Belum ke Bandung kalau belum ke factory outlet. Dan jangan khawatir kalau isi kantong menipis, FO ala Kang Itang siap melayani.
Malam itu belum begitu larut. Jarum jam baru mau mendekat angka 8. Tetapi Jalan Dago terasa begitu sepi, kecuali lalu lalang kendaraan yang melaju kencang. Di bawah gardu telepon umum, Itang dengan sabar menanti pembeli. Sembari sesekali merapikan lagi factory outlet-nya, Itang sesekali menguap. Sementara di langit, mendung menggelayut.
Menjamurnya Factory Outlet
Menyusuri Jalan Dago, Bandung, tak ubahnya menyaksikan pameran seni instalasi yang bernama factory outlet, selanjutnya kita sebut saja FO. Bandung memang biangnya FO dan juga distro. Menurut lembaran panduan wisata Bandung di website-nya, kota inilah yang pertama kali memperkenalkan konsep factory outlet. Di seputar Dago saja ada tidak kurang dari 9 FO. Antara lain: Blossom, Rich N Famous, Au’let, Dago Stock Ekspor, M&M, Putri Dago, Raflesia, Up Town, dan VIP di Jl. Dago.
Sebelum menjamur seperti saat ini, FO hanyalah tempat dimana para pabrik-pabrik garmen di Bandung menjual pakaian-pakaian “cacat”-nya atau reject. Pabrik-pabrik tersebut menerima order dari merk-merk terkenal dari seluruh dunia seperti Esprit, Timberland, Guess, dan lainnya. Lalu barang-barang cacatnya mereka pindahkan ke FO untuk dijual ke masyarakat. Ternyata konsep ini menarik banyak peminat sehingga saat ini banyak sekali FO di Bandung dan mulai merambah ke kota-kota lain.
FO Ala Kang Itang
Tetapi Kang Itang, 45 tahun, bukanlah salah satu pemilik FO yang demikian. Dengan etalase yang semarak penuh lampu benderang, dengan arsitektur bangunan yang megah, atau dengan tampilan cantik penjaga stand yang selalu menebarkan senyum semenjak kita memarkir kendaraan kita di halamannya. FO ala Kang Itang, hadir sangat bersahaja. Bahkan boleh dikata, hadir apa adanya, di tengah hiruk-pikuk FO sepanjang Jalan Dago.
Cukup dengan lapak meja kayu, ditata di atas trotoar, seluruh dagangan garmennya digelar. Lalu ditambah keramahan Kang Itang, yang tentu tak kalah dengan para SPG di FO-FO pada umumnya, ia melayani siapapun yang datang menghampirinya. Dagangannya tak terkena beban pajak etalase. Ia hanya cukup menyediakan beberapa uang ribuan apabila petugas retribusi datang. Pembelinya kebanyakan para muda dan anak-anak sekolah, dan karenanya Kang Itang tak memasang tarif tinggi. Ia hanya mengambil untung sekitar Rp.2.000,- tiap potongnya. Namun, pada hari-hari menguntungkan, Kang Itang bisa mengambil untung lebih dari itu untuk setiap potongnya. Demikian pula ketika jumlah pembeliannya banyak, ia berani hanya mengambil untung seribu perak tiap potongnya.
Dengan penataan dagangan seperti itu, Kang Itang mengakui bahwa omzet penjualannya akan turun drastis manakala cuaca tidak bersahabat. “Sudah, kalau hujan tidak bisa berharap lagi saya,” ujarnya. Tetapi harus bagaimana lagi, Kang Itang harus menghidupi seluruh keluarga dengan kekuatan seperti itu saat ini. Dan juga, kalau ada razia PKL oleh petugas satpol pamong praja. Kang Itang mesti bergegas mengemasi barang dagangannya. Menurut pemerintah, para pedagang tersebut telah melanggar perda kebersihan kota dimana trotoar jalan sebagai tempat pejalan kaki beralih fungsi menjadi tempat jualan pedagang kaki lima.
Tiga Titik di Dago
Sepanjang Jalan Dago paling tidak ada 9 bangunan megah FO, yang siap melayani kebutuhan garmen para turis baik domestik maupun mancanegara. Di antara 9 FO tersebut, ada tiga titik FO ala Kang Itang yang setiap malam menggelar dagangan garmennya. Dua lapak milik Deni, yang juga masih saudara ipar kang Itang sendiri. Deni telah memulainya terlebih dahulu, sebelum akhirnya Kang Itang datang dan ikut bergabung.
“Setiap malam rata-rata 20-25 potong bisa terjual,” katanya. Itu pada hari-hari biasa. Nanti kalau tiba malam Sabtu dan malam Minggu, bisa lebih banyak lagi. Bisa dua atau tiga kali lipatnya. Apalagi, lanjutnya, setelah jalan tol Cipularang dibuka, makin terasa (peningkatan penjualannya –red). Bagaimana kalau hari-hari libur hari raya? Kang Itang memastikan, dagangannya semakin laku. Apalagi nanti bulan Desember, Kang Itang cerita dengan air muka penuh semangat, biasanya saya bisa dapat 20-25 juta.
Lalu ia menambahkan, biasanya mereka yang membeli adalah para rombongan. Kang Itang tak pernah khawatir, dua tiga orang dari rombongan pasti akan mampir ke FO-nya untuk berbelanja. “Pernah ada rombongan dari Malaysia, salah seorang dari mereka membeli langsung 60 potong,” katanya. Memang, kalau mau berusaha, rejeki ada dimana saja.
Impian Kang Itang
Sebelum melakukan usaha FO ala Kang Itang saat ini, ia bekerja sebagai penjaga rumah. Rupanya pekerjaan tersebut baginya tidak dapat diandalkan sebagai ladang mencari nafkah. Terlebih lagi, beberapa waktu kemudian istrinya terkena PHK di pabriknya. Akhirnya ia menitipkan istri dan anak semata wayangnya, 13 tahun, di rumah mertuanya di Cimahi. Sementara ia sendiri kemudian mengontrak rumah di Tamansari, dan memulai usaha baru menjalankan bisnis di trotoar Jalan Dago. Hingga saat ini ia telah melewatinya selama kurang lebih 3 tahun.
Dengan harapan pada kelancaran usahanya ini, Kang Itang masih memiliki impian, memiliki usaha dagang sendiri di rumahnya. Oleh karena itu, ia ingin berusaha keras menggapai impiannya tersebut, meski untuk sementara ini ia berpisah dengan anak dan istrinya yang tinggal di rumah mertuanya.***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA
SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA Kau terlebih dulu ada Sebagai saudara tua yang setia Kau terlebih dulu berada di sini Siang malam diam-diam ...
-
Oleh. Sutrimo Banyak orang mengenal Kudus sebagai Kota Wali, atau juga Kota Kretek. Namun bukan itu saja, di sisi lain, Kudus juga banya...
-
Mengenal Lebih Dekat dengan Kelompok Terbang Papat Assalafiyyah. Di sebuah dukuh yang bernama Karang Wetan yang menjadi bagian dari Desa ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar