Didedikasikan untuk para korban bencana gempa tektonik di Jogja – Jateng
pada 27 Mei 2006, pkl 05.55”, dan anak anak negeri ini.
Angin gunung yang biasanya lembut,
mengabarkan deru lava pijar dari Merapi,
awan panas dan solfatara mengancam kami.
Berlarian kami, terbirit birit bagai kawanan kambing dikejar srigala,
mencari perlindungan, mencari tempat aman untuk sembunyi.
Dan saat sampai di sini, di barak barak pengungsian,
kami belum juga bisa tenang.
Sambil mengatur nafas yang tersengal,
berdebar jantung kami menghitung berapa saudara kami yang terkapar.
Kami kini seperti prajurit perang yang jiwanya dikejar kejar kerinduan,
dikejar kejar pikiran ketakpastian akan kampung halaman.
Mungkin pohon pohon pinus telah menjadi abu.
Mungkin sungai kami telah menjadi sungai batu.
Tapi mungkin juga akar jiwa kami yang telah lama tumbuh di sana,
masih mampu menumbuhkan tunas baru bagi kehidupan.
Nyatanya bukan itu kenyataan yang ada.
Di kedalaman 33 kilometer dari permukaan laut,
tepat di belakang rumah kami saat kami menyiapkan sarapan pagi,
gempa tektonik menggetarkan sepanjang pantai selatan jawa.
Dan nyali kami kembali berhamburan berantakan, berserakan di
antara jerit tangis, luka luka di kepala dan saudara kami yang tak lagi bernyawa.
Lima koma sembilan scala Richter dalam lima puluh tujuh detik,
waktu yang teramat singkat
untuk membenamkan lebih dari 6.234 nyawa saudara kami ke perut bumi.
Berlarian kami, terbirit birit bagai kawanan kambing dikejar srigala,
mencari perlindungan, mencari tempat aman untuk sembunyi.
Tiba tiba kami teringat Aceh, Nias, Lampung Selatan….
Kami teringat ratusan ribu saudara kami yang terenggut tsunami.
Kemana lagi kami akan berlari? Meniti lereng Merapi,
dimana lava pijar, awan panas dan solfatara
juga tengah mengintai kami?!
Angin pantai yang biasanya penuh semangat menderu,
mengapa jadi lesu seolah enggan menyapa?
Tegakah engkau mengabarkan amis darah,
bau mayat yang sore nanti mulai membusuk,
dan rasa lapar yang mulai tak mau berkompromi?
Kini kami seperti kawanan kambing yang tak bisa lagi berlari.
Srigala di seberang jalan, giginya bergemeretakan
menatap jalang pada kami.
Kemana lagi kami akan berlari?
Oo, semua arah seolah menyimpan rencana jahat bagi kami.
Kemana lagi kami akan berlari?
Oooo, dan tidak akan kemana jua lari kami
Selain hanya pada-Mu, Tuhan.
Hanya Engkau Yang Maha Besar di antara semuanya.
Ampunilah kami, ampunilah kami….
Ampunilah kami semuanya.
Amin.
Kudus, 02 Juni 2006
(dibacakan oleh Letkol. Inf. Priyo Djatmiko, Komandan Kodim 0722
Makutarama, Kudus pada acara “Pentas Amal Musik Remaja Peduli
Jateng – DIY” di Lapangan Tenis Kodim Kudus, pada 04 Juni 2006.)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA
SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA Kau terlebih dulu ada Sebagai saudara tua yang setia Kau terlebih dulu berada di sini Siang malam diam-diam ...
-
Oleh. Sutrimo Banyak orang mengenal Kudus sebagai Kota Wali, atau juga Kota Kretek. Namun bukan itu saja, di sisi lain, Kudus juga banya...
-
Mengenal Lebih Dekat dengan Kelompok Terbang Papat Assalafiyyah. Di sebuah dukuh yang bernama Karang Wetan yang menjadi bagian dari Desa ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar