“Pokoknya seru deh!” begitu respon Endah, salah seorang penerima beasiswa Djarum Plus (BESWAN) dari Bandung, saat ditanya mengenai kesannya mengikuti Cultural Visit di Kudus, 28 November 2011. Dan memang, sembilan dari sepuluh BESWAN melontarkan kata yang sama: seru, ketika ditanyakan bagaimana kesan mereka terhadap program Cultural Visit ke Kudus. Seru yang dimaksud itu yang bagaimana sih?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘seru’ memiliki beberapa pengertian. Sebagai kata sifat (adjektiva), seru berarti: sengit atau hebat. Sebagai kata benda (nomina), berarti: ujaran yang biasa digunakan dengan penegasan atau intonasi tinggi. Dan sebagai kata khusus (partikel) yang tidak bisa diderivasikan atau diinfleksikan, memiliki arti: serba, untuk Tuhan -- sekalian alam.
Di dalam pengertian anak-anak muda sekarang, ternyata ‘seru’ memiliki makna yang lebih luas. Bukan hanya berarti hebat, dan bukan hanya diungkapkan dengan intonasi tinggi semata. Hampir mencakup keseluruhan makna yang ada di KBBI, kecuali pengertian ‘seru’ yang berarti untuk Tuhan. Lebih lengkap, karena mewakili reaksi spontan seseorang dalam menggambarkan kesan sebuah peristiwa atau pengalaman. ‘Seru’, bagi anak-anak muda telah menjadi kata yang memilki makna lebih luas dari itu, yang merepresentasikan banyak perasaan dan pikiran positif. Yakni penggambaran bahwa hal peristiwa atau pengalaman yang dilihat, dilakukan atau dialami merupakan pengalaman yang baru, menegangkan, tak disangka-sangka, mengagumkan.
Mari kita simak kunjungan mereka ke Kudus yang kata para beswan ‘seru’ itu. Rangkaian kunjungan budaya atau kita menyebutnya dengan Cultural Visit yang total diikuti oleh tidak kurang dari 450 mahasiswa penerima beasiswa Djarum dari universitas-universitas di seluruh Indonesia ini antara lain mengunjungi unit kerja pembuatan Sigaret Kretek Tangan (SKT) yakni: SKT Pengkol, SKT BL 53 dan SKT Megawon II. Kemudian kunjungan ke Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) di Kaliputu, berziarah ke makam Sunan Kudus di kompleks Menara Kudus serta kunjungan ke IPAL.
Setengah hari berikutnya para Beswan diajak mengenal lebih dekat dengan batik khas Kudus, serta praktek membatik yang dilangsungkan di GOR Jati. Batik, sebagaimana telah diakui oleh dunia sebagai warisan budaya Indonesia, di dalamnya juga mengandung proses edukasi dan pengembangan kepribadian. Acara tersebut kemudian dilanjutkan dengan acara Fashion Show Batik di tempat yang sama.
Seperti Anak-anak yang Bertemu Ibunya
Terbagi dalam menjadi 4 rombongan dari 13 bus, para Beswan Djarum menyebar ke empat titik utama kunjungan. Kunjungan ke unit kerja pembuatan Sigaret Kretak Tangan (SKT) di SKT Pengkol, SKT Megawon II dan SKT BL 53. Kemudian ke Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) di Kaliputu, kompleks wisata religi di Menara Kudus dan mengunjungi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di dekat lokasi proses produksi rokok SKM (Sigaret Kretek Mesin) Krapyak.
“Selamat datang Para Beswan Djarum. Saya dan kawan-kawan di SKT Pengkol akan memandu adik-adik semua untuk melihat secara langsung proses pembuatan rokok SKT,” sambut Sudjarwo, supervisor SKT Pengkol kepada seluruh beswan. Setelah perkenalan singkat dan menjelaskan prosedur safety induction, ia kemudian mempersilakan para beswan untuk masuk brak, yaitu istilah di Kudus untuk menyebut unit kerja SKT, untuk melihat langsung para karyawati melinting, membatil hingga tahap pengemasannya, dimana semua dilakukan dengan tangan (handmade). Lalu ia menambahkan, hari ini kita sedang memproduksi Djarum Coklat Extra dan Djarum Coklat (reguler).
Para karyawan borong pun terlihat ceria menyambut kedatangan tamu istimewa hari itu. Mereka dengan ramah dan penuh keakraban bertegur-sapa dengan para beswan. Ini membuat para beswan merasa tidak canggung. Mereka langsung mendekati para karyawati, berbaur dan bertegur sapa layaknya keluarga sendiri. Anak-anak yang bertemu ibunya. Setelah bertahun mereka menuntut ilmu di kota lain. Inilah wajah dan keringat ibu yang selama ini telah ikut membesarkan anak-anak Pertiwi. Dan satu tahun ke depan membesarkan mereka melalui program Djarum Beasiswa Plus. Seperti tertuang dalam program Djarum Beasiswa Plus, sejak tahun 1984, Djarum telah secara konsisten bergerak dan turur membangun dunia pendidikan Indonesia.
Hampir seluruh beswan terkagum-kagum. Dengan kecepatan dan ketepatan tinggi, para karyawati borong melinting (di Kudus sering disebut “giling”) batang demi batang. Dan dalam satu hari jam kerja, mereka rata-rata akan memperoleh pendapatan rata-rata 4.000 batang, dengan hasil rata-rata 600 - 650 batang per jamnya. Itu artinya, dalam 1 menit mereka bisa melinting sekitar 7 – 10 batang. “Wah, hebat! Cepat sekali ya!” teriak salah seorang beswan. “Saya sepuluh menit aja belum dapat satu batang!”
Tetapi dengan sabar dan ramah, para karyawati yang melinting rokok tetap mempersilakan para beswan untuk mencoba lagi, melinting rokok. Diajarinya bagaimana jari tangan kanan menjumput tembakau, kemudian menata dan merapikannya ke atas kain mori di alat giling, menuntun tangan beswan mengambil dan menata ambree (baca: kertas rokok) lalu pelan-pelan ditariknya stang gilingan. Jadilah sebatang rokok Djarum Coklat! Meskipun hasilnya belum sebaik buatan para karyawati, para beswan tetap merasa puas dan bangga telah mempu melinting rokok.
Ada pula yang sudah hampir putus asa sesudah berkali-kali mencoba tapi gagal. “Sulit juga, ya, ternyata!” keluhnya sambil mengusap keringat di dahinya. Dengan lembut ibunya menimpali, “Mudah kok, ayo dicoba maneh, nduk.” Fatah, salah seorang beswan dari angkatan 26 yang ikut mendampingi adik-adiknya ini juga menyatakan bahwa para beswan kagum melihat kecepatan dan ketepatan melinting rokok di sini.
Menengok Masa Silam untuk Menatap Masa Depan
Menara Kudus menjadi salah satu dari empat titik utama kunjungan budaya para beswan angkatan 27 tahun ini. Salah satu tinggalan budaya Indonesia dan menjadi kebanggaan seluruh masyarakat, Menara Kudus tetap bersinar dan tetap kokoh seperti bentuk aslinya yang kaya nilai historis hingga saat ini. Bangunan gapura Masjid dan Menara Kudus bentuknya berbeda dengan bangunan masjid pada umumnya di Indonesia. Selain bentuk yang khas, gapura dan bangunan menara terbuat dari tumpukan batu merah pada Masjid Menara Kudus masih menyisakan daya pikat.
Masjid Menara Kudus dulunya bernama Masjid Al-Aqsa, terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Masjid yang didirikan oleh Ja’far Sodiq –kemudian dikenal sebagai Sunan Kudus-- pada 956 Hijriah atau 1549 Masehi ini kini menjadi salah satu tempat bersejarah penting bagi umat Islam di Jawa. Belakangan justru masjid tersebut populer dengan panggilan Menara Kudus. Hal ini lantaran merujuk pada menara candi di sisi timur yang memakai arsitektur bercorak Hindu Majapahit.
Ketika Islam masuk ke Nusantara, menurut Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, memang dengan bijak para penyebar Islam menghargai tradisi leluhur yang dijumpai sambil memperkenalkan ajaran Al Quran. Sehingga, antara agama dan budaya setempat saling menopang dan saling mengisi. "Agama tak berkembang tanpa wadah budaya dan budaya akan hilang arah dan ruh tanpa bimbingan agama," kata Komaruddin.
Toleransi atar umat beragama juga dicerminkan di sini. Menurut salah seorang warga, untuk menghormati pemeluk agama Hindu, warga yang bermukim di Kudus tidak menyembelih binatang sapi, mengingat binatang tersebut dalam Hindu dihormati bagi pemeluknya. "Mereka taat dan masih memegang wasiat (pesan) Sunan Kudus," ia menjelaskan. Dan ini masih berlaku hingga hari ini.
Menurut sebuah laman, yang ditulis Bambang Setia Budi, bangunan menara Kudus mempunyai ketinggian 18 meter, berukuran sekitar 100 m persegi pada bagian dasar. Seluruh bangunan menggambarkan budaya khas Jawa-Hindu. Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen, namun konon dengan digosok-gosok hingga lengket serta secara khusus adanya selasar yang biasa disebut pradaksinapatta pada kaki menara yang sering ditemukan pada bangunan candi.
Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat soko guru yang menopang dua tumpuk atap tajuk. Sedangkan di bagian puncak atap tajuk terdapat semacam mustoko (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada elemen arsitektur Jawa-Hindu.
Menengok masa silam dengan mengunjungi Masjid dan Menara Kudus, merupakan slah satu bentuk pembelajaran tentang sosial-kemasyarakatan. Para beswan akan menangkap lebih banyak hal penting dari ini. Ada nilai-nilai luhur, kebijaksanaan serta toleransi yang tinggi. Hal ini seiring dengan latar belakang Djarum menetaskan program beswan plus, yaitu perbudayaan dan pemberdayaan mahasiswa berprestasi tinggi, dalam berbagai pelatihan soft skills untuk membentuk manusia Indonesia yang disiplin, mandiri dan berwawasan masa depan serta menjadi pemimpin yang cakap intelektual, emosional dan spiritual. Setelah melihat ke belakang, mestinya kita akan semakin mantap menatap masa depan yang lebih baik.
Menjangkau Langit Meraih Bintang
Perjalanan berikutnya menuju Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) yang dikembangkan oleh Djarum sejak tahun 1979. Memang sejak 1977 Djarum sudah mulai melakukan gerakan penghijauan di Kudus, namun management Djarum dua tahun berikutnya, memperluas programnya dengan tidak hanya melakukan penanaman, tetapi juga pembibitan.
“Saya benar-benar tidak menyangka Djarum sehebat ini,” kata Sri Cahya lestari, 19 tahun, beswan dari UIN Bandung kepada WKD di sela-sela kunjungannya di PPT Kaliputu. Ia menambahkan, Djarum ternyata sangat peduli dengan masyarakat dan lingkungan. Mengembangkan olah raga, tanggungjawab sosial dengan membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan kali ini saya semakin tahu betapa besar kepedulian Djarum terhadap alam dan lingkungan.
Pendampingan kepada para beswan dilakukan oleh Yunan Aditya, dengan menjelaskan bahwa berbagai kegiatan sehubungan dengan penghijauan telah dilaksanakan Djarum bersama masyarakat, institusi serta para aktivis LSM-LSM lingkungan. Salah satunya adalah aksi penghijauan lereng Gunung Muria dengan tanaman peneduh maupun pohon bernilai ekonomi dan penanaman tanaman mangrove di Pulau Karimunjawa. Hal ini diharapkan bisa mempertahankan kawasan penting resapan air kota Kudus, secara makro, juga dapat membantu mengurangi efek pemanasan global.
DAS Bengawan Solo Penghijauan DAS Bengawan Solo menjadi program yang dilakukan Djarum secara berkesinambungan bersama Pemerintahan Daerah dengan agenda: Sosialisasi, Pemberian Pelatihan serta penanaman Pohon Buah Unggul disertai dengan pemberian Sertifikat Tanah/GMRA oleh PBN Propinsi, kepada masyarakat sekitar DAS Bengawan Solo. Jumlah Bibit yang diberikan setiap Kota Kabupaten sebanyak 10.000 bibit pohon buah pertahun sebanyak 14 Kota Kabupaten, selama 5 tahun. Penghijauan DAS Bengawan Solo dijalankan atas dasar keprihatinan PT Djarum pada DAS Bengawan Solo sebagai urat nadi banyak daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Yunan Aditya juga menjelaskan program Djarum Trees for Life dengan penanaman 2.767 Pohon Trembesi (Latin: Samanea Saman) Semarang-Kudus. Dan pada 27 Mei 2010 Djarum Trees for Life telah berhasil menyelesaikan misi tahap pertama yaitu menanam sebanyak 2.767 Pohon Trembesi di sepanjang turus Semarang-Kudus. Inilah semangat Djarum Trees For Life, terus berkomitmen dan konsisten melakukan pelestarian lingkungan Indonesia. Dengan komitmen yang tidak pernah putus inilah, maka Djarum Bakti Lingkungan terus berusaha melakukan penanaman pohon dan ikut berperan serta dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Melalui Djarum Trees For Life, kami berharap di masa mendatang 2.767 Pohon Trembesi dewasa dapat menyerap CO2 sebanyak 78,826,296 kg/tahun. Sehingga menjadi salah satu upaya untuk mengurangi efek pemanasan global, ujar Thomas Budi Santoso, Direktur PT. Djarum kepada REPUBLIKA. Seperti kita ketahui bahwa dalam Konferensi Tingkat Tinggi Puncak Perubahan Iklim pada 18 Desember 2009 di Copenhagen-Denmark menuntut adanya pengurangan emisi karbon dunia harus di bawah ambang batas yang ditargetkan yaitu 25 hingga 40 persen. Sementara Pemerintah Indonesia dalam konferensi tersebut berkomitmen akan mengurangi 26 persen emisi karbon pada 2020. Salah satu solusi upaya mengurangi emisi karbon adalah dengan melakukan penanaman Pohon Trembesi.
Menurut Dr. Ir. H. Endes N. Dahlan, Dosen Fakultas Kehutanan Institut Peranian Bogor mengungkapkan bahwa penanaman Pohon Trembesi merupakan suatu terobosan mengatasi pemanasan global karena memiliki daya serap gas CO2 yang sangat tinggi. Satu batang pohon Trembesi mampu menyerap 28,5 ton gas CO2 setiap tahunnya (diameter tajuk 15m). Selain itu Pohon Trembesi juga mampu menurunkan konsentrasi gas secara efektif, tanaman penghijauan dan memiliki kemampuan menyerap air tanah yang kuat.
Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) Djarum yang rencanannya akan diperluas menjadi 30 hektar lebih di Gondangmanis ini tidak hanya melakukan pembibitan tanaman-tanaman yang secara ekonomis punya nilai tinggi. PPT juga turut mengembangkan tanaman langka yang diambil dari Kebun Raya Bogor. Seperti Sempur (Dillenia Indica), Eboni (Diospyros Celebica), dan sebagainya. Selain itu, juga pembudidayaan untuk tanaman-tanaman yang memiliki nilai tradisi-religi tinggi, seperti: Sawo Hijau (Chrysophillum Cainito), Nogosari (Mesua Ferrea), Kepel (Stellechocarpus Burahol) dan semacamnya.
Sebagaimana ‘cita-cita’ setiap tanaman yang ada di PPT, tumbuh semakin besar dan tinggi menjangkau langit. Seperti itulah harapan Djarum terhadap para beswan. Djarum sangat menyadari bahwa pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan bangsa dalam mewujudkan masa depan yang lebih baik. Maka para beswan, jangkaulah langit dan raihlah bintang!
Saatnya Jadi Pelaku dan Berkarya
Para beswan Djarum yang berangkat dari 74 universitas dan perguruan tinggi seluruh Indonesia itu, pada siang harinya berkumpul di GOR PB Djarum Kudus, untuk mengikuti acara Membatik bersama Beswan Djarum. Acara tersebut didampingi oleh ahli-ahli dan perajin batik dari Galery Muria Batik Kudus, pimpinan Yuli Astuti yang juga menjadi Anggota ASEAN Women bidang kerajinan batik. Kehadirannya juga bersama Pengamat dan pecinta batik tradisional dari Galery Batik Kudus perwakilan Jakarta, Miranti Serad Ginandjar.
Aroma khas asap dari malam/lilin untuk membatik, sudah tercium sejak dari luar gedung GOR PB Djarum. Seluruh beswan, dengan kelompok-kelompok kecil sejumlah 4 orang, masing-masing telah menghadapi wajan berisi malam/lilin cair di atas tungku menyala. Dan setiap beswan telah disiapkan masing-masing satu buah canting berikut bahan kain yang telah diberi dasaran motif Kupu-kupu Tembakau. Para beswan hari itu benar-benar menjadi pelaku dari berlangsungnya kebudayaan itu sendiri. Tidak hanya menjadi penikmat.
“Wah, jadi pegel semua nih,” ujar Tiwi dari Bandung. Tapi asyik, buru-buru ia menambahkan. Memang, proses membatik sendiri sebetulnya mengandung banyak pelajaran. Tidak hanya hasil karyanya saja yang memiliki nilai tinggi, tetapi prosesnya sendiri melatih kesabaran, ketelitian, kerapian serta butuh konsentrasi. Dari sini sebetulnya ‘membatik’ juga turut membentuk kepribadian dan jatidiri manusia. Setelah menuliskan namanya di atas kain batik, WKD melihat satu kalimat terselip di sudut kanan atas, “makasih ya Djarum”.
Menurut leaflet yang dibagikan kepada setiap beswan, motif yang akan mereka batik merupakan motif Batik Beswan Djarum yang memiliki 4 gambar dengan filosofi, antara lain: Kupu-kupu Tembakau: tembakau sebagai unsur utama, dan kupu-kupu sebagai simbolisasi atas metamorfosa kehidupan. Kemudian Cengkeh dalam motif ini menggambarkan khasiat rempah sebagai rangkaian nafas hidup. Alat Giling menjadi simbol bahwa keberadaan rokok kretek memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, dan Menara Kudus diejawantahkan sebagai kota asal kretek yang religius dan berbudaya.
Kerjasama dengan Djarum sendiri untuk mengembangkan batik sudah lama dilakukan. "Desain batik Kudus dari perajin RPK (Rumah Pesona Kain) yang konsisten membina pembatik dan menyalurkan produk batik Kudus ke berbagai kalangan, sudah digunakan sebagai aplikasi pada busana seragam staf Djarum. Aplikasi motif batik Kudus dengan warna dasar abu akan ditampilkan pada bagian tangan dan punggung pada seragam kerja staf. Di Djarum, batik Kudus sudah dipakai serempak 21 April yang lalu untuk memperingati ulangtahun Djarum," jelas Renitasari, program director bakti budaya Djarum Foundation, yang dikutip dari Kompas Female.
Seorang beswan dari Kalimantan yang diwawancarai oleh pembawa acara, mengatakan bahwa acara membatik tersebut sangat bagus. Karena ia merasa diajak untuk menjadi pelaku budaya. Meski diakuinya, masih sangat kurang, karena ia sendiri baru melakukan (membatik) untuk pertama kalinya. Sebelumnya tidak pernah. Sementara seorang beswan dari Medan mengungkapkan kegembiraannya. Ia merasa senang telah terlibat dalam program ini. “Luar biasa,” katanya.
Acara praktek membatik bersama beswan Djarum berlangsung sekitar 45 menit. Setelah itu acara dilanjutkan dengan peragaan busana batik khas Kudus. Berkali-kali para beswan memberika apresiasi dengan tepuk tangan meriah melihat gelaran batik-batik khas Kudus yang indah dan menggoda tersebut.
Di balik semua itu, tersimpan makna bahwa sudah saatnya kita-lah yang harus menjadi pelaku-pelaku atas pelestarian dan pengembangan kebudayaan kita agar semakin maju dan beradab. Atas budaya sendiri, kita seharusnya yang ambil peranan terbesar. Menjadi aktor utama untuk menuntaskan semua pekerjaan kita untuk bangsa ini. Di situlah, kedigdayaan Indonesia bisa benar-benar akan teruji dan terwujud, kuat sebagai bangsa yang berkepribadian, dan kuat sebagai bangsa yang besar di mata dunia.
Akhirnya memang, seru tidak hanya melibatkan makna kata semata? Di dalam kata tersebut juga ternyata melibatkan kejiwaan atau perasaan orang tersebut. Pengucapannya pun singkat, tegas dan selalu disertai dengan ekspresi semangat dan kegembiraan. Dan sepertinya, sesudah mengatakan seru, sudah habis pula kata-kata lain untuk menandinginya. Yang ada adalah penjelasan panjang lebar, bagaimana seru itu terbangun. “Serunya itu yang bagaimana?” tanya WKD. Seperti kehabisan kata-kata, dia tetap menjawab lagi, banyak “plus-plus”-nya. “Pokoknya seru deh!” Saya beruntung dapat beasiswa dari Djarum. Sudah sejak semester 1 saya memimpikannya, tambah Sri Cahya Lestari dari UIN Bandung dengan gembira sekaligus bangga.***(asajatmiko)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA
SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA Kau terlebih dulu ada Sebagai saudara tua yang setia Kau terlebih dulu berada di sini Siang malam diam-diam ...
-
Oleh. Sutrimo Banyak orang mengenal Kudus sebagai Kota Wali, atau juga Kota Kretek. Namun bukan itu saja, di sisi lain, Kudus juga banya...
-
Mengenal Lebih Dekat dengan Kelompok Terbang Papat Assalafiyyah. Di sebuah dukuh yang bernama Karang Wetan yang menjadi bagian dari Desa ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar