO Palu pada salah satu halamannya, tiba-tiba saya rindu berkarya penuh semangat esok pagi di Djarum. Eh, saya lupa kalau saya sedang terbang di atas Pulau Jawa. Semoga.
----------------------------------------------------

Ditulis oleh:
Asa Jatmiko

1 komentar:

Khaidar mengatakan...

Dan Fransiskus Adityas telah menyakiti..
Tidak bertanggung jawab dan pergi..
Sebuah cerita untuk FA..

SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA

  SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA Kau terlebih dulu ada Sebagai saudara tua yang setia Kau terlebih dulu berada di sini Siang malam diam-diam ...